Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Disebut Bisa Kolaps jika Terus Bergantung pada Gandum Impor

Kompas.com - 12/08/2022, 15:28 WIB
BBC News Indonesia,
Irawan Sapto Adhi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia disebut bakal "kolaps" jika tidak segera memperkuat diversifikasi pangan di tengah meningkatnya konsumsi masyarakat pada gandum yang berasal dari impor.

Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengatakan konsumsi gandum di Indonesia dalam 30 tahun mendatang bisa mencapai 50 persen atau mengalahkan beras.

Di Indonesia gandum impor dipergunakan untuk pangan yang populer seperti mi instan, pasta, roti, biskuit, dan bakmi basah.

Baca juga: Kapal Ekspor Gandum Pertama Ukraina Berangkat dari Pelabuhan Odessa

Dwi Andreas Santosa mencatat angka konsumsi pangan lokal dari gandum di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun.

Kalau pada 1970-an porsi pangan lokal dari gandum di bawah 5 persen, pada 2010 sudah di angka 18 persen.

Selang 10 tahun kemudian atau pada 2020, menurut data yang dimiliki Andreas, konsumsi gandum di masyarakat mencapai 26 persen dan tahun ini lebih dari 27 persen.

Membesarnya tingkat konsumsi gandum ini, kata dia, disebabkan beberapa hal.

Pertama, karena harganya murah.

Sebelum konflik Ukraina dan Rusia meletus, harga tepung gandum berada di kisaran antara Rp8.500-Rp9.000. Sementara tepung sorgum dan tapioka berkisar di antara Rp16.000-Rp30.000 perkilogram.

Bahkan jika dibandingkan dengan beras kualitas medium, masih lebih murah.

"Lebih rendah dibanding beras medium yang harganya Rp10.400," ujar Dwi Andras Santosa kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Kamis (11/8/2022).

Baca juga: Taipan Gandum Ukraina Tewas Disambar Rudal Rusia dalam Serangan di Mykolaiv

Kedua, karena sesuai dengan selera orang Indonesia.

"Gandum ini mengubah selera dan pola makan. Itu dilakukan industri gandum puluhan tahun dengan mengeluarkan dana ratusan triliun. Anak sekarang disuruh makan pecel yang merupakan pangan lokal kita mau tidak? Tidak kan. Tapi kalau ditawari pizza, pasti langsung mau," sambungnya.

Ketiga, tidak adanya diversifikasi pangan. Sejak kebijakan menjadikan beras sebagai makanan pokok nasional di masa pemerintahan Orde Baru, konsumsi bahan pangan lokal seperti sagu, jagung, dan sorgum menurun.

Namun belakangan, konsumsi beras nasional juga mulai turun dan telah tergeser oleh gandum.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com