NAYPYIDAW, KOMPAS.com – Para demonstran di Myanmar melawan balik pasukan keamanan dengan bom molotov dan ketapel.
Perlawanan tersebut dilakukan para demonstran pada Rabu (17/3/2021) setelah setidaknya lebih dari 200 orang tewas dalam aksi menentang kudeta militer.
Di Kalay, barat laut Myanmar, setidaknya dua orang ditembak mati pada Rabu menurut media lokal dan foto-foto para korban yang beredar di media sosial.
Pada Rabu malam waktu setempat, asap dan kebakaran terlihat di Kalay dan Yangon sebagaimana dilansir Associated Press.
Baca juga: Demi Myanmar Damai, Paus Fransiskus Siap Berlutut di Jalan
Asap dan kebakaran tersebut tampaknya berasal dari barikade buatan demonstran yang dibakar oleh pasukan keamanan.
Aksi demo menentang kudeta militer di Myanmar terus berlangsung sejak militer menahan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi dan merebut kekuasaan pada 1 Februari.
Sebagian besar dari aksi demo tersebut berlangsung damai. Pasukan keamanan membalasnya dengan kekerasan, melakukan penangkapan, bahkan tak segan membunuh demonstran.
Namun, semua berubah pada Rabu ketika pasukan keamanan kembali melepaskan tembakan di Yangon.
Baca juga: Sinyal Keretakan Hubungan, Biksu Myanmar Tuding Junta Militer Bunuh Warga Sipil
Setelah pasukan keamanan melepaskan tembakan, demonstran awalnya melarikan diri. Beberapa saat kemudian, mereka merangkak mendekati barikade yang sudah dibikin sebelumnya.
Beberapa di antara mereka melemparkan bom molotov sementara yang lain melepaskan proyektil dari ketapel.
Pada Rabu, Paus Fransiskus juga memohon agar kekerasan di Myanmar dihentikan. Paus juga menyerukan agar dibuka kembali dialog di sana.
“Sekali lagi dan dengan kesedihan terdalam yang saya rasakan, saya merasa perlu untuk berbicara tentang situasi di Myanmar,” kata Paus.
Baca juga: Pemakaman Massal Terjadi di Myanmar Saat 149 Orang Telah Dibunuh Junta Militer
“Banyak orang, kebanyakan dari mereka masih muda, kehilangan nyawa mereka untuk meletakkan harapan kepada negara mereka,” sambung Paus.
Dalam bahasa yang melambangkan apa yang telah dilakukan pengunjuk rasa, Paus Fransiskus siap untuk berlutut di Myanmar untuk menghentikan kekerasan.
"Bahkan saya (siap) berlutut di jalan-jalan Myanmar dan berkata 'hentikan kekerasan’,” sambung Paus Fransiskus.
Junta militer juga memutus layanan internet seluler pada Minggu (14/3/2021) meski masih mengaktifkan akses internet melalui Wi-Fi.
Baca juga: Pengunjuk Rasa Myanmar Bantah Bakar Pabrik-pabrik China, Tuding Ada Setting-an Militer
Pada Rabu, kecepatan internet melalu jaringan Wi-Fi dilaporkan sangat lambat sehingga sulit untuk mengunggah foto dan video.
Beberapa wilayah di Yangon telah berada di bawah darurat militer sejak Senin (15/3/2021).
Wilayah-wilayah tersbeut kini dikendalikan penuh oleh militer sekaligus mempersulit pengunjuk rasa untuk berorganisasi dan berkomunikasi.
Baca juga: Militer Myanmar: Diperintah Terang-terangan Tembak Warga Sipil, Bahkan Bunuh Orangtua Sendiri
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.