Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mehdi Rajabian, Musisi Iran yang Rela Masuk Penjara Demi Album Baru

Kompas.com - 19/09/2021, 22:14 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Musisi Iran Mehdi Rajabian menghadapi hukuman penjara karena membuat musik.

Bahkan, ia sudah pernah menghabiskan dua tahun di dalam bui - termasuk berhari-hari dalam ruang isolasi dan mogok makan - karena merilis lagu yang bertentangan dengan pemerintah Iran. Namun ia tidak menyerah.

"Saya tidak akan mundur dan saya tidak akan menyensor diri sendiri," ujarnya kepada BBC News.

Baca juga: Hezbollah Berterima Kasih Bahan Bakar Minyak Iran Akan Tiba di Lebanon

Jadi, ia bekerja diam-diam dari ruang bawah tanah (rubanah) rumahnya di Sari, Iran utara, untuk menciptakan album baru.

Bertajuk Coup of The Gods, album itu turut menampilkan orkestra Brasil, serta musisi dari Turki, Rusia, India, Argentina, dan dua penyanyi perempuan dari AS, Lizzy O'Very dan Aubrey Johnson.

Suara-suara ini memberi nyawa pada lagu-lagu Rajabian yang bercerita tentang patah hati dan perjuangan. Tetapi mereka juga membuat pernyataan politik yang berani - karena vokalis perempuan praktis dilarang di Iran.

Ketika Rajabian mengumumkan niatnya untuk bekerja dengan musisi perempuan tahun lalu, ia ditangkap dan diseret ke pengadilan, kemudian seorang hakim mengatakan ia telah "mendorong prostitusi".

Setelah membayar jaminan, ia melanjutkan rekaman, meskipun dengan ancaman penjara.

Sekarang albumnya sudah selesai. "Mereka bisa kembali menangkap saya," katanya kepada BBC News.

"Ini benar-benar tidak bisa diprediksi. Tapi saya tidak akan mundur. Konyol sekali, hari gini kita masih bicara tentang melarang musik," tuturnya.

Baca juga: Iran Akhirnya Izinkan Badan PBB Memeriksa Alat Pemantau Nuklir Miliknya

Mogok makan

Cobaan Rajabian dimulai pada 2013, ketika Garda Revolusi Islam menggerebek kantornya, menutup studio rekamannya, dan menyita semua hard drive-nya.

Waktu itu, ia mengelola label rekaman yang mengusung musisi perempuan dan sedang mengerjakan sebuah album, The History Of Iran Narrated By Setar, yang ia sebut bercerita tentang "keabsurdan" perang Iran-Irak.

Dituduh mendistribusikan musik bawah tanah, termasuk yang lirik dan pesannya dianggap menyinggung pemerintah Iran atau agama negara, ia dikirim ke penjara.

Rajabian mengatakan ia 90 hari mendekam di ruang isolasi, matanya di tutup dan tidak sadar akan sekelilingnya.

Ia akhirnya dibebaskan dengan jaminan, namun pada 2015 ia ditangkap lagi - kali ini bersama kakaknya, seorang pembuat film, Hossein Rajabian - dan dihukum enam tahun penjara, setelah persidangan selama tiga menit.

Baca juga: Israel Tuding Iran Beri Pelatihan Drone kepada Milisi Asing

Sebagai protes, dua bersaudara itu mogok makan selama 40 hari. Rajabian mengatakan berat badannya turun 15 kilo dan ia sempat muntah darah.

Pengalaman itu secara langsung menginspirasi lagu pembuka album terbarunya, Whip On A Lifeless Body.

"Narator dalam lagu itu adalah tubuh manusia yang tidak lagi memiliki wujud fisik," kata sang musisi.

"Pada hari ke-29 mogok makan, saya membuka mata dan saya tidak tahu apakah saya masih hidup atau sudah mati, di Bumi atau di surga. Saya trans. Rasanya aneh... dan itulah perasaan yang ingin saya tangkap dalam karya ini."

Aksi mogok makan itu juga membuat Rajabian mengalami pembengkakan sendi, yang berarti ia tidak bisa lagi bermain musik.

Baca juga: Morteza Mehrzadselakjani, Atlet Tertinggi dalam Sejarah Paralimpiade Andalan Iran Raih Emas

Sebagai gantinya, ia membuat aransemen lagu dan mengirimkannya ke musisi-musisi di seluruh dunia.

Mereka merekam bagian mereka dan mengirimnya kembali ke Iran, kemudian Rajabian dengan susah payah menjahitnya menjadi lagu sambil berjuang dengan koneksi internet yang lambat dan asumsi pengawasan oleh otoritas Iran.

Prosesnya panjang dan berat. Rajabian mengatakan ia berbicara dengan orkestra Brasil "selama berjam-jam dari kejauhan" demi menjelaskan perasaan yang ingin dia sampaikan.

"Saya sedang mencari warna suara baru. Musik yang tidak memiliki lokasi, baik timur maupun barat," katanya.

Baca juga: Video Eksodus Pengungsi Afghanistan, Jalan Bermil-mil Lewati Gurun dan Lintasi Perbatasan ke Iran

"Saya bahkan mencoba menghilangkan aksen barat mereka," imbuhnya, mendorong mereka untuk berimprovisasi. Tujuannya adalah merasa terbebaskan, menciptakan perasaan yang nyata.

Penggarapan album ini dibantu oleh produser AS Harvey Mason Jr, yang pernah menulis dan merekam lagu dengan Aretha Franklin, Michael Jackson, Beyoncé, dan Britney Spears; dan, awal tahun ini, ia terpilih sebagai presiden sementara Grammy.

"Ketika saya pertama kali berbicara dengan Mehdi, saya tertarik, kemudian ketika saya mendengar ceritanya, saya semakin tertarik," katanya kepada BBC News.

"Akhirnya ketika saya mendengar musiknya, saya terpesona. Mehdi telah membuat sesuatu yang indah dan sangat menarik dalam situasi sulit," sambung Mason.

Baca juga: Pemimpin Tertinggi Iran Sebut AS Rubah Licik Atas Kondisi Kacau Afghanistan Sekarang

Diam di hadapan penindasan berarti berpihak pada penindas

Album ini dijadwalkan untuk rilis pada Jumat ini (17/09), hanya beberapa minggu setelah Taliban mengambil alih tetangga Iran di timur, Afghanistan. Rezim Taliban melarang pemutaran musik di depan umum, menyebutnya "tidak Islami"; sementara penyanyi folk Fawad Andarabi dilaporkan ditembak mati, setelah diseret dari rumahnya oleh pasukan Taliban.

Rajabian mengatakan perlawanan adalah satu-satunya solusi.

"Di Timur Tengah, alat musik bisa sekuat senjata," katanya kepada BBC News saat pertama kali mengumumkan album tersebut pada Januari 2020.

Hari ini, ia menambahkan: "Suatu hari, orang akan melihat ke belakang dan menyadari bahwa kami tidak hanya membuat musik.

"Kami membawa filosofi dan pemikiran kemanusiaan dengan musik, untuk mengatakan bahwa kami tidak tinggal diam dalam menghadapi penindasan dalam masa-masa yang paling sulit."

Baca juga: Pemimpin Tertinggi Iran Sebut Biden Serigala Pemangsa Tak Beda dengan Trump

"Diam di hadapan penindasan berarti berpihak pada penindas. Saya tidak bisa diam. Musik adalah satu-satunya senjata kebenaran, untuk melawan takhayul."

Meskipun musik Rajabian tidak dapat didengarkan di negara asalnya, ia berharap orang-orang di tempat lain akan menerimanya bersama pesan-pesan kasih sayang dan kekuatannya.

"Fakta bahwa orang akan mendengarkan album saya dan mengikuti saya, membantu saya untuk mengatakan bahwa saya hidup, saya bisa bersuara," katanya.

"Saya bisa memberi tahu dunia bahwa tidak ada kekuatan diktator yang dapat menghentikan kebebasan musik."

"Saya melewati semua larangan dan kawat berduri penjara, dan hari ini saya membawa musik (baru] kepada pendengar. Bahkan jika saya sendiri berakhir di balik jeruji besi."

Baca juga: Pejabat Iran Tuduh Biden Mengancam Teheran Secara Ilegal

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Dinas Keamanan Ukraina Mengaku Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky

Dinas Keamanan Ukraina Mengaku Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky

Global
Mengenal Apa Itu Chloropicrin, Senjata Kimia yang AS Tuduh Rusia Pakai di Ukraina

Mengenal Apa Itu Chloropicrin, Senjata Kimia yang AS Tuduh Rusia Pakai di Ukraina

Global
Argentina Luncurkan Uang Kertas 10.000 Peso, Setara Rp 182.000

Argentina Luncurkan Uang Kertas 10.000 Peso, Setara Rp 182.000

Global
Majikan Ditemukan Meninggal, PRT Ini Sebut karena Bunuh Diri dan Diwarisi Rp 43,5 Miliar

Majikan Ditemukan Meninggal, PRT Ini Sebut karena Bunuh Diri dan Diwarisi Rp 43,5 Miliar

Global
Membaca Arah Kepemimpinan Korea Utara dari Lagu Propaganda Terbaru

Membaca Arah Kepemimpinan Korea Utara dari Lagu Propaganda Terbaru

Internasional
Apa Saja yang Perlu Diketahui dari Serangan Israel di Rafah?

Apa Saja yang Perlu Diketahui dari Serangan Israel di Rafah?

Global
AS Disebut Hentikan Pengiriman 3.500 Bom ke Israel karena Kekhawatiran akan Serangan ke Rafah

AS Disebut Hentikan Pengiriman 3.500 Bom ke Israel karena Kekhawatiran akan Serangan ke Rafah

Global
Rangkuman Hari Ke-804 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Dilantik untuk Periode Ke-5 | Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky

Rangkuman Hari Ke-804 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Dilantik untuk Periode Ke-5 | Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky

Global
Jepang Dinilai Joe Biden Xenofobia, Benarkah?

Jepang Dinilai Joe Biden Xenofobia, Benarkah?

Internasional
AS Optimistis Usulan Hamas Direvisi Lancarkan Gencatan Senjata di Gaza

AS Optimistis Usulan Hamas Direvisi Lancarkan Gencatan Senjata di Gaza

Global
6 Bulan Jelang Pilpres AS, Siapa Bakal Cawapres Trump?

6 Bulan Jelang Pilpres AS, Siapa Bakal Cawapres Trump?

Global
Kabinet Perang Israel Putuskan Lanjutkan Operasi di Rafah Gaza meski Dikecam Internasional

Kabinet Perang Israel Putuskan Lanjutkan Operasi di Rafah Gaza meski Dikecam Internasional

Global
Saat Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa Menyebar di Belanda, Jerman, Perancis, Swiss, dan Austria...

Saat Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa Menyebar di Belanda, Jerman, Perancis, Swiss, dan Austria...

Global
Israel Didesak Buka Kembali Penyeberangan Rafah Gaza, AS Ikut Bersuara

Israel Didesak Buka Kembali Penyeberangan Rafah Gaza, AS Ikut Bersuara

Global
[POPULER GLOBAL] Hamas Setujui Usulan Gencatan Senjata | Pielieshenko Tewas Bela Ukraina

[POPULER GLOBAL] Hamas Setujui Usulan Gencatan Senjata | Pielieshenko Tewas Bela Ukraina

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com