Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[Biografi Tokoh Dunia] Aung San Suu Kyi, Kontroversi Pejuang Demokrasi yang Hadapi Tuntutan Genosida

Kompas.com - 19/02/2021, 23:48 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

KOMPAS.com - Gejolak politik di Myanmar dua minggu terakhir menarik kembali perhatian dunia kepada figur pemimpin negara itu, Aung San Suu Kyi.

Wanita yang kerap disapa “The Lady” oleh rakyat Myanmar ini awalnya dikenal dunia karena berani menentang pemerintahan junta yang berkuasa setengah abad lamanya di Myanmar.

Lebih dari satu dekade, dia menyerahkan kebebasannya untuk menantang para jenderal militer yang kejam yang sebelumnya memerintah Myanmar.

Dunia sempat melihatnya sebagai salah satu suar penegak hak asasi manusia. Sampai pada 1991, Suu Kyi dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian meski masih dalam tahanan rumah.

Namanya saat itu dielu-elukan sebagai "contoh luar biasa dari kekuatan orang yang tidak berdaya". Sampai pada 2015 konfrontasi terhadap pemerintah otoriter di Burma mulai membuahkan hasil.

Lewat partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dia pimpin, tampuk kekuasaan di negara itu akhirnya berhasil dijajaki. Partai itu memenangkan pemilu pertama yang diperebutkan secara terbuka di Myanmar dalam 25 tahun.

Ironisnya, duduk di jajaran pemimpin tidak membuat namanya kian harum. Dunia justru mempertanyakan komitmen penegakan hak asasi manusia yang selama ini dia usung setelah konflik minoritas di Myanmar menimbulkan gelombang pengungsi keluar dari negara Asia Tenggara itu.

Suu Kyi dituding menutup mata terhadap krisis yang menimpa minoritas Rohingya yang sebagian besar Muslim di Myanmar. Sementara di dalam negeri, “The Lady“ tetap sangat populer di kalangan mayoritas Buddha di negara itu.

Awal Februari 2021, Wanita berusia 75 tahun ini kembali menjadi tawanan setelah kudeta kembali dilakukan kelompok militer.

Baca juga: Aung San Suu Kyi Akan Hadapi Tuntutan Pengadilan Minggu Ini

Putri seorang pejuang

Figur Suu Kyi yang kerap disapa “The Lady” sangat populer dalam masyarakat Myanmar. Dia menghabiskan hampir 15 tahun dalam penahanan antara 1989-2010.

Ayahnya adalah seorang pahlawan kemerdekaan Myanmar, Jenderal Aung San. Tepat sebelum Myanmar memperoleh kemerdekaan dari penjajahan Inggris pada 1948, Sang Jenderal dibunuh. Suu Kyi masih berusia dua tahun ketika itu.

Sang ibu, Daw Khin Kyi, membawa dia ke India pada 1960 setelah ditunjuk sebagai duta besar Myanmar di Delhi.

Empat tahun kemudian dia pergi ke Universitas Oxford di Inggris untuk belajar filsafat, politik dan ekonomi. Di sanalah dia bertemu dengan calon suaminya, akademisi Michael Aris.

Setelah tinggal dan bekerja di Jepang dan Bhutan, Suu Kyi menetap di Inggris untuk membesarkan kedua anak mereka, Alexander dan Kim. Meski begitu Myanmar tidak pernah jauh dari pikirannya.

Suu Kyi akhirnya kembali di Yangon pada 1988 untuk merawat ibunya yang sakit kritis. Di waktu yang sama, Myanmar berada di tengah pergolakan politik besar.

Ribuan siswa, pekerja kantor dan biksu turun ke jalan menuntut reformasi demokrasi. Militer yang dipimpin oleh U Ne Win, menanggapi aksi itu secara brutal dan melakukan pembantaian massal kepada para pengunjuk rasa.

Dalam pidatonya di Yangon pada 26 Agustus 1988, Suu Kyi menyatakan sebagai anak dari seorang pejuang kemerdekaan dia tidak dapat berdiam diri melihat kondisi itu. Dia kemudian memimpin pemberontakan melawan diktator saat itu, Jenderal Ne Win.

Baca juga: Polisi Myanmar Jadikan Aung San Suu Kyi Tahanan Hingga Setengah Bulan ke Depan

Bolak-balik “di bui”

Melawan “tangan besi” pemimpin militer saat itu, Suu Kyi mengatur siasat meniru pejuang demokrasi terdahulu. Kampanye tanpa kekerasan yang dipopulerkan pemimpin hak-hak sipil AS Martin Luther King dan Mahatma Gandhi dari India jadi inspirasinya.

Dia mengorganisir aksi unjuk rasa dan melakukan perjalanan ke seluruh negeri. Misinya menyerukan reformasi demokrasi yang damai dan pemilihan umum yang bebas.

Namun demonstrasi tersebut ditindas secara brutal oleh tentara, yang merebut kekuasaan dalam kudeta pada 18 September 1988. Suu Kyi ditempatkan di bawah tahanan rumah pada tahun berikutnya.

Pemerintah militer mengadakan pemilihan nasional pada Mei 1990, yang dimenangkan NLD Suu Kyi secara meyakinkan. Tetapi junta menolak untuk menyerahkan kendali.

Suu Kyi tetap menjadi tahanan rumah di Yangon selama enam tahun, sampai Juli 1995. Dia kembali dikenakan tahanan rumah pada September 2000, ketika mencoba melakukan perjalanan ke kota Mandalay yang melanggar larangan perjalanan.

Setelah sempat dibebaskan tanpa syarat pada Mei 2002, militer kembali menahannya satu tahun kemudian. Kali ini karena bentrokan antara pendukungnya dan massa yang didukung pemerintah.

Dia kemudian diizinkan untuk kembali ke rumah. Tetapi sekali lagi di bawah tahanan rumah yang efektif. Kadang-kadang dia bisa bertemu dengan pejabat NLD lainnya dan diplomat terpilih. Namun selama tahun-tahun awal, dia sering berada di sel isolasi.

Militer bahkan melarangnya menemui kedua putranya atau suaminya, yang meninggal karena kanker pada Maret 1999. Otoritas militer telah menawarkan untuk mengizinkannya melakukan perjalanan ke Inggris untuk menemui sang suami yang sakit parah.

Tapi Suu Kyi merasa harus menolak karena takut tidak lagi diizinkan kembali negara itu.

Baca juga: Orang-orang Rohingya Rayakan Aung San Suu Kyi Ditangkap Militer Myanmar

Kontroversi dalam kekuasaan

Suu Kyi “diasingkan” dari pemilihan pertama Myanmar dalam dua dekade pada 7 November 2010, tetapi dibebaskan dari tahanan rumah enam hari kemudian. Putranya Kim diizinkan mengunjunginya untuk pertama kalinya dalam satu dekade.

Isolasi itu seolah jadi perjuangan pribadinya untuk membawa demokrasi ke Burma. Komunitas internasional pun mengakuinya sebagai simbol “perlawanan damai” dalam menghadapi penindasan.

Meski menang telak pada 2015, tidak bisa mencalonkan diri sebagai presiden. Konstitusi Myanmar melarangnya menjadi presiden karena memiliki anak yang berkewarganegaraan asing.

Tapi Suu Kyi, secara luas dipandang sebagai pemimpin “de facto”. Secara resmi dia memiliki gelar sebagai penasihat negara.

Sementara jabatan Presiden Myanmar dipegang oleh Win Myint, pembantu dekatnya, yang menjabat hingga kudeta 2021.

Ketika pemerintahan baru memulai proses reformasi, Suu Kyi dan partainya kembali bergabung dalam proses politik. Mereka memenangkan 43 dari 45 kursi yang diperebutkan pada pemilihan sela April 2012. Suu Kyi dilantik sebagai anggota parlemen dan pemimpin oposisi.

Namun sejak menjadi penasihat negara Myanmar, pandangan dunia berbalik terhadapnya. Semua dibuat terperangah dengan pembiaran atas kekerasan pada kelompok minoritas Rohingya yang sebagian besar Muslim di negara itu.

Pada 2017, ratusan ribu orang Rohingya melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh. Gelombang pencari suaka ini terjadi karena tindakan keras militer yang dipicu oleh serangan mematikan di kantor polisi di negara bagian Rakhine.

Myanmar sekarang menghadapi tuntutan hukum yang menuduhnya melakukan genosida di Pengadilan Internasional (ICJ). Pengadilan Kriminal Internasional sedang menyelidiki negara tersebut atas kejahatan terhadap kemanusiaan.

Suu Kyi dituding tidak melakukan apa pun untuk menghentikan pemerkosaan, pembunuhan, dan kemungkinan genosida. Pasalnya dia menolak mengutuk atau mengakui laporan kekejaman kelompok militer yang masih kuat di negara itu.

Awalnya sejumlah orang melihatnya sebagai politikus pragmatis, yang mencoba memerintah negara multi-etnis dengan sejarah yang kompleks.

Dalam wawancara dengan BBC, dia dinilai “meremehkan” konflik Rohingnya. Setelah itu pembelaan pribadinya atas tindakan tentara dalam sidang ICJ di Den Haag, kian memperbutuk reputasi di mata internasional.

Dalam sidang tersebut penasihat negara Myanmar itu menepis tuduhan atas pemerintahnya terhadap etnis Rohingnya sebagai "gambaran faktual yang tidak lengkap dan menyesatkan".

Kekerasan itu dipicu oleh serangan teroris dari Arakan Rohingya Salvation Army (Arsa), katanya mengutip Guardian

Sejumlah pihak menuntut agar Nobel Perdamaian yang dihadiahkan kepadanya dicabut. 

Baca juga: Pengungsi Rohingya Semakin Takut Kembali ke Myanmar Setelah Kudeta

Reformasi demokrasi mandek

Meski mendapat tudingan keras di tingkat internasional, “The Lady” tetap sangat populer di antara mayoritas Buddha yang memiliki sedikit simpati untuk Rohingya.

Selama masa kekuasaannya, Suu Kyi dan pemerintah NLD juga menghadapi kritik karena menuntut jurnalis dan aktivis menggunakan undang-undang era kolonial.

Sementara ada kemajuan di beberapa bidang, militer terus memegang seperempat kursi parlemen dan mengendalikan kementerian-kementerian utama termasuk pertahanan, urusan dalam negeri dan perbatasan.

Pada Agustus 2018, Suu Kyi menggambarkan para jenderal di kabinetnya sebagai sosok yang "agak manis." Sementara para analis melihat transisi demokrasi Myanmar tampaknya terhenti.

Kudeta militer 2021 terjadi ketika negara itu menghadapi salah satu wabah Covid-19 terburuk di Asia Tenggara. Ketegangan baru terjadi pada sistem perawatan kesehatan Myanmar yang sudah lesu karena lockdown yang menghancurkan mata pencarian.

Namun Ms Suu Kyi tetap populer. Sebuah survei 2020 oleh People's Alliance for Credible Elections, menemukan tingkat kepercayaan penduduk Myanmar padanya sebesar 79 persen, naik dari 70 persen tahun sebelumnya.

Derek Mitchell, mantan Duta Besar AS untuk Myanmar mengatakan kepada BBC: "Kisah Aung San Suu Kyi adalah tentang kita dan juga tentang dia. Dia mungkin tidak berubah. Dia mungkin konsisten dan kita tidak tahu kompleksitas penuh tentang apa yang dihadapi di negaranya.

Baca juga: Ironi Seorang Aung San Suu Kyi

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com