Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Opini Publik Taiwan Terbelah karena Kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi…

Kompas.com - 03/08/2022, 13:31 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Guardian

Talk radio bahkan membahas persiapan dan rencana pelarian, dan memandu pendengar melewati kecemasan mereka yang semakin meningkat.

Pada satu titik, lebih dari 300.000 orang di seluruh dunia melacak penerbangannya di FlightRadar24, sebelum situs itu “down” karena beban.

Ratusan warga sipil berkumpul di beberapa situs kota untuk menyambut atau memprotes kedatangannya.

Di luar bandara, kelompok kemerdekaan Taiwan memegang spanduk bertuliskan "Saya cinta Pelosi" dan "tutup mulut China".

Kerumunan terbesar berkumpul di luar Grand Hyatt, tempat Pelosi akan menginap. Jumlah massanya lebih besar dari yang diperkirakan dan menarik kehadiran polisi yang besar, tetapi tetap damai.

Baca juga: Korea Utara Ikut Komentari Kunjungan Ketua DPR AS di Taiwan

Sementara itu, pengunjuk rasa yang terorganisasi dengan damai, tapi riuh memegang spanduk yang menyebut Pelosi sebagai penghasut perang. Ada juga yang meneriakkan "Yankee pulang" dari seberang jalan menurut laporan Guardian.

Orang-orang bertubuh tinggi berkeliaran di kerumunan dengan memakai kamera tubuh atau memegang telepon tinggi-tinggi, memotret wajah-wajah di antara kerumunan.

Tidak jauh dari jalan itu, dipisahkan dari kelompok lain oleh barisan yang lebar dan puluhan polisi, massa oposisi meneriakkan “PKC pergi!” mengacu pada partai yang berkuasa di China.

Momen paling berbahaya

Analis di dalam dan luar negeri Taiwan mengatakan, kunjungan itu adalah momen paling berbahaya dalam ketegangan lintas selat selama beberapa dekade. Krisis selat Taiwan terakhir berlangsung beberapa bulan hingga 1996.

Tahun berikutnya, salah satu pendahulu Pelosi Newt Gingrich mengunjungi pulau itu. Akhirnya, Beijing menelan kekesalannya, tapi itu 26 tahun yang lalu.

Baca juga: 21 Jet Tempur China Terbang ke Zona Pertahanan Taiwan Saat Ketua DPR AS Berkunjung

Sekarang, Taiwan menghadapi tetangga yang jauh lebih makmur dan tegas yang mengeklaim kedaulatannya dan merupakan mitra dagang terbesarnya.

Pemerintah pulau itu pun memiliki kepentingan untuk menyeimbangkan keinginan menjaga keamanan status quo dan menghindari konflik sambil tetap membangun hubungan internasional.

Di Taipei, Blair Lo, seorang pekerja industri biomedis, mengatakan, pemerintah tidak bisa terus mempertahankan status quo. Dengan China di sisi lain, “status quo tidak pernah berarti hal yang sama”, katanya dilansir dari Guardian.

Pandangannya menggemakan pandangan Lo Chih-Cheng, seorang legislator dari Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasa, yang mengatakan kepada forum Taipei pekan lalu bahwa Taiwan membutuhkan pendekatan alternatif terhadap China.

“Keterlibatan dengan China tidak apa-apa, tetapi jangan berharap kami dapat mengubah China dengan terlibat dengan China,” katanya.

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com