MOSKWA, KOMPAS.com - Mengepung kota, menembaki infrastruktur sipil, dan mengatur "koridor aman": taktik yang digunakan Rusia di Ukraina mencerminkan taktik yang diuji dan dirancang sedemikian rupa untuk menghabisi musuh dalam konflik Suriah.
Namun, tidak sama persis seperti di Suriah, tantangan yang dihadapi Rusia dari tentara yang didukung Barat di Ukraina tentu berbeda daripada pemberontak Suriah yang tidak memiliki kekuatan militer atau dukungan internasional besar, kata para analis yang dikutip AFP, Kamis (10/3/2022).
Rusia memasuki perang saudara Suriah pada 2015 di pihak rezim Presiden Bashar Al-Assad, yang membuat kubu Damaskus meraih kemenangan menentukan dalam konflik puluhan tahun tersebut.
Baca juga: Kenapa Invasi Rusia ke Ukraina Melambat, Mungkin Ini Tujuannya...
Sejak Presiden Vladimir Putin memerintahkan invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari, puluhan ribu tentara Rusia menyerbu Ukraina. Mereka menembaki pusat-pusat kota, membuat warga sipil harus mengungsi, sehingga memicu amarah internasional.
Rusia membantah menargetkan wilayah sipil di Ukraina, tetapi banyak bukti menunjukkan sebaliknya. Negara-negara kuat Barat dan kelompok-kelompok hak asasi juga menuduh Moskwa melakukan kemungkinan kejahatan perang.
Seorang sumber militer Perancis mengatakan, operasi Rusia di Ukraina menandai perubahan skala.
"Suriah adalah teater kecil," katanya kepada AFP tanpa menyebut nama.
Akan tetapi, banyak taktik yang dikerahkan di Ukraina diadopsi dari pertempuran Rusia di Suriah, saat mereka menguji sistem senjata dan memperoleh pengalaman tempur yang vital.
"Bagi Rusia, Suriah adalah tempat pelatihan untuk pria dan peralatannya," kata analis Fabrice Balanche.
Untuk mendukung Assad, "tujuan pertama Rusia di Suriah adalah merebut kembali kota-kota besar," termasuk pusat ekonomi Aleppo dan distrik yang dikuasai pemberontak di sekitar Damaskus, terang Balanche.
Di Ukraina, masuknya pasukan Rusia ke kota-kota besar termasuk Kyiv, Kharkiv, dan Odessa mengikuti pola yang sama, tetapi dimaksudkan untuk melucuti legitimasi dari pihak berwenang di sana, lanjutnya.
Balanche memaparkan, pemboman Rusia tanpa pandang bulu terhadap rumah sakit dan sekolah adalah aspek lain dari konflik Suriah yang terjadi di Ukraina sebagai bagian dari strategi untuk "meneror" warga sipil.
Setidaknya 270 fasilitas medis di Suriah diserang oleh Rusia dan rezim Assad sejak 2011, menurut Syrian Archive, organisasi nirlaba yang mengarsipkan materi digital dari perang.
Rusia juga menargetkan sekolah-sekolah dan pasar-pasar dalam serangan Aleppo pada 2016 dan pertempuran sengit 2019-2020 terhadap pemberontak di provinsi tetangga Idlib, benteng oposisi besar terakhir negara itu, menurut kelompok hak asasi.
Baca juga: Terkepung Rusia, Warga Kota Mariupol Mulai Saling Serang untuk Dapatkan Makanan dan Bensin