Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Presiden Afghanistan Sebut Kesepakatan Trump dan Taliban adalah Bencana

Kompas.com - 15/08/2022, 15:31 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

ABU DHABI, KOMPAS.com - Mantan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani sepakat bahwa kesepakatan Trump dan Taliban, terkait penarikan pasukan AS dari Afghanistan adalah bencana.

Selama penampilannya dalam wawancara di "Fareed Zakaria GPS" CNN, Ghani mengatakan bahwa dia sudah kritis soal bagaimana pemerintah Afghanistan disingkirkan dari awal pembicaraan.

Ditanya apakah menurutnya kesepakatan Trump dengan Taliban adalah bencana?”, Ghani menjawab: “Memang”.

Baca juga: Satu Tahun Pengambilalihan Afghanistan oleh Taliban: Warga Hampir Miskin Universal Sementara Dunia Berpaling

Mantan Presiden Afghanistan yang melarikan diri itu menambahkan bahwa dia yakin keterlibatan pemerintah Afghanistan dari proses perundingan itu “dibajak.”

“Kami dikeluarkan dari meja perdamaian, dan proses perdamaian sangat cacat. Asumsi bahwa Taliban telah berubah—adalah khayalan,” tambahnya dilansir dari The Hill pada Minggu (14/8/2022).

“Prosesnya melanggar segala hal—dari Acheson dan Marshall hingga Kissinger dan Baker, mengenai persiapan, mengenai organisasi, kami tidak pernah berdiskusi. Itu semua permainan.”

Ghani juga mengatakan kepada Zakaria bahwa Trump awalnya mengatakan strategi Afghanistan dan Asia Selatannya akan menjadi pernyatakan kesepakatan.

“Perjanjian ini seharusnya bersyarat. Tapi tak satu pun dari syarat inti dicermati. Pemerintah, mitra kami, pemerintah AS menjadi penegak perjanjian Taliban atas kami, mengancam kami dengan penghentian bantuan, dengan segala bentuk tekanan yang mungkin untuk membebaskan 5.000 penjahat paling kejam, dan sebagainya,” Ghani memberi tahu Zakaria.

Baca juga: Setahun Taliban Berkuasa, Ini Rentetan Hak-hak Perempuan Afghanistan yang Direnggut

Pernyataan Ghani datang hampir satu tahun penarikan pasukan AS dari Afghanistan yang kacau, setelah eksekusi perjanjian oleh pemerintahan Joe Biden.

Penarikan pasukan menyebabkan Taliban mendapatkan kembali kendali penuh atas negara itu. Akibatnya, ribuan warga Afghanistan mati-matian melarikan diri dari negara itu karena ketakutan.

Kini negara itu memiliki tingkat pengangguran yang tinggi, lonjakan kerawanan pangan dan kemunduran bagi perempuan yang mencari pendidikan.

Pembelaan soal pelarian dirinya

Ghani, yang melarikan diri dari negaranya sendiri di tengah kekacauan, mengatakan kepada Zakaria bahwa dia berharap untuk kembali ke Afghanistan dalam waktu dekat.

“Saya ingin bisa membantu negara saya sembuh,” kata Ghani.

"Dan saya berharap dapat melakukan itu dari tempat di mana setiap sel tubuh saya berada dan tanpanya saya selalu merasa asing."

Baca juga: Pengakuan Menteri Pertahanan Inggris: 20 Tahun Operasi di Afghanistan Gagal

Ghani, yang adalah presiden Afghanistan dari 2014 hingga Taliban kembali berkuasa, juga membela keputusannya untuk melarikan diri dari Kabul saat para pemberontak mengepung ibu kota.

Dia telah dikritik habis-habisan karena pergi. Tetapi kepada CNN dia mengklaim bahwa menteri pertahanannya mengatakan kota itu tidak bisa lagi dipertahankan.

"Alasan saya pergi adalah karena saya tidak ingin memberikan kesenangan kepada Taliban dan pendukung mereka untuk sekali lagi mempermalukan seorang presiden Afghanistan," kata Ghani, merujuk pada mantan presiden Mohammad Najibullah, yang menjabat dari 1986 hingga 1992.

Pemimpin era komunis itu ditangkap, disiksa dan dibunuh oleh Taliban ketika mereka merebut Kabul pada 1996.

"Saya tidak pernah takut," tegas Ghani. "Aku yang terakhir pergi."

Pria berusia 73 tahun itu juga mengatakan bahwa lingkungan sekitarnya di Arg, istana kepresidenan Afghanistan, menjadi tidak aman.

Dia menuduh bahwa salah satu juru masak di kediamannya telah ditawari 100.000 dollar AS (Rp 1,4 miliar) untuk meracuninya.

Baca juga: Kembali ke Afghanistan, Tentara Berbahaya Ini Dapat Fasilitas Mewah dan Dibiayai Taliban

Tetapi sementara Ghani, yang sekarang tinggal di pengasingan di Uni Emirat Arab, menyerang kurangnya dukungan Barat untuk pemerintahnya, dia menolak mengatakan apakah dia merasa "dikhianati" oleh AS.

"Saya tidak menggunakan kata-kata seperti itu," katanya sebagaimana dilansir BBC.

"Saya tidak memiliki kemewahan untuk terlibat dalam menyalahkan atau membahas pengkhianatan. Negara adidaya, kekuatan besar, memutuskan berdasarkan kepentingan nasional mereka. Yang saya harap adalah mereka telah mempertimbangkan implikasinya."

Ghani juga kembali membantah tuduhan bahwa ia melarikan diri dengan 5 dollar AS (Rp 73,6 miliar) yang dijarah dari istana presiden, dan puluhan juta lebih dari lemari besi di Direktorat Keamanan Nasional.

"Ini adalah bagian dari kampanye disinformasi," katanya. "Mereka telah menyelidiki dan tidak menemukan apa pun."

Pekan lalu, sebuah laporan kongres AS menyimpulkan bahwa sangat tidak mungkin Ghani dan stafnya mengangkut sejumlah besar uang tunai dengan helikopter pelarian selama evakuasi hiruk pikuk Kabul.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com