Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komarudin Watubun
Politisi

Komarudin Watubun, SH, MH adalah anggota Komisi II DPR RI; Ketua Pansus (Panitia Khusus) DPR RI Bidang RUU Otsus Papua (2021); pendiri Yayasan Lima Sila Indonesia (YLSI) dan StagingPoint.Com; penulis buku Maluku: Staging Point RI Abad 21 (2017).

Tren Persaingan Geoteknologi di Indo-Pasifik dan Pilihan Indonesia

Kompas.com - 17/06/2023, 09:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Apa risiko atau dampak operasi visi strategis Zhongguo Meng Tiongkok? Uni Eropa kini melihat Tiongkok adalah a sistemic rival (Small, 2019). Tiongkok seakan mengisi peluang gagal demokrasi dan kapitalisme global berbasis individualisme di Eropa Barat dan Amerika Serikat (AS).

Baca juga: Efek Samping Ambisi China di Indo-Pasifik

Samil Saran dan Akhil Deo (2022) melihat OBOR menyasar negara-negara kecil yang melayani strategi dan kebutuhan ekonomi Tiongkok (Xinhua, 2017; PRC, 2013); pengaruh Tiongkok terhadap lembaga dan aturan-main bilateral, regional, dan global (Ying, 2017); teknologi Tiongkok unggul di sektor AI, 5G, dan IoT di sepanjang Indo-Pasifik (Yong, 2019); perluasan kepentingan maritim dan militer Tiongkok (Jiayao, 2018).

Client-state architecture melaui debt-trap diplomacy dari strategi OBOR Tiongkok khususnya di zona Asia, kini dilihat sebagai raison d’etre kelahiran dan kebangkitan Indo-Pasifik. AS dan Tiongkok mengisolasi supplay-chains teknologi yang memengaruhi pilihan-pilihan komersil dan keamanan tiap negara di Indo-Pasifik. Misalnya, negara-negara Indo-Pasifik rapuh dalam regulasi dan kreasi nilai-nilai lokal dari ekonomi digital.

Di sisi lain, sejak 2010, Quadrilateral Security Dialogue (QUAD) - Australia, Jepang, India, dan AS - merintis dialog keamanan empat negara di Indo-Pasifik. QUAD juga melahirkan ‘rantai simbiosis’ dan perubahan ‘peta mental’ baru geopolitik di Indo-Pasifik.

Pada Oktober 2020, para menteri luar negeri ke-4 negara itu membahas keamanan konektivitas digital. Maka ahli geostrategi Indo-Pasifik, Daisuke Akimoto (2021), melihat tren persaingan ketat strategi OBOR vs strategi QUAD di laut, darat, dan digital Indo-Pasifik. Ini berisiko terhadap kedaulatan dan keamanan negara-negara Indo-Pasifik.

Secara geopolitik, negara-negara yang terdampak dari persaingan OBOR Tiongkok vs QUAD ialah negara-negara Afrika dan Asia daratan yang berbatasan dengan samudra Hindia, seperti India dan Afrika Selatan, negara-negara di Samudra Hindia - misalnya Kepulauan Kerguelen dan Seychelles, Indonesia, negara-negara ASEAN, Jepang, dan negara-negara di Asia Timur di Pasifik, Australia, dan Kepulauan Pasifik, dan negara-negara Pasifik, termasuk AS, Kanada atau Meksiko.

Data Internet Society (Februari, 2016) menyebut Indo-Pasifik adalah zona pengguna internet terbesar atau lebih dari separuh pengguna internet dunia dan sangat pesat yang masih usia muda dan seluler. Booming e-commerce dan aplikasi fin-tech terjadi di Thailand, Filipina, Malaysia, dan India.  Pengguna internet itu tersambung melalui sirkuit atau ‘system-on-a-chip’, sensor (gambar, bunyi, cahaya, sentuh, gerak), layar (LCD), bateri, dan kamera.

Australia, Jepang, dan Selandia Baru melarang teknologi Huawei dari seluruh mata-rantai kebijakan teknologi (Sacks, 2021). Sedangkan Solomon Islands, Papua New Guinea, dan Taiwan, karena tekanan dari Australia dan AS, telah membatalkan tiap rencana untuk membangun jaringan 5G Huawei (Sacks, 2021).

Maka negara-negara itu memilih alternatif misalnya teknologi Nokia, Ericsson, atau Samsung. Huawei membangun jaringan teknologi di Bangladesh, Sri Lanka, Thailand, Samoa, Fiji, dan Indonesia. Jadi, negara-negara terbelah oleh teknologi digital akibat persaingan geoteknologi AS vs Tiongkok.

Dua isu pokok dari persaingan geoteknologi Indo-Pasifik ialah ketergantungan pada infrastruktur teknologi ke Tiongkok dan AS. Misanya, UU Data Security Act Tiongkok (2021) menyebut bahwa Pemerintah Tiongkok dapat menghimpun, menyimpan, dan memproses semua data dari perusahan-perusahan Tiongkok, misalnya Huawei, di Tiongkok dan negara lain (Hoffman, 2021).

Akibatnya, Huawei dengan formula fusi sipil-militer, memberi ruang bagi Pemerintah Tiongkok dapat mengontrol data negara lain. Hal ini, menurut Mochinaga (2021), memicu kekhawatiran pada sejumlah negara, misalnya Vietnam. Meskipun United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), Juni 2023 di Fenyeslitke, siap bekerjasama dengan Huawei, khususnya teknologi AI industri atau manufaktur (Huaxia/Xinhua, 2023).

Pilihan Indonesia

Hingga Juni 2022, Tiongkok telah membangun 1,85 juta stasiun basis 5G dengan perkiraan 450 juta pengguna di seluruh dunia. Misalnya, September 2022, Huawei merilis rencana ‘Go Cloud, Go Global’ khusus 5G, Cloud, dan AI di Thailand yang memasang target 30 persen PDB melalui ekonomi digital tahun 2027. 

Huawei membidik peluang digitalisasi UKM/UMKM Indonesia melalui GTT G20 tahun 2022 di Bali. Huawei telah membangun pusat data digital di Thailand, Singapura, dan Malaysia, serta rilis pusat data di Indonesia akhir 2022. Kira-kira lima tahun ke depan, Huawei siap melatih 500.000 profesional ICT di Asia Pasifik.

Di Beijing (Tiongkok) awal November 2022, State Council Information Office Tiongkok merilis white paper tentang ekonomi digital. Sasarannya ialah dongkrak daya-saing Tiongkok melalui ekonomi digital yang kini memutar nilai ekonomi 45,5 triliun yuan atau 39,8 persen PDB Tiongkok.

Hingga Juni 2022, pengguna internet di Tiongkok mencapai 1,05 miliar melalui jaringan 5G dan 1,85 juta tower 5G. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com