NEW YORK, KOMPAS.com - Sembilan negara Asean mengusulkan kemudahan rancangan resolusi Majelis Umum PBB untuk Myanmar, termasuk menghapus embargo senjata.
Sembilan negara itu adalah Kamboja, Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Mereka menulis surat kepada Liechtenstein selaku perancang resolusi, setelah pemungutan suara yang harusnya digelar pekan lalu dibatalkan.
Baca juga: Masih Dilanda Kudeta, Myanmar Tak Diundang ke Rapat Tahunan WHO
Dalam surat tertanggal 19 Mei, kesembilan anggota Asean itu menyatakan resolusi tersebut tidak bisa mendapat dukungan luas, terutama dari negara yang terkena dampaknya langsung.
Kesembilan negara itu mengusulkan negosiasi supaya rancangan resolusi bisa diterima, terutama di kawasan Asia Tenggara.
"Adalah menjadi keyakinan kami jika resolusi Majelis Umum PBB soal Myanmar hendak membantu negara Asean, maka perlu diadopsi lewat konsensus," tulis 9 negara itu.
Dilansir Reuters Jumat (28/5/2021), resolusi itu menyerukan penghentian penjualan senjata, baik langsung maupun tak langsung.
Oleh kesembilan negara Asia Tenggara, mereka ingin agar kalimat mengenai embargo senjata tersebut dihapus.
Secara legal, resolusi dari Majelis Umum tidaklah mengikat. Namun mempunyai konsekuensi politik.
Baca juga: Bergabung dalam Gerakan Anti-Kudeta, Lebih dari 125.000 Guru Sekolah di Myanmar Diskors
Tidak seperti 15 anggota Dewan Keamanan PBB, tidak ada negara yang mempunyai hak veto di pertemuan tersebut.
Selain mengenai penjualan persenjataan, para anggota Asean itu ingin agar PBB lebih menyoroti penahanan sejumlah tokoh politik Myanmar.
Pemimpin sipil Aung San Suu Kyi salah satunya. Dia ditahan sejak junta militer melakukan kudeta pada 1 Februari.
Sembilan negara Asia Tenggara termasuk Indonesia ingin resolusi itu menyerukan pembebasan para tokoh politik itu tanpa syarat.
Baca juga: Berbulan-bulan Kudeta Myanmar, Apa Kabar Aung San Suu Kyi?
Organisasi yang berdiri sejak 1967 tersebut memimpin upaya diplomasi dan dialog antara junta dengan oposisi.
Awal Mei ini, sejumlah elemen sipil seperti Amnesty International dan Human Rights Watch menyerukan agar Naypyidaw diembargo.
Hanya Dewan Keamanan PBB yang punya kuasa mengikat dalam penerapan embargo. Namun, diyakini Rusia dan China bakal mencegahnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.