Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Saidiman Ahmad
Peneliti Politik dan Kebijakan Publik

Peneliti Politik dan Kebijakan Publik Saiful Mujani Research and Consulting; Alumnus Crawford School of Public Policy, Australian National University.

Masjid di Amerika

Kompas.com - 14/06/2022, 11:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Khatib ini adalah professor yang mengajar perbandingan agama di sejumlah universitas di Amerika. Namanya Prof. Daud.

Saya ceritakan pengalaman pertama mendengarkan khotbah Jumat ini ke Dr. Ahmed Soboh, Direktur Chino Valley Islamic Center (CVIC), komunitas Muslim di Chino Hill, California.

Sang direktur menjelaskan bahwa pada umumnya imam dan khatib di Amerika memang akan tampil rasional dan berusaha menjawab persoalan yang dihadapi warga sehari-hari.

Dia sendiri akan membawa tema-tema aktual yang diminati anak-anak muda seperti isu lingkungan, teknologi, toleransi, dan lain-lain.

Menurut dia, seorang pemuka agama, harus tampil logis dan bisa menjawab pertanyaan yang muncul. Hanya dengan itu, Islam bisa relevan di tengah free market of religions.

Dia menambahkan bahwa masjid-masjid di Amerika pernah mengalami persoalan kurangnya imam dan khatib. Karena itu, banyak masjid yang mendatangkan imam dan khatib dari luar negeri.

Ternyata, menurut dia, cara seperti ini kurang ideal. Para khatib impor itu umumnya kurang memahami bahasa dan kultur masyarakat, terutama anak muda setempat.

Khotbah agama kurang bisa menampung kebutuhan lokal. Karena itu, sekarang mulai muncul generasi imam dan khatib yang lahir dan tumbuh di Amerika.

Mereka paham bahasa umat yang dipimpinnya. Tidak ada jarak budaya antara imam dan jamaah.

Seorang imam bisa memimpin sholat, tapi pada saat yang sama juga bisa ikut bermain basket dan hiking.

Masjid yang dikelola Dr. Soboh adalah bangunan di atas lahan yang cukup luas. Di dalamnya terdapat ruang untuk sholat, aula pertemuan, lapangan basket, kelas-kelas sekolah minggu, dan dua ruangan untuk main game.

Main game? Ya, main game. Dia menjelaskan bahwa di luar masjid, ada banyak sekali pilihan bagi anak-anak untuk didatangi.

Harus ada alasan yang kuat bagi mereka untuk mau mampir ke masjid. Kalau game bisa menjadi alasan bagi anak-anak untuk datang dan betah ke masjid, mengapa tidak disediakan fasilitasnya.

Maka dibuatlah dua kamar khusus untuk main game lengkap dengan semua fasilitas penunjang.

Main free fire atau mobile legends sebelum azan berkumandang, kenapa tidak? Main basket setelah ashar juga asyik.

Di dalam masjid, ada pemandangan yang tidak biasa. Pada umumnya masjid, seperti masjid-masjid di Indonesia, ada garis batas antara ruang ibadah perempuan dan laki-laki.

Di masjid ini, ada sebagian yang diberi dinding pemisah dan sebagian lagi dibiarkan terbuka. Jamaah perempuan diberi pilihan.

Dr. Soboh menjelaskan bahwa hal itu secara sengaja dibuat untuk menampung aspirasi umat Islam yang beragam.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Global
143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

Global
Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com