Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tentara Myanmar Duduki Rumah Sakit dan Kampus, OHCHR: Sama Sekali Tak Dapat Diterima

Kompas.com - 08/03/2021, 17:55 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

Sumber CNN

NAYPYIDAW, KOMPAS.com – Pasukan keamanan Myanmar telah menduduki sejumlah rumah sakit dan kampus universitas menjelang aksi protes nasional.

Selama akhir pekan, tentara Myanmar terlihat menduduki beberapa rumah sakit dan universitas di Yangon dan Mandalay, menurut media lokal Myanmar Now.

Aktivis khawatir kehadiran para tentara dapat menghalangi perawatan bagi pengunjuk rasa yang terluka atau bahwan menangkapi mereka yang terluka sebagaimana dilansir CNN.

Seorang pejabat di Kantor Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR) mengatakan bahwa setidaknya lima rumah sakit diduduki tentara pada Senin (8/3/2021).

"Kami telah menerima laporan yang dapat dipercaya tentang rumah sakit yang diduduki di Myanmar hari ini,” kata James Rodehaver, kepala tim OHCHR Myanmar, Senin.

Baca juga: Seorang Tokoh Partai NLD Myanmar Tewas di Tahanan, Diduga Disiksa

"Kegiatan seperti itu sama sekali tidak dapat diterima. Rumah sakit adalah lokasi di bawah perlindungan hukum humaniter internasional," imbuh Rodehaver.

Pada Senin, organisasi internasional Dokter untuk Hak Asasi Manusia mengutuk pendudukan rumah sakit umum dan kekerasan yang berlebihan terhadap warga sipil.

Dokter untuk Hak Asasi Manusia bahkan menyebut pendudukan rumah sakit oleh tentara sama saja dengan invasi.

"Jika sebelumnya belum jelas, maka sekarang sangat jelas: militer Myanmar tidak akan berhenti melanggar hak-hak rakyat Myanmar sampai komunitas internasional bertindak tegas untuk mencegah dan mempertanggungjawabkan tindakan keterlaluan ini," kata organisasi tersebut.

Dokter untuk Hak Asasi Manusia mengatakan, pendudukan rumah sakit oleh militer adalah pelanggaran hukum internasional.

Baca juga: China Nyatakan Kesediaan untuk Terlibat Redakan Situasi Myanmar

Organisasi itu menambahkan, pendudukan itu hanya memperparah layanan kesehatan yang sudah dihantam pandemi Covid-19 dan kudeta militer baru-baru ini.

Sandra Mon, dari Center for Public Health and Human Rights di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, mengatakan bahwa pasukan keamanan mungkin sengaja menghalangi warga sipil untuk mengakses layanan kesehatan.

"(Tentara yang menduduki rumah sakit) juga merupakan ancaman bagi tenaga medis. Semacam memperingatkan mereka agar tidak lagi merawat demonstran yang terluka,” imbuh Sandra Mon.

Sejak kudeta militer pada 1 Februari dan Aung San Suu Kyi ditahan, pasukan keamanan berulang kali menargetkan pekerja medis, banyak dari mereka adalah orang pertama yang memimpin gerakan pembangkangan sipil.

Pekan lalu, polisi dan personel militer terekam memaksa tiga tenaga kesehatan keluar dari ambulans. Setelah itu, polisi dan militer secara brutal memukuli mereka dengan senjata dan pentungan.

Dan ada beberapa kasus di mana staf rumah sakit bersembunyi setelah militer menuntut pengunjuk rasa yang terluka dipindahkan ke rumah sakit militer.

Sementara itu, polisi Myanmar mengatakan bahwa pasukan keamanan "memelihara" berbagai universitas dan rumah sakit di seluruh negeri "untuk kepentingan rakyat," lapor surat kabar milik pemerintah, Global New Light of Myanmar.

Baca juga: India Klaim Banyak Warga Myanmar yang Antre di Perbatasan untuk Mengungsi

Demo terus berlanjut

Serikat buruh Myanmar menyerukan pemogokan nasional pada Senin, sebagai bagian dari kampanye pembangkangan sipil melawan kudeta.

Sebanyak 18 serikat pekerja di industri besar termasuk dari sektor pertanian, energi, pertambangan, konstruksi, makanan, dan transportasi telah menyerukan penghentian penuh perekonomian Myanmar.

"Organisasi buruh Myanmar bersatu untuk mendukung penghentian pekerjaan nasional yang diperpanjang melawan kudeta militer dan untuk masa depan demokrasi Myanmar," bunyi pernyataan bersama dari 18 serikat pekerja itu.

"Tidak ada yang bisa memaksa warga Myanmar untuk bekerja. Kami bukan budak junta militer sekarang dan kami tidak akan pernah menjadi budak," imbuh pernyataan bersama itu.

Baca juga: Militer Myanmar Menolak Jadi Boneka China, Justru Ingin Kerja Sama dengan Barat

Sementara itu, kelompok perempuan telah menyerukan masyarakat untuk hadir pada Senin untuk memperingati Hari Perempuan Internasional.

Peringatan Hari Perempuan Internasional tersebut akan menerbangkan Htamain (semacam sarung) sebagai bagian dari gerakan anti-kudeta.

Beberapa foto yang beredar pada Senin menunjukkan, para wanita berbaris dengan Htamain mereka yang berkibar seperti bendera di belakang mereka, atau digantung di jalan di depan barikade.

Saat aksi demonstrasi berlanjut pada Senin, setidaknya dua orang tewas di Myitkyina setelah polisi menembaki pengunjuk rasa, menurut Reuters yang mengutip para saksi.

Baca juga: Makam Kyal Sin, Gadis 19 Tahun yang Ditembak Mati, Digali Aparat Myanmar

Penggerebekan

Selain itu, pasukan keamanan Myanmar juga meningkatkan jumlah penggerebekan di malam hari sebagaimana dilansir CNN.

Langkah tersebut merupakan langkah terbaru junta militer Myanmar untuk mengonsolidasikan kontrolnya atas Myanmar saat menghadapi aksi protes yang semakin keras.

Setelah junta militer mengambil alih kekuasaan, lebih dari 54 orang dilaporkan tewas dalam aksi demonstrasi yang ditanggapi dengan kekerasan oleh pasukan keamanan.

Di banyak distrik di Yangon, pada Sabtu (6/3/2021) dan Minggu (7/3/2021), para saksi melaporkan suara tembakan dan stun grenade alias granat kejut.

Warga setempat menyaksikan dan merekam pasukan keamanan yang menggerebek daerah permukiman lalu melakukan penangkapan pada malam hari.

Baca juga: Ketika Pakaian Dalam dan Rok Perempuan Jadi Senjata Melawan Militer Myanmar

Beberapa warga mengatakan kepada Reuters bahwa polisi melepaskan tembakan dan tidak memberikan alasan penangkapan yang berlanjut hingga Minggu dini hari waktu setempat.

Salah satu yang ditahan dalam penggerebekan pada Sabtu malam adalah seorang tokoh partai dari National League for Democracy (NLD) bernama Khin Maung Latt.

Khin Maung Latt meninggal saat dalam tahanan, menurut kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) dan Reuters.

"Pada malam penangkapannya, Khin Maung Latt disiksa sampai mati di selnya," kata AAPP dalam siaran persnya, Minggu.

Laporan tentang luka memar di kepala dan tubuh Khin Maung Latt menimbulkan kecurigaan bahwa dia telah dianiaya, kata anggota parlemen NLD Ba Myo Thein kepada Reuters.

Baca juga: Junta Militer Myanmar Makin Keras, Gerebek Rumah Warga Malam-malam dan Lepaskan Tembakan

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Saat Dokter Jantung Ladeni Warganet yang Sebut Non-Perokok Sebagai Pecundang...

Saat Dokter Jantung Ladeni Warganet yang Sebut Non-Perokok Sebagai Pecundang...

Global
Agungkan Budaya Gila Kerja, Petinggi Mesin Pencari Terbesar China Malah Blunder

Agungkan Budaya Gila Kerja, Petinggi Mesin Pencari Terbesar China Malah Blunder

Global
Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia Demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia Demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Global
Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Global
100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

Global
Jeda Pengiriman Senjata AS Tak Berdampak, Israel Terus Gempur Rafah

Jeda Pengiriman Senjata AS Tak Berdampak, Israel Terus Gempur Rafah

Global
Kontestan Israel Lolos ke Final Kontes Lagu Eurovision, Tuai Kecaman

Kontestan Israel Lolos ke Final Kontes Lagu Eurovision, Tuai Kecaman

Global
Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Global
Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Global
Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Global
PRT di Thailand Ini Ternyata Belum Pasti Akan Terima Warisan Rp 43,5 Miliar dari Majikan yang Bunuh Diri, Kok Bisa?

PRT di Thailand Ini Ternyata Belum Pasti Akan Terima Warisan Rp 43,5 Miliar dari Majikan yang Bunuh Diri, Kok Bisa?

Global
Rangkuman Hari Ke-806 Serangan Rusia ke Ukraina: Presiden Pecat Pengawalnya | Serangan Drone Terjauh Ukraina

Rangkuman Hari Ke-806 Serangan Rusia ke Ukraina: Presiden Pecat Pengawalnya | Serangan Drone Terjauh Ukraina

Global
Meski Diprotes di Kontes Lagu Eurovision, Kontestan Israel Maju ke Final

Meski Diprotes di Kontes Lagu Eurovision, Kontestan Israel Maju ke Final

Global
Tasbih Antikuman Diproduksi untuk Musim Haji 2024, Bagaimana Cara Kerjanya?

Tasbih Antikuman Diproduksi untuk Musim Haji 2024, Bagaimana Cara Kerjanya?

Global
Kata Netanyahu Usai Biden Ancam Setop Pasok Senjata ke Israel

Kata Netanyahu Usai Biden Ancam Setop Pasok Senjata ke Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com