JAKARTA, KOMPAS.com - Konflik di Ukraina akibat invasi Rusia telah menyebabkan kenaikan harga pangan hingga energi di Indonesia, kata Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira.
Mayoritas kenaikan harga pangan di dalam negeri, kata Bhima, merupakan implikasi dari terhambatnya perdagangan antara Indonesia dengan Ukraina dan Rusia.
Ukraina merupakan pemasok gandum terbesar bagi Indonesia. Sebaliknya bagi Ukraina, Indonesia adalah negara tujuan ekspor gandum terbesar kedua di dunia setelah Mesir.
Baca juga: Dampak Perang Rusia Vs Ukraina, Harga Gas Eropa Melambung ke Rekor Tertinggi
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, Ukraina memasok 2,96 juta ton gandum atau setara 27 persen dari total 10,29 juta ton yang diimpor Indonesia pada 2020.
Bhima mengatakan, kenaikan harga gandum cepat atau lambat akan berdampak pada konsumen di Indonesia, mengingat gandum merupakan bahan baku dari produk pangan, seperti mi instan dan terigu.
Indonesia sendiri merupakan negara pengonsumsi mi instan terbesar kedua di dunia, dengan total 12,6 miliar porsi pada 2020.
"Dampaknya harga bisa naik, berat bersih produk berkurang, atau menurunkan kualitas," kata Bhima kepada BBC News Indonesia, Jumat (4/3/2022).
Baca juga: Rusia Mulai Rasakan Parahnya Dampak Sanksi dan Boikot atas Serangan ke Ukraina
"Tapi, mi instan kan banyak dikonsumsi juga oleh masyarakat kelas menangah bawah, sehingga kenaikan harga Rp 1.000 saja akan terasa," ujar dia.
Meski Indonesia bisa mencari alternatif produsen gandum lain untuk memenuhi kebutuhan gandum, Bhima mengatakan, prosesnya akan memakan waktu.
Sementara itu, harga gandum akan tetap mengacu pada harga yang ditetapkan secara global, sehingga kenaikannya tidak bisa dihindari.
Setelah invasi ke Ukraina terjadi, harga gandum global naik sebesar 5,35 persen menjadi 9,84 dollar AS atau sekitar Rp 141.373 per gantang. Kenaikan itu merupakan yang tertinggi sejak 2008.
Baca juga: Sekjen PBB Desak Putin Hentikan Perang atas Nama Kemanusiaan, Peringatkan Dampak Global Aksinya
Secara global, perang di Ukraina adalah bencana bagi dunia yang akan menyebabkan berkurangnya pertumbuhan ekonomi global, kata Presiden Bank Dunia kepada BBC.
"Perang di Ukraina terjadi pada saat yang buruk bagi dunia karena inflasi sudah naik," kata David Malpass.
Ia menekankan keprihatinan terbesar adalah jatuhnya korban jiwa yang masih terus meningkat.
Ribuan warga sipil dan tentara diperkirakan meninggal akibat pertempuran sejauh ini.
Baca juga: Gambar-gambar Tunjukkan Parahnya Dampak Terjangan Badai Eunice di Seluruh Eropa
Malpass mengatakan, dampak ekonomi dalam perang menyebar di luar Ukraina dan menyebabkan naiknya harga energi khususnya, sehingga menghantam kelompok miskin, serta mengakibatkan inflasi.
Harga bahan pangan telah naik akibat perang dan menjadi masalah bagi rakyat di negara-negara miskin.