Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Hoaks Soal Covid-19 di Indonesia, Hati-hati Terima Informasi

Kompas.com - 05/07/2021, 04:26 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Editor

Sumber ABC

"Kedua, dalam iklim ketidakpercayaan, kebingungan, dan ketakutan yang berkembang, mikro-influencer religius dapat menawarkan rasa perlindungan kepada pengikut mereka, dengan cara memelihara keyakinan pada kekuatan agama yang melindungi dan rencana yang lebih besar dari Yang Maha Kuasa," ungkapnya.

Yanuar Nugroho, sosiolog di ISEAS menilai kondisi masyarakat yang rentan terhadap disinformasi, salah satunya karena persepsi soal risiko di kepala masyarakat soal pandemi Covid-19 tidak terbentuk.

Menurutnya, di masa krisis seperti saat ini, pemerintah bertanggung jawab menyampaikan persepsi risiko karena akan menentukan bagaimana masyarakat bersikap menghadapi virus corona.

"Mixed messages (pesan yang berbeda) itu enggak boleh. Kesalahan paling fatal pertama dari Pemerintah adalah bahwa pesan yang disampaikan ambigu, bahkan sampai detik ini."

Yanuar mencontohkan, pemerintah melarang mudik, tetapi memperbolehkan warga ke tempat-tempat wisata.

"Atau imbauan jangan traveling dulu, tapi sekarang Garuda membuat promo: Terbang dengan Garuda, dapatkan vaksinasi gratis," ujarnya.

"Ini menurutku menunjukkan ketidakmampuan pemerintah membangun persepsi risiko," ungkapnya. 

Menurutnya, pesan yang berbeda-beda ini disebabkan karena pemerintah sendiri tidak punya pemahaman, persepsi, dan satu suara tentang pandemi Covid-19.

"Tentu saja ada banyak faksi di pemerintah, tapi tidak bisa tidak, dalam keadaan segenting ini, pemerintah perlu punya persepsi tunggal," katanya.

Kondisi yang dihadapi Indonesia saat ini, menurut Yanuar, adalah gabungan antara ketaatan masyarakat pada protokol kesehatan yang rendah dan pemerintah yang terus-menerus terlihat ragu, tidak bisa mengambil sikap, antara mendahulukan kesehatan atau ekonomi, atau politik.

Baca juga: Korea Utara Masih “Ogah-ogahan” Terima Bantuan Vaksin Covid-19

Tak merasa sedang ada krisis

Epidemiolog Universitas Indonesia, Dr Pandu Riono menggunakan istilah yang lain.

Ia menyebut bahwa alih-alih mencapai "herd immunity", Indonesia sudah mencapai "herd stupidity".

"Istilah herd stupidity itu bermula ketika saya mengomentari orang yang mau mudik, enggak dilarang oleh pemerintah, masyarakatnya juga enjoy aja, malah pulang duluan, ada mudik tahap pertama, ada mudik yang gampang, yang susah, itu semua terjadi," kata Dr Pandu kepada ABC.

"Itulah herd stupidity, enggak ada yang punya perhatian atau sense of crisis," ujarnya.

Dr Pandu juga menyebut Pemerintah Indonesia tidak belajar, tidak mau belajar dan tidak mau mendengar pendapat para ahli dan pakar kesehatan masyarakat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com