"Karena itu, kami harus gesit."
Baca juga: The Fed Agresif Naikkan Suku Bunga Acuan, Respons Pasar, dan Dampaknya bagi Indonesia
Kenaikan harga barang di AS telah terjadi sejak tahun lalu. Namun saat itu, Powell mengeklaim itu disebabkan oleh masalah rantai pasokan.
Akan tetapi, inflasi terus meningkat tajam sejak saat itu, disebabkan oleh perang di Ukraina dan lockdown di China akibat pelonjakan kasus Covid.
Survei terbaru menunjukkan publik memperkirakan inflasi akan terus memburuk, meskipun The Fed telah meresponsnya dengan menaikkan suku bunga.
"The Fed menghadapi tes kredibilitas inflasi," kata ekonom David Backworth, peneliti senior dari Mercatus Center di Universitas Goerge Mason.
Baca juga: Jinakkan Inflasi, The Fed Menaikkan Suku Bunga 0,75 Persen pada Juni 2022
Warga AS, Ignacio Lopez, sangat ingin melihat inflasi terkendali.
Selama 18 bulan terakhir, koki yang berbasis di Boston itu terdampak kenaikan harga makanan saat dia membeli makanan untuk restorannya.
Harga barang-barang dengan rantai pasokan yang rumit, seperti barang kemasan dan keju impor, sangat tertekan, katanya.
"Ini gila dan tidak berhenti. Setiap minggu semuanya naik," katanya.
Para pelaku usaha telah menaikkan harga produk mereka demi mengimbangi biaya, namun Lopez berkata dia tidak bisa menaikkan harga makanannya terlalu tinggi karena khawatir kehilangan pelanggan.
Baca juga: Harga Bitcoin dkk Menguat Usai The Fed Menaikkan Suku Bunga
Dia khawatir kenaikan suku bunga tidak akan membantu, sebab permintaan konsumen tetap lemah karena Covid, yang membatasi pertemuan setelah bekerja yang biasanya mendorong roda bisnisnya.
"Kami hanya akan terus mengelolanya seketat mungkin, berusaha untuk tidak menaikkan harga di luar pasar kami dan berharap semuanya tenang," katanya.
Terakhir kali The Fed menaikkan suku bunga setinggi ini adalah hampir 30 tahun lalu, pada 1994.
Karena lambat bertindak, dan kini bergerak lebih agresif untuk mengejar ketertinggalan, pembuat kebijakan di AS menghadapi potensi bahwa langkah mereka justru menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi, menurut Daco.
"Saya tidak akan terkejut bahwa sekitar pergantian tahun kita menghadapi pertumbuhan (ekonomi) terhenti dan kita cukup dekat dengan resesi, dengan tingkat pengangguran meningkat dan tidak lagi menurun."
Baca juga: Wall Street Berakhir Hijau Usai The Fed Umumkan Kenaikkan Suku Bunga 75 Basis Poin
Dengan membuat kredit kian mahal, kenaikan suku bunga ini akan memperlambat aktivitas ekonomi, membuat permintaan lesu dan secara teori, mengurangi tekanan harga.
Proyeksi yang dirilis oleh The Fed memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan melambat menjadi sekitar 1,7 persen tahun ini, lebih rendah dari perkiraan mereka sebelumnya pada Maret.
Tingkat pengangguran yang saat ini sebesar 3,6 persen, diperkirakan akan meningkat menjadi 3,7 persen dan mencapai 4,1 persen pada 2024.
Dengan kenaikan suku bunga terbaru, suku bunga pinjaman yang dikenakan bank akan kembali ke posisi semula pada 2019, atau relatif rendah menurut data historis.
Namun kenaikan suku bunga selama beberapa bulan terakhir, telah terasa dampaknya.
Suku bunga yang lebih tinggi telah membantu meningkatkan permintaan terhadap dollar AS. Imbasnya, nilai tukar dollar AS naik 10 persen sejak awal tahun, sedangkan nilai tukar mata uang lain melemah.
Penjualan rumah juga melambat drastis karena suku bunga hipotek mengikuti suku bunga Fed yang lebih tinggi.