Terakhir, hingga pemerintah Afghanistan sekarang yang jatuh di tangan Taliban, Ghafari adalah direktur Departemen Dukungan Ibu, Korban, dan Tawanan Perang di Kementerian Pertahanan Afghanistan.
Selama 4 bulan di kementerian, dia tidak dibayar karena bantuan internasional telah ditarik.
Baca juga: PBB Mohon Negara Tetangga Afghanistan Tetap Buka Perbatasan: “Biarkan Mereka Melarikan Diri”
Dengan kematian ayahnya, “Saya memimpin keluarga dengan 6 saudara dan ibu saya yang baru saja menjanda. Sebagai yang lebih tua, saya memiliki tanggung jawab untuk memberi makan dan mengatur semua orang. Saya hanya meminjam untuk menjaga keluarga saya.”
Wanita itu kemudian mengungkapkan kondisi tentara Afghanistan yang tidak mendapatkan hak uang mereka.
"Para prajurit yang bertempur di titik yang sangat tinggi di pegunungan tidak menerima uang mereka atas mengorbankan hidup mereka. Saya tidak tahu mengapa semua orang mengharapkan pasukan Afghanistan untuk berperang," ungkapnya.
"Mengapa harus bertarung, di mana harus bertarung, siapa yang harus bertarung? Orang-orang di komunitas internasional yang kami coba untuk berunding, ajak bicara, dan kemudian mereka mendorong kami pergi. Kami tidak dihormati," terangnya.
Semua orang tidak siap saat tiba-tiba Kabul jatuh lagi di tangan Taliban karena ditariknya pasukan asing yang dipimpin AS dengan tergesa-gesa.
“Kami tidak pernah mengira komunitas internasional melakukan ini kepada kami,” ucapnya.
Dia ketakutan, akunya. “Taliban ada di sekitar kota. Mereka membunuh orang, mereka menghancurkan tempat-tempat. Kami semua takut. Ibuku takut. Jika saya kehilangan hidup saya, apa yang akan terjadi pada keluarga saya, tunangan saya? Adikku, dia hanya menangis dan memintaku, tolong kakak, pergilah jika kamu bisa,” ungkapnya.
Baca juga: IMF Jamin Taliban yang Kuasai Afghanistan Tidak dapat Akses Dana Bantuan
Ghafari mengatakan dia bingung dengan masa depannya. Sekali pun jika dia bisa selamat, ia memikirkan bagaimana dengan nasib orang lainnya yang memiliki mimpi untuk hidup bebas sebagai mmanusia.
"Apa jadinya mimpi mereka, apa jadinya kalau mereka tidak bisa lagi sekolah, ke universitas. Bagaimana jika mereka tidak bisa hidup bebas sebagai manusia? Saya sangat sakit hati," ratapnya.
Juru bicara Taliban Suhail Shaheen mengatakan dalam pernyataan kemenangan atas Afghanistan bahwa akan menjamin hidup mantan staf pemerintah, dengan diberikan amnesti atau bahwa para militan akan menghormati hak-hak perempuan dan mengizinkan mereka untuk mendapatkan pendidikan dan bekerja.
Namun Ghafari, tidak percaya dengan janji itu yang kontras dengan pengalaman yang ia rasakan. "Mereka tidak tahu tentang apa itu hak, hak manusia, hak perempuan, hak internasional, hukum, aturan kebijakan," tandasnya.
Dia mengungkapkan saat ini ia tidak bisa pulang lagi. "Itu adalah rumah sewa, tepi itu masih rumah saya, saya bekerja untuk hidup di sana. Saya memiliki kamar tidur saya, barang-barang saya di sana, boneka beruang saya. Saya memiliki segalanya di sana. Saya tidak yakin apakah saya bisa kembali bahkan sekali," ungkapnya.
Pada Maret 2020, Ghafari menerima penghargaan International Woman of Courage dari Departemen Luar Negeri AS. Hari ini dengan kondisi Afghanistan sekarang, dia merasa ditinggalkan oleh orang-orang yang memanjakannya.
“Saya benar-benar tidak ingin apa-apa lagi dari dunia. Mereka hanya mengacaukan segalanya. Saya tidak mengharapkan apa-apa lagi. Jika mereka setidaknya bisa menyelamatkan kami dari kehilangan hak kami, menyelamatkan keuntungan kami selama 20 tahun, tetapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa,” ucapnya pilu.
Baca juga: 5 Janji Taliban untuk Warga Afghanistan, dari Hak Perempuan hingga Industri Narkoba
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.