Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ukraina, Putin, dan Filosofi "Tikus yang Terpojok"

Kompas.com - 08/03/2022, 05:45 WIB
Jannus TH Siahaan,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

MENGAPA Putin memutuskan untuk menduduki Ukraina? Ada banyak perspektif untuk menjawab pertanyaan tersebut dan semuanya bisa diterima berdasarkan rasionalitas perspektif masing-masing.

Mulai dari perspektif rezim autokratik Kremlin yang khawatir dengan pelebaran gerakan 'demokratisasi' sampai ke perbatasan Rusia yang berpeluang mengubah bentuk dan tatanan politik di Moskow, sampai pada perspektif geopolitik terkait dengan kekhawatiran Putin atas ekspansi NATO dan Uni Eropa yang mengancam kedaulatan teritorial Rusia.

Kedua perspektif ini dibangun di atas konstruksi teori kompleks yang belum tentu bisa dipahami oleh kalangan awam.

Namun dalam kacamata latar belakang kepribadian seorang Vladimir Putin (personal profile backround), jawaban atas pertanyaan di atas sangat sederhana.

Mengapa Putin mendadak berkeputusan untuk terjun secara agresif ke Ukraina? Karena Putin terpojok.

Baca juga: Langkah Agresif Putin di Ukraina

Dunia Barat, disadari atau tidak, memang mulai kembali memperlakukan Pemerintahan Putin layaknya Kremlin era Uni Soviet, sejak invasi Krimea tahun 2014.

Uni Eropa dan Amerika Serikat pelan-pelan mengaktifasi kembali pendekatan "containment" terhadap Rusia dengan terus memperlebar pengaruh negara-negara bekas Uni Soviet, terutama yang berbatasan langsung dengan Rusia.

Kini, hanya tersisa Belarusia dan Ukraina yang masih belum menjadi anggota NATO dan UE. Sementara Lithuania, Latvia, dan Estonia (ketiganya berbatasan langsung dengan Federasi Rusia) sudah berada di sayap Eropa.

Tahun 2014, Ukraina lepas dari pengaruh Moskow, meskipun belum secara resmi bergabung dengan Uni Eropa.

Putin kemudian menginvasi Krimea dan mendestabilisasi beberapa daerah di Ukraina Timur, seperti Donbass, Luhansk, dan Donetsk.

Hari ini, dengan terbuka Putin mendukung daerah-daerah tersebut menjadi negara-negara independen yang terlepas dari pengaruh Kyiv, seperti yang dilakukannya tahun 2008 atas Ossetia Selatan dan Abkhazia di Geogia.

Kemudian akhir tahun 2019 lalu, Belarusia akhirnya juga terguncang akibat penolakan publik atas hasil pemilihan umum yang memenangkan Alexander Lukashenko secara telak.

Demonstrasi besar-besaran melanda Minks. Alexander Lukashenko yang sempat menjauh dari Moskow mendadak berpaling ke Kremlin.

Putin tanpa basa-basi menyelamatkan Lukashenko dengan segala cara. Usaha tersebut terbilang berhasil.

Baca juga: Putin, Ukraina, dan Buffer Zone

Lukashenko dan Putin secara pelan-pelan tapi pasti sukses menetralisasi situasi di Belarusia dan sang "diktator tertua di Eropa" tetap bertakhta di Minks.

Beruntung bagi Putin dan Lukashenko, Dunia Barat tak bereaksi agresif atas upaya netralisasi Belarusia tersebut.

Tak ada embargo masif dan tak ada penggalangan kekuatan di PBB karena Putin menyelamatkan Lukashenko dengan cara tidak langsung.

Putin hanya menyuplai segala kebutuhan Lukashenko untuk menetralisir situasi di Minsk, ibu kota Belarusia.

Dunia Barat sangat yakin bahwa peran Putin sangat besar dalam penyelamatan rezim Lukashenko, tapi hanya menolak setengah hati tanpa melakukan aksi konfrontatif secara langsung.

Pengalaman di Belarusia meyakinkan Putin bahwa sikap terbaik dunia Barat di saat Putin bertindak agresif hanyalah berupa sanksi ekonomi keuangan dan isolasi terhadap Moskow.

Dan kali ini, saya meyakini bawah Putin akan bergeming dengan segala sikap PBB selama bentuknya hanya berupa kecaman alias bukan aksi militer langsung untuk melawan Rusia.

Rusia dan Putin sudah pernah berada pada posisi yang sama setelah Moskow memutuskan menginvasi Krimea pada tahun 2014.

Rusia ternyata masih bisa bertahan. Ketika itu, Putin bersedia menanggung segala risiko berbentuk sanksi ekonomi keuangan.

Krimea sangat strategis untuk Angkatan Laut Rusia dan sangat krusial dalam menjaga kedaulatan teritorial Rusia dari ancaman serangan laut ke darat. Saat ini pun nampaknya demikian.

Pendeknya, apa yang terjadi di Belarusia akhir tahun 2019 sangat penting bagi Putin.

Menguatkan kekuatan demokrasi di Belarusia akan memperbesar peluang Moskow untuk kehilangan satu lagi buffer zone dari dua negara yang tersisa, yakni Ukraina dan Belarusia.

Nah, dengan semakin menipisnya pengaruh Putin di Kyiv sejak 2014 dan mulai menjalarnya gerakan demokratisasi yang bergerak di luar kontrol Kremlin di Belarusia meyakinkan Putin bahwa kehilangan kedua negara tersebut berarti ancaman kedaulatan teritorial bagi Rusia, ancaman diskriminasi orang-orang Rusia di Ukraina, sekaligus ancaman atas eksistensi Rezim Putin sendiri.

Dengan lain perkataan, lepasnya Ukraina, boleh jadi juga lepasnya Belarusia, akan benar-benar membuat Putin terpojok dari segala arah dan sektor.

Kembali kepada pelajaran "tikus terpojok" atau "cornered rat" yang ia pelajari di saat masih kanak-kanak di apartemen kecil tempat keluarganya berdomisili di Leningrad, tikus tersebut akan melompat (jumps).

Putin menemui dirinya berada dalam posisi seperti itu hari ini dan karena itu ia pun memutuskam untuk "jumps."

Di mata Putin, bukan saja kedaulatan teritorial Rusia dan kebebasan orang-orang Rusia di Ukraina dan Belarusia yang sedang terancam, tapi lebih dari itu, yakni eksistensi kekuasaannya sebagai "Modern Czar of Rusia" dan lingkaran oligar yang telah menyokongnya selama ini.

Jika Ukraina beralih ke Eropa dan NATO, maka hanya butuh satu langkah lagi Rusia untuk ditaklukkan secara militer.

Dan yang tak kalah mengkhawatirkan Putin adalah bahwa tatanan politik Rusia akan tergoncang dan terdisrupsi secara signifikan.

Tuntutan publik Rusia agar negara Beruang Merah segera berubah layaknya negara-negara demokrasi barat akan semakin menguat dan membayangi kekuasaan Putin di Kremlin.

Ketakutan Putin sangat beralasan pasca-Euromaidan Revolution 2014 di Ukraina dan goncangan politik di Belarusia akhir 2019 lalu.

Posisinya benar-benar di ujung tanduk dan persis seperti tikus terpojok. Walhasil, Putin pun melompat persis seperti keadaan tikus yang terpojok.

Jadi keputusan Putin menginvasi Ukraina, baik atas alasan penyelamatan etnis Rusia yang mengalami diskriminasi, denazifikasi, demiliterisasi Ukraina, atau penciptaan buffer zone, adalah refleksi dari filosofi "cornered rat" yang dianut oleh Putin selama ini.

Dan sebagaimana dikatakan oleh salah seorang penulis biografinya, justru di saat terpojok itulah seorang Putin menjadi sangat berbahaya.

Dunia Barat tentu tak bersedia menerima logika tersebut layaknya Putin yang juga tak bersedia menerima logika dunia Barat diberlakukan begitu saja pada negaranya.

Di satu sisi, Putin menjustifikasi tindakannya dengan alasan geopolitis dan kemanusiaan ala Rusia.

Dan di sisi lain Barat juga akan menegasikan justifikasi Putin dengan alasan yang khas Barat juga. Karena itu perseteruan di Ukraina tidak akan selesai dalam waktu singkat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Saat Ratusan Ribu Orang Antar Presiden Iran Ebrahim Raisi ke Tempat Peristirahatan Terakhirnya...

Saat Ratusan Ribu Orang Antar Presiden Iran Ebrahim Raisi ke Tempat Peristirahatan Terakhirnya...

Global
Arab Saudi Setop Keluarkan Izin Umrah untuk Berlaku Sebulan

Arab Saudi Setop Keluarkan Izin Umrah untuk Berlaku Sebulan

Global
Kerusuhan dan Kekerasan Terjadi di Kaledonia Baru, Apa yang Terjadi?

Kerusuhan dan Kekerasan Terjadi di Kaledonia Baru, Apa yang Terjadi?

Global
[POPULER GLOBAL] 20 Penumpang Singapore Airlines di ICU | Israel Kian Dikucilkan

[POPULER GLOBAL] 20 Penumpang Singapore Airlines di ICU | Israel Kian Dikucilkan

Global
 Pertama Kali, Korea Utara Tampilkan Foto Kim Jong Un Beserta Ayah dan Kakeknya

Pertama Kali, Korea Utara Tampilkan Foto Kim Jong Un Beserta Ayah dan Kakeknya

Global
Penumpang Singapore Airlines Dirawat Intensif, 22 Cedera Tulang Belakang, 6 Cedera Tengkorak

Penumpang Singapore Airlines Dirawat Intensif, 22 Cedera Tulang Belakang, 6 Cedera Tengkorak

Global
Krisis Kemanusiaan Gaza Kian Memburuk, Operasi Kemanusiaan Hampir Gagal

Krisis Kemanusiaan Gaza Kian Memburuk, Operasi Kemanusiaan Hampir Gagal

Global
Nikki Haley, Saingan Paling Keras Trump Berbalik Arah Dukung Trump

Nikki Haley, Saingan Paling Keras Trump Berbalik Arah Dukung Trump

Global
Rusia Serang Kharkiv, Ukraina Evakuasi 10.980 Orang

Rusia Serang Kharkiv, Ukraina Evakuasi 10.980 Orang

Global
Menerka Masa Depan Politik Iran Setelah Kematian Presiden Raisi

Menerka Masa Depan Politik Iran Setelah Kematian Presiden Raisi

Global
Ongkos Perang Ukraina Mulai Bebani Negara Barat

Ongkos Perang Ukraina Mulai Bebani Negara Barat

Global
Israel Mulai Dikucilkan Negara-negara Eropa, Bisakah Perang Segera Berakhir?

Israel Mulai Dikucilkan Negara-negara Eropa, Bisakah Perang Segera Berakhir?

Global
Rangkuman Hari Ke-819 Serangan Rusia ke Ukraina: Pemulangan 6 Anak | Perebutan Desa Klischiivka

Rangkuman Hari Ke-819 Serangan Rusia ke Ukraina: Pemulangan 6 Anak | Perebutan Desa Klischiivka

Global
China 'Hukum' Taiwan yang Lantik Presiden Baru dengan Latihan Militer

China "Hukum" Taiwan yang Lantik Presiden Baru dengan Latihan Militer

Global
UPDATE Singapore Airlines Alami Turbulensi, 20 Orang Masuk ICU di RS Thailand

UPDATE Singapore Airlines Alami Turbulensi, 20 Orang Masuk ICU di RS Thailand

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com