Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Derita Ratusan WNI Pemetik Buah di Inggris, Terbelit Utang Kini Berjuang Cari Bantuan Diplomatik

Kompas.com - 06/12/2022, 15:01 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Guardian

LONDON, KOMPAS.com - Lebih dari 200 pemetik buah Indonesia telah mencari bantuan diplomatik sejak Juli setelah menghadapi kesulitan bekerja di Inggris musim ini.

The Guardian berbicara dengan sepasang pekerja yang dikirim ke sebuah pertanian di Skotlandia yang memasok beri ke M&S, Waitrose, Tesco dan Lidl.

Warga Negara Indonesia (WNI) pemetik buah di Inggris itu mengklaim dikirim kembali ke karavan jika mereka tidak bisa bekerja cukup cepat. Alhasil, mereka terbelit utang besar.

Kedutaan Besar Indonesia menyatakan jumlah orang yang mengalami masalah sebenarnya cenderung jauh lebih tinggi. Pasalnya, banyak yang mencari bantuan atas nama beberapa pekerja di pertanian yang sama, sementara yang lain malu meminta bantuan.

Baca juga: POPULER GLOBAL: Covid-19 Varian Delta Tiba-tiba Hilang di Jepang | Upah Per Jam untuk Pemetik Buah Indonesia di Australia

Apa yang terjadi?

Masalah yang paling umum dilaporkan adalah kurangnya pekerjaan di pertanian, terutama bagi mereka yang datang sangat terlambat di musim ini. Beberapa pekerjaan bahkan tidak dimulai sampai panen akhirnya selesai.

Akhirnya, para WNI pemetik buah di Inggris hanya memiliki sedikit kesempatan untuk membayar utang, yang mereka keluarkan saat mendaftar pekerjaan ini.

Seorang pria yang mulai di Castleton Farm di Aberdeenshire pada Juli mengatakan telah berulang kali dikirim kembali ke karavan, setelah hanya beberapa jam di lapangan.

Dia mengaku kesulitan memilah buah sehingga tidak dapat memenuhi target, akhirnya sekarang dia sangat berutang.

Padahal untuk bisa datang ke Inggris, dia meminjam uang pada April untuk membayar agen lokal di Jawa senilai lebih dari 4.650 poundsterling (Rp 88 juta).

Namun, ternyata hanya ada sedikit pekerjaan yang bisa dilakukannya di Skotlandia dan dia hanya mendapat 200 poundsterling per minggu.

WNI pemetik buah itu kini menganggur, tapi masih memiliki beban utang 1.700 poundsterling (Rp 32 juta).

Baca juga: Jenazah WNI Korban Penembakan di Pennsylvania Dipulangkan ke Indonesia

Bantahan perusahaan di Inggris

Ross Mitchell, direktur pelaksana Castleton Fruit, mengatakan tidak dapat mengomentari kasus-kasus tertentu.

Tetapi pertanian itu mengaku “memiliki prosedur disiplin seperti yang dilakukan semua pengusaha untuk menangani masalah terkait kinerja,” yang diaudit tiap tahun.

Dia mengatakan kesejahteraan pekerja adalah yang “paling penting.” Menurutnya, Castleton Fruit mempekerjakan hampir 1.000 orang setiap tahun, dengan 70 persen diantaranya kembali dipekerjakan.

Dilaporkan tahun ini ada 106 pekerja dari Indonesia pertanian itu. Setidaknya 70 masih ada di sana, dengan rata-rata bekerja tiap minggu 41,81 jam. Gaji kotor mingguan mereka rata-rata 450,68 poundsterling (Rp 8,5 juta), sebelum dipotong biaya akomodasi.

Mitchell mengatakan pertanian itu khawatir tentang "pembayaran yang diminta oleh agen pihak ketiga."

Adapun pihaknya mengaku mengandalkan "agen yang disetujui untuk melakukan uji tuntas, untuk memastikan bahwa para pekerja tidak membayar biaya berlebihan".

Castleton Fruit mengatakan pertama kali mengetahui tuduhan yang dibuat pekerja asal Indonesia saat mereka sudah berada di pertanian.

Perusahaan itu pun mengaku “sangat prihatin” dan segera melaporkannya kepada agen, pihak berwenang dan pelanggan. "Kami berharap badan yang relevan akan membahas masalah ini," ujar Mitchell.

Baca juga: Curhat Pemetik Buah Asing di Australia: Seperti Perbudakan Modern

Agen pihak ketiga

Lebih dari 1.450 orang Indonesia datang ke Inggris di bawah visa pekerja musiman, menurut angka terbaru.

Mereka dipasok oleh perekrutan AG, salah satu dari empat lembaga Inggris yang dilisensikan untuk merekrut menggunakan skema tersebut.

Gangmasters dan Badan Penyalahgunaan Buruh (GLAA) telah menyelidiki rekrutmen AG Indonesia sejak Agustus.

Wali pekerja ketika itu mengungkapkan banyak pekerja mengambil utang hingga 5.000 poundsterling (Rp 95 juta) dari broker asing tanpa berizin, untuk bekerja di Inggris selama satu musim.

AG membantah melakukan kesalahan dan mengatakan tidak tahu apa-apa tentang pialang Indonesia yang menagih uang.

Seorang pejabat kedutaan Indonesia yang memberi dukungan bagi pekerja di Inggris mengatakan pada awalnya para WNI itu mencari bantuan atas status imigrasi.

“Saat ini kebanyakan orang menghubungi kami karena tidak ada lagi pekerjaan di perkebunan. Mereka mencoba mentransfer (pekerjaan), tetapi AG memberitahu mereka bahwa tidak ada pekerjaan lain," ujarnya.

The Guardian sebelumnya melaporkan bahwa AG tidak memiliki pengalaman sebelumnya di Indonesia dan mencari bantuan dari tenaga kerja Al Zubara yang berbasis di Jakarta.

Baca juga: Pemetik Buah di Australia Minta Kenaikan Gaji, Pemilik Kebun Tak Sepakat

Menurut salah satu agen Al Zubara, agen itulah yang pada gilirannya pergi ke broker di pulau-pulau lain, yang disebut membebankan biaya selangit kepada orang-orang yang menjadi targetnya.

Direktur AG Douglas Amesz mengatakan: “Pekerja tidak boleh membayar biaya kepada siapa pun untuk menerima pekerjaan di Inggris; Ini adalah hukum Inggris.”

AG mengatakan telah bekerja erat dengan kedutaan sementara para pekerja Indonesia berada di Inggris dan tidak mengenali sosok lebih dari 200 mencari bantuan. Sebagian kecil dari jumlah itu telah dibantu dan "sebagian besar pekerja memiliki masalah yang sangat kecil".

Al Zubara membantah bertanggung jawab

Direktur Al Zubara Yulia Guyeni mengatakan tidak mengetahui soal pialang yang mengenakan biaya lebih dari jumlah yang disepakati untuk penerbangan dan visa.

AG, kata dia, bertanggung jawab untuk mencari pertanian di Inggris dan bahwa "kami mengirim pekerja berdasarkan permintaan dari AG".

Terkait masalah penagihan yang berlebihan, Guyeni mengklaim pemerintah Indonesia telah menyelidiki "dan menyimpulkan bahwa kami (Al Zubara) belum melakukan kesalahan".

"Kami hanya mengenakan biaya berdasarkan perjanjian penempatan yang ditandatangani oleh para pekerja," ujar Direktur Al Zubara dilansir dari Guardian.

Lebih lanjut menurutnya, pekerja seharusnya mengetahui biaya yang tepat karena ada di dokumen.

“Ini bukan tanggung jawab kita karena kita tidak mendorong mereka untuk berutang. Mereka cukup tua dan harus bertanggung jawab untuk menyadari konsekuensi dari utang,” ujar Guyeni.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Saat Dokter Jantung Ladeni Warganet yang sebut Non-Perokok Sebagai Pecundang...

Saat Dokter Jantung Ladeni Warganet yang sebut Non-Perokok Sebagai Pecundang...

Global
Agungkan Budaya Gila Kerja, Petinggi Mesin Pencari Terbesar China Malah Blunder

Agungkan Budaya Gila Kerja, Petinggi Mesin Pencari Terbesar China Malah Blunder

Global
Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia Demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia Demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Global
Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Global
100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

Global
Jeda Pengiriman Senjata AS Tak Berdampak, Israel Terus Gempur Rafah

Jeda Pengiriman Senjata AS Tak Berdampak, Israel Terus Gempur Rafah

Global
Kontestan Israel Lolos ke Final Kontes Lagu Eurovision, Tuai Kecaman

Kontestan Israel Lolos ke Final Kontes Lagu Eurovision, Tuai Kecaman

Global
Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Global
Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Global
Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Global
PRT di Thailand Ini Ternyata Belum Pasti Akan Terima Warisan Rp 43,5 Miliar dari Majikan yang Bunuh Diri, Kok Bisa?

PRT di Thailand Ini Ternyata Belum Pasti Akan Terima Warisan Rp 43,5 Miliar dari Majikan yang Bunuh Diri, Kok Bisa?

Global
Rangkuman Hari Ke-806 Serangan Rusia ke Ukraina: Presiden Pecat Pengawalnya | Serangan Drone Terjauh Ukraina

Rangkuman Hari Ke-806 Serangan Rusia ke Ukraina: Presiden Pecat Pengawalnya | Serangan Drone Terjauh Ukraina

Global
Meski Diprotes di Kontes Lagu Eurovision, Kontestan Israel Maju ke Final

Meski Diprotes di Kontes Lagu Eurovision, Kontestan Israel Maju ke Final

Global
Tasbih Antikuman Diproduksi untuk Musim Haji 2024, Bagaimana Cara Kerjanya?

Tasbih Antikuman Diproduksi untuk Musim Haji 2024, Bagaimana Cara Kerjanya?

Global
Kata Netanyahu Usai Biden Ancam Setop Pasok Senjata ke Israel

Kata Netanyahu Usai Biden Ancam Setop Pasok Senjata ke Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com