Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Pegawai Pemerintah Afghanistan, Ditelpon Komandan Taliban dan Diperintah Kembali Kerja

Kompas.com - 26/08/2021, 09:47 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Reuters

KABUL, KOMPAS.com - Ashraf Haidari, seorang ekonom di Kementerian Keuangan Afghanistan, sedang menunggu dengan cemas di rumah ketika mendapat telepon, yang ternyata dari Taliban.

Telepon itu langsung dari seorang komandan Taliban yang memerintahkannya kembali bekerja. Maksudnya agar dia bisa membantu menjalankan negara begitu "orang asing gila" pergi, bunyi perintah itu merujuk sekutu barat.

Baca juga: Eks Menteri Afghanistan yang Jadi Kurir Pizza Bergelar Ganda S2 Oxford

Seperti ribuan orang lain yang bekerja untuk pemerintahan yang didukung Barat, yang tergusur penaklukan kilat milisi Taliban di Afghanistan, Haidari mengaku khawatir dia mungkin menjadi korban pembalasan.

Menurutnya, di ujung lain telepon adalah seorang komandan Taliban, yang mendesak Haidari kembali ke kementeriannya, di mana dia bekerja mengalokasikan dana ke 34 provinsi negara itu.

"Dia mengatakan jangan panik atau mencoba bersembunyi, para pejabat membutuhkan keahlian Anda untuk menjalankan negara kami setelah orang asing gila pergi," ujar Haidari (47 tahun) kepada Reuters dilansir Rabu (25/6/2021).

Untuk menyesuaikan dengan norma-norma pemerintahan Taliban sebelumnya, ketika mereka secara brutal menegakkan interpretasi hukum Islam yang ketat, Haidari menumbuhkan janggut.

Setelah panggilan telepon pada Minggu (22/8/2021), dia menukar jasnya dengan jubah tradisional Afghanistan untuk bertemu dengan bos barunya.

Baca juga: Bayi Afghanistan yang Lahir di Pesawat Evakuasi AS Dinamai Reach, Sesuai Kode Penerbangan

Reuters berbicara dengan tiga pejabat tingkat menengah lainnya di kementerian keuangan dan bank sentral Afghanistan. Mereka mengatakan diberitahu oleh Taliban untuk kembali bekerja, karena negara itu menghadapi pergolakan ekonomi dan kekurangan uang tunai.

Sohrab Sikandar, yang bekerja di departemen pendapatan kementerian keuangan Afghanistan, mengatakan dia tidak melihat rekan perempuannya sejak dia kembali ke kantor.

Selama pemerintahan Taliban 1996-2001, perempuan tidak bisa bekerja, harus menutupi wajah mereka dan ditemani oleh kerabat laki-laki jika mereka ingin keluar rumah.

Juru bicara Taliban berusaha meyakinkan warga Afghanistan bahwa mereka tidak akan membalas dendam. Mereka juga mengeklaim akan mengizinkan perempuan bekerja, selama pekerjaan mereka konsisten dengan aturan Islam.

Namun laporan penggeledahan dari rumah ke rumah, perempuan yang dipaksa keluar dari pekerjaan dan pembalasan terhadap mantan pejabat keamanan dan etnis minoritas telah membuat orang waspada.

Taliban telah berjanji untuk menyelidiki pelanggaran yang dilaporkan.

Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan kepada wartawan di Kabul pada Selasa (24/8/2021) bahwa "sudah waktunya bagi orang untuk bekerja untuk negara mereka".

Dia menambahkan bahwa Taliban sedang mengerjakan prosedur bagi pekerja pemerintah wanita untuk kembali ke pekerjaan mereka, tetapi untuk saat ini mereka harus tinggal di rumah karena alasan "keamanan".

Baca juga: Taliban Tunjuk Mantan Tahanan Teluk Guantanamo sebagai Menteri Pertahanan Afghanistan yang Baru

Tetap tinggal

Kehancuran yang meluas selama perang 20 tahun antara pasukan pemerintah yang didukung AS dan Taliban, penurunan pengeluaran lokal karena keluarnya pasukan asing, mata uang yang jatuh dan kurangnya dolar memicu krisis keuangan.

Seorang pejabat bank sentral Afghanistan, yang telah kembali bekerja dan ingin tetap anonim, mengatakan kepada Reuters bahwa Taliban sejauh ini hanya memanggil beberapa pejabat, terutama di kementerian keuangan dan dalam negeri.

Para pemimpin Taliban telah memulai pembicaraan tentang pembentukan pemerintahan. Termasuk melakukan diskusi dengan beberapa mantan musuh dari pemerintahan sebelumnya, seperti mantan presiden Afghanistan Hamid Karzai.

Kantor berita Pajhwok melaporkan, pejabat Taliban ditunjuk untuk berbagai jabatan termasuk gubernur Kabul, penjabat menteri dalam negeri dan keuangan, dan kepala intelijen.

Haidari, ekonom di kementerian keuangan, mengaku tidak memberi tahu keluarganya ketika meninggalkan rumahnya pada Senin (23/8/2021) untuk hari pertamanya bekerja di bawah pemerintahan Taliban.

Hal itu sengaja dilakukannya untuk "menghindari kepanikan" di keluarganya.

Di kantor, dia disambut oleh tiga pejabat Taliban yang mengatakan bahwa dia akan segera bergabung dengan rekan-rekan lainnya. Taliban meminta mereka fokus mengirim uang ke provinsi-provinsi.

Baca juga: Pemimpin Perlawanan Afghanistan Pilih Mati daripada Menyerah kepada Taliban

Seorang pejabat, yang mengaku bertanggung jawab atas keamanan kementerian, mengatakan kepada Haidari bahwa istirahat shalat adalah wajib.

"Mereka tidak membawa senjata di dalam gedung dan salah satu dari mereka mengatakan kami bisa belajar dari keahlian Anda," kata Haidari.

Tidak seperti beberapa warga negara yang mati-matian berusaha meninggalkan negara itu, ia berencana untuk tetap tinggal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Saat Dokter Jantung Ladeni Warganet yang sebut Non-Perokok Sebagai Pecundang...

Saat Dokter Jantung Ladeni Warganet yang sebut Non-Perokok Sebagai Pecundang...

Global
Agungkan Budaya Gila Kerja, Petinggi Mesin Pencari Terbesar China Malah Blunder

Agungkan Budaya Gila Kerja, Petinggi Mesin Pencari Terbesar China Malah Blunder

Global
Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia Demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia Demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Global
Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Global
100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

Global
Jeda Pengiriman Senjata AS Tak Berdampak, Israel Terus Gempur Rafah

Jeda Pengiriman Senjata AS Tak Berdampak, Israel Terus Gempur Rafah

Global
Kontestan Israel Lolos ke Final Kontes Lagu Eurovision, Tuai Kecaman

Kontestan Israel Lolos ke Final Kontes Lagu Eurovision, Tuai Kecaman

Global
Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Global
Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Global
Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Global
PRT di Thailand Ini Ternyata Belum Pasti Akan Terima Warisan Rp 43,5 Miliar dari Majikan yang Bunuh Diri, Kok Bisa?

PRT di Thailand Ini Ternyata Belum Pasti Akan Terima Warisan Rp 43,5 Miliar dari Majikan yang Bunuh Diri, Kok Bisa?

Global
Rangkuman Hari Ke-806 Serangan Rusia ke Ukraina: Presiden Pecat Pengawalnya | Serangan Drone Terjauh Ukraina

Rangkuman Hari Ke-806 Serangan Rusia ke Ukraina: Presiden Pecat Pengawalnya | Serangan Drone Terjauh Ukraina

Global
Meski Diprotes di Kontes Lagu Eurovision, Kontestan Israel Maju ke Final

Meski Diprotes di Kontes Lagu Eurovision, Kontestan Israel Maju ke Final

Global
Tasbih Antikuman Diproduksi untuk Musim Haji 2024, Bagaimana Cara Kerjanya?

Tasbih Antikuman Diproduksi untuk Musim Haji 2024, Bagaimana Cara Kerjanya?

Global
Kata Netanyahu Usai Biden Ancam Setop Pasok Senjata ke Israel

Kata Netanyahu Usai Biden Ancam Setop Pasok Senjata ke Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com