"Kabel bawah laut kita rentan, dan telah terjadi kecelakaan selama bertahun-tahun," kata dia.
Mani menyoroti putusnya beberapa kabel internet bawah laut akibat gempa bumi di dekat Taiwan pada 2006, menyisakan satu kabel yang menghubungkan Hong Kong ke seluruh dunia.
"Butuh waktu 45 hari untuk memperbaiki kabel lainnya, dan sangat beruntung salah satunya berhasil bertahan. Bayangkan 45 hari tanpa internet untuk Hong Kong dan wilayah yang lebih luas," jelas dia.
Itu akan menjadi bencana besar, tidak hanya untuk Hong Kong tetapi juga untuk seluruh dunia.
Baca juga: Saingi Krakatau, Letusan Gunung Tonga Jadi Ledakan Terbesar di Atmosfer yang Pernah Tercatat
Hong Kong, seperti Singapura, adalah pusat keuangan yang jika ada kerugian secara efektif akan menyebabkan malapetaka ekonomi dunia.
"Kita tidak memiliki cadangan lebihnya. Jika terjadi kesalahan, tidak ada suku cadang untuk mengisi kekosongan. Dan satelit kita, dalam kondisinya saat ini, hanya dapat menangani sekitar 3 persen komunikasi global," kata Mani.
Tidak ada yang bisa kita lakukan untuk menghentikan gempa bumi.
Komisi Oseanografi Antarpemerintah dan UNESCO telah menyiapkan sistem peringatan dini untuk peristiwa seperti tsunami.
Sudah ada juga Layanan Peringatan Navigasi Seluruh Dunia yang memperingatkan pelayaran maritim tentang bencana meteorologi atau geologis.
Penjaga pantai Jepang adalah koordinator yang ditunjuk untuk wilayah yang mencakup Selat Malaka.
Adapun untuk gunung berapi, mungkin suatu hari nanti kita bisa mencegah letusan dengan memanipulasi magma di bawahnya, tetapi kita masih jauh untuk membuat kemungkinan itu menjadi nyata.
Untuk saat ini, pemantauan dan prediksi erupsi gunung berapi harus dilakukan dengan lebih baik. Pemberitahuan letusan beberapa jam saja akan membuat perbedaan besar.
Seperti yang diperingatkan Mani, Indonesia memiliki lebih banyak gunung berapi daripada tempat lain di dunia, dan banyak di antara gunung-gunung itu yang belum diamaati dengan baik oleh ahli vulkanologi dunia.
Baca juga: Elon Musk Sumbang 50 Terminal Satelit ke Tonga untuk Pulihkan Komunikasi
Di tempat lain, persiapan terbaik adalah diversifikasi. Semakin banyak satelit internet, akan semakin membantu.
Negara-negara sekitar juga akan memperkuat ketahanan mereka dengan memasang kabel bawah laut baru yang mengambil rute berbeda dari yang sudah ada.
China tampaknya mengambil pendekatan ini. Selama bertahun-tahun, China telah mencoba membangun kanal melintasi Thailand selatan, meniadakan kebutuhan untuk melewati Selat Malaka.
Kanal Thailand, seperti yang diketahui, akan mengurangi biaya energi dengan menyediakan jalan pintas untuk transportasi minyak mentah, tetapi juga akan menambah ketahanan yang signifikan bagi pelayaran China.
Meskipun CCCP dianggap melihat ketahanan ini dalam istilah geopolitik, ini mungkin juga menjadi polis asuransi yang berguna untuk pelayaran global.
Menemukan cara untuk mengurangi ketergantungan mereka pada titik-titik menyempit seperti Selat Malaka, kata Ben Bland, direktur program Asia-Pasifik Chatham House, "pastilah menjadi sesuatu yang telah dipikirkan oleh banyak pemerintah di Asia".
Badan-badan pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Singapura yang relevan dengan masalah ini tidak menanggapi permintaan komentar dari BBC Future, tetapi mereka diyakini sudah memiliki sejumlah perencanaan darurat.
Baca juga: Setelah Diterjang Tsunami, Tonga Giliran Harus Lockdown akibat Covid-19
Siapa pun yang mendapat manfaat dari Selat Malaka –dan jika Anda membaca ini, Anda termasuk dalam kategori itu– harus berharap bahwa rencana-rencana itu pada akhirnya tidak akan pernah dibutuhkan.
Versi bahasa Inggris artikel ini dengan judul Malacca Strait: How one volcano could trigger world chaos dapat Anda baca di BBC Future.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.