Saat ini anggaran pertahanan China jauh lebih tinggi ketimbang Rusia yang sebesar 61,7 miliar dollar AS (sekitar Rp 895,2 triliun), Inggris dengan 59,2 milliar dan Arab Saudi yang menganggarkan 57,5 miliar dollar AS (sekitar Rp 834,3 triliun) pada tahun lalu.
Jerman yang menaikkan anggaran pertahanan sebesar 5,2 persen menjadi 52,8 miliar dollar AS (sekitar Rp 766,1 triliun) pada 2020, berada di atas Perancis di posisi ketujuh.
Jerman yang sejak lama didesak untuk mengimbangi ambang batas belanja militer NATO sebesar 2 persen dari APBN, tercatat sudah menaikkan anggaran sebesar 28 persen sejak 2011.
"Kita menyaksikan tren kenaikan anggaran militer di Jerman sudah sejak beberapa tahun terakhir," kata Alexandra Marksteiner, salah seorang peneliti SIPRI.
"Menurut data kami, Jerman mulai menaikkan lagi anggaran militernya baru sejak 2014," kata SIPRI, hampir semua negara NATO menambah anggaran pertahanan pada 2020.
Saat ini, sebanyak 12 negara anggota NATO membelanjakan lebih dari 2 persen anggaran tahunan untuk keperluan militer.
Pada 2019, hanya 9 negara yang memenuhi ambang batas tersebut.
Namun menurut da Silva, kenaikan prosentase anggaran bisa diakibatkan menyusutnya produk domestik brutto karena pandemi virus corona, ketimbang komitmen untuk memenuhi target belanja pertahanan NATO.
Tren kenaikan anggaran belanja militer pada negara NATO akan terus berlanjut, kata Niklas Schornig, peneliti konflik Jerman.
"Setidaknya di bawah pemerintahan Biden, tekanan terhadap negara sekutu untuk menaikkan anggaran pertahanan tidak akan mengendur," ucapnya.
Laporan tahunan SIPRI menyimpan koleksi paling lengkap seputar belanja alutsista dan pertahanan di seluruh dunia.
Baca juga: Publik Geger, Menlu Iran Sebut Militer Seret Teheran ke Perang Saudara Suriah