YERUSALEM, KOMPAS.com - Papua Nugini membuka kedutaan besar untuk Israel di Yerusalem pada Selasa (5/9/2023).
Ini membuat Papua Nugini menjadi negara kelima yang memiliki utusan di kota suci tersebut.
Status Yerusalem merupakan isu paling sensitif dalam konflik Israel-Palestina.
Baca juga: Israel Batasi Perayaan Paskah Kristen Ortodoks di Yerusalem, Pemimpin Gereja Masa Bodoh
Perdana Menteri Papua Nugini James Marape meresmikan kantor kedutaan tersebut di hadapan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam sebuah acara di Yerusalem.
"Banyak negara memilih untuk tidak membuka kedutaan besar mereka di Yerusalem, tetapi kami membuat pilihan sadar," kata Marape, yang negaranya sebelumnya tidak memiliki Kedubes di Israel.
"Bagi kami yang menyebut diri kami Kristen, memberikan penghormatan kepada Tuhan tidak akan lengkap tanpa mengakui bahwa Yerusalem adalah ibu kota universal bagi rakyat dan bangsa Israel," katanya, dikutip dari AFP.
Marape lantas mengundang Netanyahu untuk meresmikan kedutaan besar Israel di Papua Nugini.
Netanyahu menyambut baik pembukaan kedutaan di Yerusalem, menjadikan Papua Nugini sebagai negara Asia Pasifik pertama yang melakukannya.
"Kami sangat bangga dan sangat menghargai fakta tersebut," katanya.
Baca juga: 2 Malam Mencekam di Yerusalem, Saling Serang Saat Ramadhan
Dia menambahkan bahwa hubungan baru antara kedua negara tidak hanya memungkinkan Papua Nugini dan Israel untuk sama-sama menghargai masa lalu, tetapi juga merebut masa depan.
Sebagian besar negara yang memiliki perwakilan diplomatik resmi di Israel menempatkan kedutaan besar mereka di Tel Aviv, pusat komersial negara tersebut.
Hanya segelintir negara yang memiliki kedutaan besar di Yerusalem, yaitu Amerika Serikat (AS), Kosovo, Guatemala, dan Honduras.
Keputusan Papua Nugini ini menyusul pakta keamanan penting yang diajukan di parlemen negara itu pada Juni, yang memungkinkan militer AS untuk membangun dan beroperasi dari pangkalan di Papua Nugini. Pakta ini mendukung upaya Washington untuk mengepung China di Pasifik.
Setelah merebutnya pada 1967, Israel mencaplok Yerusalem timur, termasuk Kota Tua, dalam sebuah langkah yang tidak pernah diakui oleh komunitas internasional.
Israel menganggap seluruh kota Yerusalem sebagai ibu kotanya, sebuah sikap yang didukung oleh mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang memindahkan kedutaan besar Washington ke sana.
Sekitar 230.000 warga Israel tinggal di Yerusalem timur yang dicaplok, bersama dengan setidaknya 360.000 warga Palestina yang ingin menjadikan sektor ini sebagai ibu kota negara merdeka di masa depan.
Baca juga: Ramadhan 2023, Muslim di Yerusalem Laksanakan Shalat Tarawih Pertama
Pembicaraan damai telah menemui jalan buntu sejak 2014, dan kekerasan dalam konflik Israel-Palestina telah meningkat sejak tahun lalu.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.