Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasien di Inggris Mengidap Covid-19 Hampir 1,5 Tahun, Terlama di Dunia

Kompas.com - 22/04/2022, 13:01 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

Sumber VOA News

LONDON, KOMPAS.com – Seorang pasien di Inggris dengan sistem kekebalan yang sangat lemah mengidap Covid-19 selama hampir satu setengah tahun.

Ahli penyakit menular di Guy's & St Thomas NHS Foundation Trust Luke Blagdon Snell mengatakan, pasien tersebut mengidap Covid-19 selama 505 hari.

Dilansir VOA, Kamis (21/4/2022), pasien tersebut menjadi orang terlama yang mengidap Covid-19 sejauh ini.

Baca juga: WHO Sangat Merekomendasikan Pil Covid-19 Pfizer untuk Pasien Berisiko Tinggi

Tim Snell berencana untuk mempresentasikan beberapa kasus Covid-19 "persisten" pada pertemuan ilmiah mengenai penyakit menular di Portugal akhir pekan ini.

Studi mereka menyelidiki mutasi mana yang muncul, dan apakah ada varian yang berkembang pada orang dengan infeksi sngat panjang.

Penyelidikan tersebut melibatkan sembilan pasien yang dites positif Covid-19 setidaknya selama delapan pekan.

Pasien-pasien tersebut memiliki sistem kekebalan yang lemah karena transplantasi organ, HIV, kanker, atau pengobatan penyakit lain. Tidak ada yang disebutkan identitasnya karena alasan privasi.

Baca juga: Otoritas Shanghai Kirim Paksa Lansia ke Kamp Covid-19, Picu Kemarahan Publik

Tes yang dilakukan berulang menunjukkan infeksi Covid-19 di tubuh mereka bertahan selama rata-rata 73 hari.

Dari delapan pasien, dua di antaranya mengidap Covid-19 selama lebih dari setahun. Sebelumnya, kata peneliti, kasus terlama yang diketahui dikonfirmasi dengan tes PCR berlangsung 335 hari.

Covid-19 yang persisten jarang terjadi dan berbeda dengan Covid-19 yang lama.

“Dalam Covid yang lama, umumnya diasumsikan virus telah dibersihkan dari tubuh Anda tetapi gejalanya tetap ada,” kata Snell.

Baca juga: Indonesia Jadi Tuan Rumah Bersama KTT Global Covid-19 Kedua pada Mei

“Dengan infeksi yang terus-menerus, itu mewakili replikasi virus yang sedang berlangsung dan aktif,” lanjut Snell.

Setiap kali peneliti mengetes pasien, mereka menganalisis kode genetik virus untuk memastikan bahwa itu adalah jenis yang sama.

Namun, pengurutan genetik menunjukkan bahwa virus berubah dari waktu ke waktu, bermutasi saat beradaptasi.

Snell menuturkan,mutasi tersebut mirip dengan yang kemudian muncul dalam varian yang tersebar luas, meski tidak ada pasien yang melahirkan mutan baru yang menjadi varian yang menjadi perhatian.

Baca juga: Viral Video dari Warga Shanghai Ungkap Hari-hari Mencekam Lockdown Covid-19 China

Juga, tidak ada bukti bahwa mereka menularkan virus ke orang lain.

Para peneliti berharap lebih banyak perawatan yang berkembang untuk membantu orang dengan infeksi persisten mengalahkan virus.

“Kita perlu berhati-hati bahwa ada beberapa orang yang lebih rentan terhadap masalah ini seperti infeksi terus-menerus dan penyakit parah,” ujar Snell.

Meskipun infeksi persisten jarang terjadi, para ahli mengatakan bahwa ada banyak orang dengan sistem kekebalan yang lemah yang tetap berisiko terkena Covid-19 yang parah.

Baca juga: Mengintip Suasana Ramadhan di Singapura dengan Covid-19 yang Endemik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com