Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Saidiman Ahmad
Peneliti Politik dan Kebijakan Publik

Peneliti Politik dan Kebijakan Publik Saiful Mujani Research and Consulting; Alumnus Crawford School of Public Policy, Australian National University.

Masjid di Amerika

Kompas.com - 14/06/2022, 11:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SIANG di hari Jumat musim panas yang sejuk itu, saya duduk bersama jamaah mendengarkan khotbah di masjid IMAAM Center, Maryland, Amerika Serikat.

Di atas mimbar, seorang khatib berjenggot tebal mencoba menjawab pertanyaan mengapa Tuhan seperti diam saja pada tragedi kemanusiaan yang menimpa sebuah sekolah di Texas baru-baru ini?

Mengapa Dia tidak mencegah pembunuhan biadab pada 19 anak sekolah itu? Bukankah Tuhan maha kuasa dan maha mengetahui? Mengapa Dia seolah tak peduli? Ke mana sifat Maha Kasih itu?

Pertanyaan itu pernah saya baca dari seorang penganjur ateisme, Sam Harris. Dia bahkan memberi kesimpulan atas pertanyaan itu: “Either God can do nothing to stop catastrophes like this, or he doesn't care to, or he doesn’t exist.”

Entah Tuhan tidak mampu berbuat apa-apa untuk menghentikan bencana seperti itu, kata Harris, atau Dia tidak peduli, atau bahkan memang (sebenarnya) Dia tidak ada.

Sang khatib dengan runut dan argumentatif menjawab pertanyaan teologis yang genting tersebut.

Dia menjelaskan bahwa Tuhan memang tidak melakukan intervensi pada tindakan manusia. Manusia memiliki free will.

Kalau Tuhan melakukan intervensi pada satu tindakan, maka ia seharusnya juga akan melakukan intervensi pada semua tindakan lain.

Kalau itu terjadi, maka kehendak bebas atau kebebasan untuk bertindak menjadi tidak ada. Lalu apa gunanya konsep pahala dan dosa? Apa pentingnya surga dan neraka jika kejahatan dicegah sejak awal?

Tapi yang jadi korban ini anak-anak, Pak. Kok Tuhan tega membiarkan mereka mati?

Khatib menjawab bahwa hidup ini sementara, anakku. Semua orang akan mati di usia yang berbeda dan dengan cara yang berbeda. Mati hanyalah soal waktu.

Yang paling penting, kata dia, bukan soal kapan seseorang berpulang, karena toh kehidupan memang pada dasarnya temporer.

Yang terpenting adalah setiap tindakan dalam hidup yang singkat ini akan dipertanggungjawabkan di kehidupan yang abadi.

Penderitaan dari ketidak-adilan di dunia ini sifatnya temporer belaka, nyaris tak punya arti dibanding kehidupan nanti yang kekal.

Tentu dia tidak mendukung pembiaran pada kejahatan. Di awal khutbah, dia menegaskan bahwa setiap Muslim memiliki kewajiban untuk mencegah kemungkaran: dengan tangan kekuasaan kalau mungkin, bisa dengan perkataan, atau setidaknya dengan kutukan dalam hati.

Terlepas dari setuju atau tidak setuju dengan isi khotbah sang khatib, namun cara dia mengemukakan pikiran di atas mimbar sangat baik.

Dia mengajak jamaah ikut berpikir. Dan semua itu disampaikan dengan gaya seorang narasumber yang sedang bicara di forum seminar atau kelas ilmiah. Tenang. Sama sekali tidak meledak-ledak.

Di tengah khotbah, dia meminta jamaah bergeser ke depan, mengisi ruang-ruang kosong shaf. Khotbah yang santai.

Khatib ini adalah professor yang mengajar perbandingan agama di sejumlah universitas di Amerika. Namanya Prof. Daud.

Saya ceritakan pengalaman pertama mendengarkan khotbah Jumat ini ke Dr. Ahmed Soboh, Direktur Chino Valley Islamic Center (CVIC), komunitas Muslim di Chino Hill, California.

Sang direktur menjelaskan bahwa pada umumnya imam dan khatib di Amerika memang akan tampil rasional dan berusaha menjawab persoalan yang dihadapi warga sehari-hari.

Dia sendiri akan membawa tema-tema aktual yang diminati anak-anak muda seperti isu lingkungan, teknologi, toleransi, dan lain-lain.

Menurut dia, seorang pemuka agama, harus tampil logis dan bisa menjawab pertanyaan yang muncul. Hanya dengan itu, Islam bisa relevan di tengah free market of religions.

Dia menambahkan bahwa masjid-masjid di Amerika pernah mengalami persoalan kurangnya imam dan khatib. Karena itu, banyak masjid yang mendatangkan imam dan khatib dari luar negeri.

Ternyata, menurut dia, cara seperti ini kurang ideal. Para khatib impor itu umumnya kurang memahami bahasa dan kultur masyarakat, terutama anak muda setempat.

Khotbah agama kurang bisa menampung kebutuhan lokal. Karena itu, sekarang mulai muncul generasi imam dan khatib yang lahir dan tumbuh di Amerika.

Mereka paham bahasa umat yang dipimpinnya. Tidak ada jarak budaya antara imam dan jamaah.

Seorang imam bisa memimpin sholat, tapi pada saat yang sama juga bisa ikut bermain basket dan hiking.

Masjid yang dikelola Dr. Soboh adalah bangunan di atas lahan yang cukup luas. Di dalamnya terdapat ruang untuk sholat, aula pertemuan, lapangan basket, kelas-kelas sekolah minggu, dan dua ruangan untuk main game.

Main game? Ya, main game. Dia menjelaskan bahwa di luar masjid, ada banyak sekali pilihan bagi anak-anak untuk didatangi.

Harus ada alasan yang kuat bagi mereka untuk mau mampir ke masjid. Kalau game bisa menjadi alasan bagi anak-anak untuk datang dan betah ke masjid, mengapa tidak disediakan fasilitasnya.

Maka dibuatlah dua kamar khusus untuk main game lengkap dengan semua fasilitas penunjang.

Main free fire atau mobile legends sebelum azan berkumandang, kenapa tidak? Main basket setelah ashar juga asyik.

Di dalam masjid, ada pemandangan yang tidak biasa. Pada umumnya masjid, seperti masjid-masjid di Indonesia, ada garis batas antara ruang ibadah perempuan dan laki-laki.

Di masjid ini, ada sebagian yang diberi dinding pemisah dan sebagian lagi dibiarkan terbuka. Jamaah perempuan diberi pilihan.

Dr. Soboh menjelaskan bahwa hal itu secara sengaja dibuat untuk menampung aspirasi umat Islam yang beragam.

Masjid itu, kata dia, sedapat mungkin menghilangkan segregasi mazhab dan aliran teologi di dalam Islam. Masjid itu terbuka untuk mazhab dan aliran apa saja.

Di Amerika, umumnya masjid adalah milik komunitas. Dia dibangun oleh komunitas Muslim tertentu.

Ada masjid milik komunitas Muslim Pakistan, Indonesia, Banglades, dan lain-lain. Rada mirip dengan gereja.

Bahkan ada masjid yang dibangun oleh satu keluarga, seperti masjid At-Thohir di Los Angeles milik keluarga Thohir.

Ada masjid yang dibangun melalui urunan jamaah seperti Masjid Al-Falah di Philadelphia.

Tidak mudah membangun masjid di Amerika. Bukan karena pemerintah Amerika anti-masjid atau anti-Islam, tapi lebih karena setiap wilayah dan bangunan sudah diatur peruntukannya.

Masjid, sebagaimana rumah ibadah lain, hanya boleh didirikan di atas tanah yang memang diperuntukkan sebagai lahan rumah ibadah. Itu yang menjelaskan mengapa banyak masjid menyerupai bangunan gereja.

Awalnya bangunan-bangunan itu memang gereja yang dibeli oleh komunitas Muslim dan dijadikan mesjid.

Itu cara lebih mudah untuk memiliki masjid. Bangunan itu sudah diakui negara sebagai rumah ibadah. Negara tidak peduli, itu rumah untuk ibadah umat siapa atau untuk agama apa.

Masjid IMAAM Center di Maryland yang disebut di awal tulisan ini juga awalnya adalah sebuah gereja.

Umumnya masjid di Amerika adalah sekaligus tempat pelayanan dan pertemuan komunitas.

Karena itu, masjid memiliki ruangan-ruangan lain selain tempat ibadah, seperti sarana olahraga, perpustakaan, sekolah minggu, bahkan tempat main game.

Karena negara tidak berpihak pada agama mana pun, maka terjadi kompetisi sehat, baik intra-agama, antar-agama, maupun dengan kalangan non-agama.

Agama harus atraktif agar mereka tetap relevan dan menarik. Bahkan dari empat masjid yang kami kunjungi di Maryland, Philadelphia, Birmingham, dan California, semuanya memberi jamuan makan yang bukan hanya enak, tapi enak banget.

Makanan lezat adalah salah satu daya tarik masjid di Amerika.

*Tulisan ini merupakan bagian kedua catatan perjalanan penulis di empat kota Amerika Serikat, akhir Mei – pertengahan Juni 2022, di bawah program International Visitor Leadership Program (IVLP), U.S. Department of State.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Global
143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

Global
Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com