NORTH HORR, KOMPAS.com - Bangkai kambing dan domba berserakan di semak belukar di Kenya utara menjadi bukti kehancuran yang ditimbulkan oleh banjir terburuk yang melanda wilayah tersebut.
“Hanya di satu wilayah Kabupaten Marsabit, para penggembala kehilangan sekitar 20.000 kambing dan domba pekan lalu setelah hujan deras,” kata Roba Koto, pejabat tinggi pemerintah di daerah pemilihan North Horr.
Baca juga: Veto Rusia dalam Resolusi PBB tentang Perubahan Iklim Dianggap Kontroversial
Hujan deras datang dengan suhu yang lebih dingin dari biasanya, dan angin kencang mengoyak tanah penggembalaan yang biasanya semi-kering.
Mamo Konchora, seorang penggembala ternak dari suku Gabra, tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantu kambing terakhir yang tersisa dari kawanannya, yang terbaring sekarat di sisinya.
Di dekatnya, penggembala lain, Guyo Gufu, berdiri tak berdaya, dengan 350 ekor kambingnya mati setelah badai.
“Kambing yang saya punya hanya untuk disembelih, dimakan, dan dijual, sekarang saya tidak punya uang lagi,” katanya melansir Reuters pada Kamis (27/1/2022).
Bagian Marsabit mengalami hujan 90 mm (3,5 inci) dalam satu hari minggu lalu, hampir dua kali lipat jumlah harian yang diklasifikasikan sebagai hujan lebat, menurut Departemen Meteorologi Kenya.
WARNING: GRAPHIC CONTENT – The carcasses of goats and sheep strewn across the scrubland of northern Kenya are testament to the devastation wrought by the once-in-a-generation floods that have hit the region https://t.co/fOb8ZlNOBA pic.twitter.com/YykZVbkUs3
— Reuters (@Reuters) January 26, 2022
Baca juga: Cek Klaim Keliru soal Perubahan Iklim yang Viral di Media Sosial
Terakhir kali daerah itu dilanda hujan serupa adalah pada 1998, menurut departemen itu.
Banjir tersebut menyusul kemarau dari Oktober hingga Desember yang melemahkan ternak, kata Koto, administrator lokal.
Kekeringan itu membuat tanah kering dan hewan-hewan yang bertahan hidup kurus kering dan tidak dapat dijual. Sementara lebih dari 2 juta orang di wilayah itu berjuang untuk menemukan cukup makanan.
Itu adalah musim ketiga berturut-turut dengan hujan lebat di Kenya timur dan utara, di mana menggembala menjadi sumber pendapatan utama penduduk, menurut Jaringan Sistem Peringatan Dini Kelaparan, sebuah badan pemerintah AS.
Para ahli mengatakan perubahan iklim diperkirakan akan meningkatkan frekuensi dan tingkat keparahan kekeringan semacam itu.
Baca juga: Kriris Iklim Rupanya Tak Surutkan Dahaga Batu Bara
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.