Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

China dan Arab Saudi, Dua Sekutu Baru?

Kompas.com - 23/03/2022, 12:01 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

RIYADH, KOMPAS.com - Menyusul laporan Wall Street Journal bahwa Presiden China, Xi Jinping, akan menerima undangan untuk melawat ke Arab Saudi pada Mei mendatang, Riyadh mengindikasikan bakal menerima mata uang Yuan sebagai alat pembayaran minyak, ketimbang dollar AS.

Arab Saudi menjual sepertiga ekspor minyaknya ke China dan sejak awal tahun menggeser Rusia sebagai sumber minyak terbesar.

Transaksi minyak menggunakan yuan akan membantu menciptakan sistem tandingan dalam pembayaran internasional, di mana mata uang China akan sama pentingnya seperti dollar AS.

Baca juga: Dua Tahun Penanganan Covid-19 China Tak Berubah, Warga China Mulai Suarakan Frustrasi

Kesepakatan dengan Arab Saudi menjadi relevan di tengah invasi Rusia terhadap Ukraina.

Pasalnya, Moskwa bisa menghindari sanksi AS, jika mengadopsi yuan untuk transaksi luar negeri. China selama ini bersikeras netral. Namun, AS dan Eropa mencurigai Beijing secara diam-diam membantu Rusia.

Namun begitu, analis meyakini pengumuman Saudi untuk mengadopsi yuan adalah peringatan terhadap negara barat. Lembaga penelitian kebijakan luar negeri Eropa, EFCR, mencatat cara serupa pernah digunakan Saudi pada 2019 silam.

China sering digunakan sebagai "alat tawar” dalam hubungannya dengan AS, tulis EFCR.

"Contohnya, hanya beberapa bulan setelah pembunuhan wartawan Saudi Jamal Khashoggi, putra mahkota Pangeran Mohammed bin Salman menggunakan lawatannya di Asia untuk memengaruhi perdebatan di AS dan Eropa soal penjualan senjata ke negaranya.”

Baca juga: Hong Kong Bisa Tertutup Selamanya jika Tak Beralih dari Strategi Nol-Covid China, Ahli Memperingatkan

Keretakan dua sekutu lama

Relasi antara Saudi dan AS banyak mendingin sejak pemerintahan Joe Biden, terutama perihal kejahatan HAM di Yaman. Menyusul invasi Rusia, AS dan Eropa mencoba menjaring dukungan negara teluk untuk menambah produksi minyak. Tapi permintaan itu ditolak.

"Negara-negara teluk meyakini, daya tawar atau daya tekan Washington sudah banyak melemah dibandingkan dulu,” kata Cinzia Vianco, peneliti Timur Tengah di ECFR. "Mereka khawatir Timur Tengah tidak lagi dianggap penting.”

Kekhawatiran itu menjadi celah masuk bagi China. Sejak beberapa tahun terakhir, Beijing perlahan mempererat hubungan dagang dengan Saudi. Pada 2020, Riyadh menjadi mitra dagang terbesar bagi China di kawasan teluk.

Negeri tirai bambu itu juga berperan penting dalam proyek modernisasi masa depan yang digulirkan bin Salman, Vision 2030. Proyek raksasa itu ingin menyiapkan Saudi menyambut berakhirnya era minyak, antara lain lewat pembangunan infrastruktur.

China sebaliknya memiliki program investasi infrastruktur, Belt and Road Initative, yang digunakan untuk membiayai pembangun jalan, pelabuhan atau bandar udara di Asia dan Afrika.

Sebab itu Sebab itu pula kedua negara mendaulat hubungan mereka sebagai "kemitraan strategis komprehensif.”

Baca juga: Merenungkan Indonesia Melalui China

Poros baru di Timur Tengah

Sejumlah analis meyakini hubungan antara China dan Timur Tengah memasuki babak baru. Untuk pertama kalinya relasi kedua pihak tidak lagi semata didefinisikan dari sudut ekonomi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

[POPULER GLOBAL] Spanyol Tolak Kapal Bawa 27 Ton Bahan Peledak | Pasokan Medis Tak Bisa Masuk Gaza

[POPULER GLOBAL] Spanyol Tolak Kapal Bawa 27 Ton Bahan Peledak | Pasokan Medis Tak Bisa Masuk Gaza

Global
WHO: Tak Ada Pasokan Medis Masuk ke Gaza Selama 10 Hari

WHO: Tak Ada Pasokan Medis Masuk ke Gaza Selama 10 Hari

Global
PM Slovakia Jalani Operasi Baru, Kondisinya Masih Cukup Serius

PM Slovakia Jalani Operasi Baru, Kondisinya Masih Cukup Serius

Global
Warga Sipil Israel Kembali Berulah, Truk Bantuan di Tepi Barat Dibakar

Warga Sipil Israel Kembali Berulah, Truk Bantuan di Tepi Barat Dibakar

Global
13 Negara Ini Desak Israel agar Menahan Diri dari Invasinya ke Rafah

13 Negara Ini Desak Israel agar Menahan Diri dari Invasinya ke Rafah

Global
Kera Tergemuk di Thailand Mati karena Sering Diberi Permen dan Minuman Manis

Kera Tergemuk di Thailand Mati karena Sering Diberi Permen dan Minuman Manis

Global
Israel: Kasus Genosida di Pengadilan PBB Tak Sesuai Kenyataan

Israel: Kasus Genosida di Pengadilan PBB Tak Sesuai Kenyataan

Global
Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Internasional
Korut Tembakkan Rudal Balistik Tak Dikenal, Ini Alasannya

Korut Tembakkan Rudal Balistik Tak Dikenal, Ini Alasannya

Global
Siapa 'Si Lalat' Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Siapa "Si Lalat" Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Internasional
Tekno-Nasionalisme Xi Jinping dan Dampaknya pada Industri Global

Tekno-Nasionalisme Xi Jinping dan Dampaknya pada Industri Global

Global
2 Polisi Malaysia Tewas Ditembak dan Diserang, Pelaku Disebut Terafiliasi Jemaah Islamiyah

2 Polisi Malaysia Tewas Ditembak dan Diserang, Pelaku Disebut Terafiliasi Jemaah Islamiyah

Global
AS Sebut Dermaga Terapungnya Mulai Dipakai untuk Kirim Bantuan ke Gaza

AS Sebut Dermaga Terapungnya Mulai Dipakai untuk Kirim Bantuan ke Gaza

Global
Suara Tembakan di Dekat Kedutaan Israel, Polisi Swedia Menahan Beberapa Orang

Suara Tembakan di Dekat Kedutaan Israel, Polisi Swedia Menahan Beberapa Orang

Global
Kharkiv Jadi Kota Kedua Ukraina yang Sering Diserang Drone Rusia

Kharkiv Jadi Kota Kedua Ukraina yang Sering Diserang Drone Rusia

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com