Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Etnis Bersenjata Myanmar Berusaha Tangani Covid-19 secara Mandiri sejak Kudeta

Kompas.com - 11/05/2021, 09:37 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber Al Jazeera

NAYPIYDAW, KOMPAS.com - Beberapa organisasi etnis bersenjata Myanmar terus melakukan tes dan vaksinasi Covid-19 di sebagian besar wilayah perbatasan di bawah kendali mereka.

Ketika sistem kesehatan dalam penanganan nasional terhadap Covid-19 di Myanmar terpukul setelah kudeta 1 Februari oleh junta militer, organisasi etnis bersenjata di utara negara Seribu Pagoda itu diam-diam telah memvaksinasi 20.000 orang di wilayahya.

Melansir Al Jazeera pada Senin (10/5/2021), etnis bersenjata Myanmar mendapatkan dukungan China dengan mengirim vaksin Covid-19 Sinovac Biotech.

Baca juga: POPULER GLOBAL: Mandi Massal Super Spreader Tsunami Covid-19 India | Organ Dalam Penyair Myanmar Hilang

Vaksin tersebut dipasok melalui Palang Merah China, anggota Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah.

Organisasi Kemerdekaan Kachin (KIO) adalah satu dari sekitar 20 organisasi etnis bersenjata yang beroperasi di sepanjang perbatasan Myanmar dengan China, Thailand dan India.

Beberapa dari mereka telah menjalankan penanganan Covid-19 di Myanmar secara mandiri sejak awal pandemi menjangkit.

Baca juga: Aung San Suu Kyi Akan Hadir Langsung di Pengadilan Myanmar pada 24 Mei

KIO dan Persatuan Nasional Karen (KNU), dua dari organisasi bersenjata etnis paling mapan di negara itu, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa mereka akan terus berusaha semaksimal mungkin dalam menangani Covid-19 di wilayahnya. 

Meskipun, kekacauan dan perang saudara yang semakin intensif sejak kudeta telah mengganggu upaya mereka.

Tanggapan Covid-19 kedua etnis bersenjata itu berlangsung saat sistem perawatan kesehatan nasional Myanmar runtuh, yang sudah menjadi yang terlemah di dunia sebelum kudeta militer.

Beberapa hari setelah kudeta, petugas kesehatan pemerintah mulai bergabung dalam Gerakan Pembangkangan Sipil (CDM), yang kini melanda seluruh negeri dalam upaya untuk melumpuhkan kekuasaan junta militer dan membuat para jenderal kehilangan sumber daya.

Banyak rumah sakit tutup atau hampir tidak berfungsi, sejak itu hingga kini.

Baca juga: Penyair Myanmar Tewas Setelah Ditangkap Junta, Organ Dalam Tubuhnya Hilang

Pada 5 Mei, Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bahwa serangan terhadap personil dan fasilitas medis membahayakan terhadap penanganan Covid-19 di dalam negeri.

"Pada saat Myanmar sangat membutuhkan layanan kesehatan, petugas kesehatan takut ditangkap atau ditahan, karena menggunakan hak mereka atas kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai," kata PBB dalam siaran pers.

Menurut PBB, militer telah melakukan sedikitnya 158 serangan terhadap personel dan fasilitas medis, di mana lebih dari 60 orang terluka atau tewas.

Selain itu, telah menangkap dan mendakwa lebih dari 139 dokter dan menduduki setidaknya 50 fasilitas kesehatan. Sementara, kasus Covid-19 di Myanmar yang dilaporkan kemudian anjlok.

Baca juga: Myanmar Masih Krisis, Junta Militer Dapat Investasi Rp 39 Triliun

Dr Khin Khin Gyi, kepala unit penyakit menular kementerian kesehatan Myanmar, mengatakan kepada Voice of America (VOA) pada awal April bahwa tingkat tes Covid-19 secara nasional turun menjadi kurang dari 2.000 sehari, dari sebanyak 25.000 tes harian sebelum kudeta militer.

Pada 31 Januari 2021, negara itu telah mendokumentasikan lebih dari 140.000 kasus dan 3.131 kematian, dan melaporkan ratusan kasus baru setiap hari.

Namun sejak kudeta Myanmar, hanya 2.700 kasus baru yang terdeteksi, rata-rata sekitar 30 kasus per hari dan 79 kematian yang diumumkan.

Baca juga: 100 Hari Kudeta Myanmar: Rangkuman Peristiwa dan Perkembangan Terkini

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Global
Israel Perintahkan Warga Palestina Mengungsi dari Rafah

Israel Perintahkan Warga Palestina Mengungsi dari Rafah

Global
[UNIK GLOBAL] Majikan Bunuh Diri, PRT Diwarisi Rp 43,5 Miliar | Karyawan Nekat ke Italia demi Makan Pizza Padahal Besok Kerja

[UNIK GLOBAL] Majikan Bunuh Diri, PRT Diwarisi Rp 43,5 Miliar | Karyawan Nekat ke Italia demi Makan Pizza Padahal Besok Kerja

Global
Tak Ada yang Bicara Perubahan Iklim di Pemilu India, Apa Sebabnya?

Tak Ada yang Bicara Perubahan Iklim di Pemilu India, Apa Sebabnya?

Global
Di Texas, Orangtua Bisa Dipenjara Jika Tinggalkan Anak Sendirian dalam Rumah

Di Texas, Orangtua Bisa Dipenjara Jika Tinggalkan Anak Sendirian dalam Rumah

Global
Turkiye Setop Berbisnis dengan Israel, Pakar: Akan Sulitkan Ankara

Turkiye Setop Berbisnis dengan Israel, Pakar: Akan Sulitkan Ankara

Global
Tentara Israel Diserang Ratusan Lebah di Gaza Selatan

Tentara Israel Diserang Ratusan Lebah di Gaza Selatan

Global
Kritikan Paling Keras AS untuk Israel, Dituduh Mungkin Langgar Hukum Internasional

Kritikan Paling Keras AS untuk Israel, Dituduh Mungkin Langgar Hukum Internasional

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com