Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Respons WNI di Taiwan Setelah Zat Pemicu Kanker Ditemukan di Indomie

Kompas.com - 26/04/2023, 08:25 WIB
Irawan Sapto Adhi

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang pekerja migran Indonesia di Taiwan, Hani, berkata sejak Senin (24/4/2023) produk mi instan Indofood varian rasa ayam spesial sudah tak dijual lagi di pasar-pasar tradisional maupun modern.

Kendati demikian, dia mengaku, tidak terlalu khawatir soal temuan Biro Kesehatan Taipei bahwa mi instan asal Indonesia tersebut mengandung etilen oksida, senyawa kimia yang terkait dengan limfoma dan leukemia.

"Enggak pengaruh (khawatir) sih, akan tetap beli kalau produknya sudah ada di pasaran," ujar Hani kepada BBC News Indonesia.

Baca juga: Taiwan Temukan Produk Mi Instan Asal Indonesia dan Malaysia Ini Mengandung Zat Pemicu Kanker

Menurut dia, mi instan merek Indomie cukup murah dan harga enak.

"Di Taiwan itu rata-rata dijual 50 dollar baru Taiwan atau setara Rp24.000 dapat enam bungkus," kata Hani.

YLKI minta BPOM lakukan audit dan investigasi

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan audit dan investigasi terhadap produk mi instan di Indonesia guna menyelidiki keberadaan cemaran etilen oksida.

Sebelumnya, Biro Kesehatan Taipei di Taiwan memerintahkan seluruh toko di ibu kota untuk menarik produk Indomie rasa ayam spesial karena ditemukan kandungan zat karsinogenik di paket bumbu.

Nyatanya, penarikan sejumlah produk mi instan asal Indonesia di luar negeri bukan kali ini saja terjadi.

Tahun lalu, badan pengawas makanan di Singapura dan Hong Kong menarik beberapa varian Mie Sedaap setelah ditemukan kontaminasi etilen oksida.

Senyawa tersebut dikenal sebagai karsinogen yang bisa membahayakan kesehatan jika terakumulasi di dalam tubuh manusia dalam jangka panjang seperti penyakit kanker.

Baca juga: Varian Indomie Disebut Mengandung Zat Pemicu Kanker dan Ditarik dari Peredaran di Taiwan, Indofood: Sedang Kami Pelajari

Badan pengawas di Singapura (SFA) menyebut cemaran etilen oksida itu ditemukan pada bubuk cabai produk tersebut.

Peristiwa serupa terjadi pada Senin (24/4/2024), ketika Biro Kesehatan Kota Taipei, Taiwan, melakukan pengujian kandungan etilon oksida secara acak terhadap 30 produk mi instan yang beredar di pasar tradisional maupun modern, pedagang eceran, grosir importir, hingga toko makanan khusus Asia Tenggara.

Dari pengujian itu, disebutkan hanya dua produk yang ditemukan kandungan pestisida karsinogen atau residu etilen oksida yang tidak sesuai peraturan.

Dua merek mi instan itu yakni Mie Kari Putih Penang Alai dari Malaysia dan Indomie rasa ayam spesial asal Indonesia.

Untuk itulah, Biro Kesehatan Taipei meminta agar semua produk Mie Kari Putih Penang dengan masa kedaluwarsa 25 Agustus 2023 ditarik dari rak penjualan.

Begitu juga dengan Indomie rasa ayam spesial dengan masa kedaluwarsa 7 Agustus 2023.

Dilansir dari media online di Taiwan, SETN.com, Mie Kari Putih Penang Alai terdeteksi memiliki kandungan etilen oksida sebesar 0,065 mg/kg dan 0,084 mg/kg di dalam kemasan saus.

Sedangkan Indomie rasa ayam spesial ditemukan etilen oksida dalam paket bumbu sebesar 0,187 mg/kg.

Baca juga: Taiwan Sebut Indomie Rasa Ayam Spesial Mengandung Zat Pemicu Kanker, Bos Indofood Buka Suara

Kendati tidak dijelaskan dalam laporan tersebut berapa standar etilen oksida yang diperbolehkan sesuai aturan negara setempat.

Yang pasti, kata Kepala Divisi Obat dan Makanan di Biro Kesehatan Taipei, Chen Yiting, besaran etilen oksida di dua produk mi instan itu tidak sesuai dengan standar kelonggaran residu pestisida yang diatur oleh Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan.

"Berdasarkan hukum telah diperintahkan untuk segera menarik [dua produk] itu dari rak dan pada saat yang sama produsen yang bertanggungjawab dapat dihukum denda kurang dari 200 juta yuan atau setara Rp431 miliar," ucap Chen Yiting seperti dilansir media online di Taiwan, SETN.com.

"Untuk operator akan diperintahkan untuk mengeluarkan produk yang melanggar dari rak dan menghancurkannya," tambahnya.

BPOM harus melakukan investigasi

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, mengatakan Badan POM harus segera melakukan audit dan investigasi atas produk mi instan yang diproduksi PT Indofood tersebut.

Hal itu untuk memastikan apakah mi instan yang dijual di Taiwan juga beredar di Indonesia dan mengandung cemaran etilen oksida.

"Atau produk ekspor itu terjadi kontaminasi zat karsinogenik ketika diproduksi di Indonesia. Tapi BPOM harus pastikan apakah ini ekspor saja atau beredar di Indonesia?" imbuh Tulus Abadi kepada BBC News Indonesia, Selasa (25/4/2023).

Kalaupun nanti hasil audit Badan POM menyebutkan mi instan yang mengandung cemaran etilen oksida itu tidak ada di Indonesia, BPOM juga harus memastikan produk yang ada di dalam negeri aman dikonsumsi.

Baca juga: YLKI Minta BPOM Audit dan Investigasi Produk Indomie yang Ditarik Taiwan

Hingga saat ini Codex Alimentarius Commission (CAC) yang berada di bawah WHO/FAO belum mengatur batas maksimal residu etilen oksida (EtO) dan 2-Kloroetanol (2-CE).

Namun, pedoman yang diterbitkan organisasi tersebut pada tahun 2019 mengatakan apabila belum ada maksimum level dari suatu kontaminan, maka digunakan batas maksimum kontaminan sebesar 0,001 mg/kg atau 1 mikrogram/kg.

Setiap negara menerapkan aturan batas maksimum residu etilen oksida yang berbeda-beda.

Singapura, misalnya, menetapkan residu etilen oksida pada rempah-rempah tidak boleh melebihi 50 parts per million atau ppm. Sedangkan di Amerika Serikat batas maksimalnya 7 ppm dan di Uni Eropa 0,1 ppm.

Menurut pakar teknologi pangan dari Universitas Bakrie, Ardiansyah Michwan, produk yang tidak lolos standar yang ketat di negara lain bukan berarti tidak aman.

"Jadi artinya standar kita mungkin tidak seketat dengan di apa di negara luar misalnya, tapi itu juga dalam batas aman karena sesuai dengan karakteristik orang Indonesia,” ujarnya kepada BBC News Indonesia.

Akan tetapi, bagi Tulus Abadi, meskipun ada perbedaan standar, jangan sampai parameter yang berlaku di Indonesia tertinggal dari negara lain.

"Karena temuan-temuan suatu zat berbahaya kan terus berkembang. Bis saja suatu ketika tidak dinyatakan bahaya, tapi karena ada temuan baru dianggap berbahaya," jelas Tulus Abadi.

Bersamaan dengan audit oleh Badan POM, pihak produsen yakni PT Indofood juga harus terbuka soal bahan baku bumbu yang digunakan dalam produknya.

Anggota pengurus harian YLKI, Sudaryatmo, menduga cemaran itu berasal dari rempah bumbu yang diimpor dari India.

Itu mengapa dia meminta industri mi untuk memperketat pengadaan bahan baku dari impor tidak mengandung bahan berbahaya.

Hingga artikel ini diterbitkan, Badan POM dan PT Indofood belum menanggapi pesan singkat dan telepon dari BBC News Indonesia.

Baca juga: Mie Sedaap Ditarik di Sejumlah Negara, BPOM Didorong Perbarui Standar Keamanan Pangan

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com