"Namun, untuk saat ini penerapannya pada manusia masih dianggap tidak etis," kata O'Neill.
Pada 2018, saintis China, He Jiankui, mengeluarkan pengakuan mengejutkan bahwa ia berhasil mengubah DNA pada embrio dua gadis kembar agar mereka tak tertular HIV.
Pengakuannya memicu kemarahan.
Penyuntingan DNA dilarang di banyak negara, termasuk China. Biasanya dibolehkan dalam situasi khusus dan hanya dibatasi untuk embrio hasil bayi tabung yang gagal. Masih ada persyaratan lain, embrio tersebut dihancurkan dan tak dipakai untuk membuat bayi.
He Jiankui membela diri, tetapi ia kemudian dipenjara karena melanggar larangan pemerintah.
Pengakuan He Jiankui memicu perdebatan. Ada yang setuju dan tentu saja ada yang tidak.
Ada yang berpandangan, apa yang dilakukan He Jiankui, selain melindungi gadis kembar dari HIV, tekniknya juga bisa meningkatkan kemampuan kognitif.
Baca juga: China Sebut Covid-19 di Wuhan Berasal dari Kepala Babi yang Diimpor
He Jiankui menggunakan teknologi CRISPR untuk menciptakan gadis kembar yang ia katakan "mengalami penyuntingan DNA agar tak terkena HIV". Metode CRISPR ini menjanjikan bisa menyembuhkan penyakit bawaan.
Akan tetapi, apakah metode ini bisa dimanfaatkan untuk kepentingan militer? Apakah penyuntingan genetika bisa dipakai untuk membangun tentara dengan otot lebih kuat atau bisa bernapas normal di ketinggian?
Peneliti genetika di Francis Crick Institute, London, Christophe Galichet mengatakan dalam praktiknya tidak akan mudah.
Ia mengatakan, ada batasan-batasan. Penyuntingan gen, katanya, mungkin bisa membuat otot seseorang lebih kuat, tapi juga bisa menyebabkan munculnya kanker pada diri individu tersebut.
Ia juga mengatakan, efek perubahan galur gen akan diturunkan ke generasi berikutnya.
O'Neill mengatakan, China sudah melangkah jauh di bidang penelitian genetika dan mungkin saja negara-negara lain akan segera tertinggal.
Ia berpendapat, banyak pihak yang terlalu fokus dengan debat tentang etika, bukan soal realita perkembangan di lapangan.
"Mestinya kita lebih banyak menghabiskan waktu dan tenaga soal risiko dan penerapan teknologi ... dengan begitu, kita akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik. (Cepat atau lambat) orang akan menggunakan teknologi ini," kata O'Neill.
"Hanya dengan terus melakukan penelitian kita akan paham di titik mana [teknologi] ini bisa merugikan," katanya.
Baca juga: China Blokir Medsos Clubhouse yang Dipakai Ngerumpi Topik Terlarang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.