KOLOMBO, KOMPAS.com – Pekan lalu, RMR Lenora terjebak antrean panjang di luar kantor Departemen Imigrasi dan Emigrasi Sri Lanka selama dua hari lamanya.
Perempuan yang bekerja di pabrik garmen tersebut rela mengantre sangat lama demi mendapatkan paspor kemudian berkesempatan meninggalkan negaranya yang dilanda krisis ekonomi parah.
Dia memutuskan untuk melamar pekerjaan sebagai asisten rumah tangga (ART) di Kuwait setelah suaminya dipecat dari sebuah restoran kecil tempat dia bekerja sebagai juru masak.
Baca juga: Sri Lanka Izinkan PNS Kerja Empat Hari Seminggu, Sisa Waktunya Diminta untuk Bertani
“Suami saya kehilangan pekerjaan karena tidak ada gas untuk memasak dan biaya makanan meroket. Sangat sulit untuk mencari pekerjaan dan gajinya sangat rendah,” kata Lenora.
Dia menambahkan, penghasilannya saat ini adalah 2.500 rupee Sri Lanka (sekitar Rp 100.000) sehari, sebagaimana dilansir Reuters, Kamis (16/6/2022).
“Dengan dua anak itu tidak mungkin,” tutur Lenora.
Pekan lalu, berbekal baju ganti dan payung untuk menahan terik matahari, Lenora naik kereta api dari Kota Nuwara Eliya dan melakukan perjalanan sejauh 170 kilometer ke Kolombo untuk membuat paspor di Departemen Imigrasi dan Emigrasi.
Setibanya di sana, dia ikut antrean panjang yang mengular bersama buruh, pemilik toko, petani, pegawai negeri, dan ibu rumah tangga.
Baca juga: Sri Lanka Bangkrut, Sebagian Warganya Lari ke Luar Negeri, termasuk Pegawai Negeri
Beberapa dari orang-orang yang mengantre itu sudah berkemah semalam. Mereka ingin melarikan diri dari krisis keuangan terburuk yang melanda Sri Lanka dalam tujuh dekade.
Dalam lima bulan pertama tahun ini, Sri Lanka telah mengeluarkan 288.645 paspor. Padahal pada periode yang sama pada tahun lalu, Sri Lanka hanya menerbitkan 91.331 paspor.
Sri Lanka saat ini kekurangan makanan, gas untuk memasak, bahan bakar, dan obat-obatan, akibat salah urus ekonomi dan pandemi Covid-19 menyedot habis cadangan devisanya.
Depresiasi mata uang, inflasi lebih dari 33 persen, serta kekhawatiran ketidakpastian politik dan ekonomi yang berkepanjangan mendorong banyak orang untuk bermigrasi.
Pemerintah Sri Lanka di sisi lain juga ingin mendukung lebih banyak orang yang mau bekerja di luar negeri untuk meningkatkan devisa.
Baca juga: Krisis Sri Lanka Makin Buruk, Ribuan Anak Berisiko Meninggal
Di dalam Departemen Imigrasi dan Emigrasi, seorang pejabat senior mengatakan bahsa 160 anggota stafnya kewalahan memenuhi permintaan paspor.
Departemen tersebut memperketat keamanan, memperluas jam kerja, dan melipatgandakan jumlah paspor yang dikeluarkan.