NAYPYIDAW, KOMPAS.com - Pertambangan, perbankan, energi, pertanian atau bahkan pariwisata, militer Myanmar atau Tatmadaw tak kenal lelah menumpuk harta lewat jaringan bisnisnya.
Tapi kini, kekayaan itu menjadi sasaran embargo ekonomi AS, menyusul kudeta terhadap pemerintahan sipil Myanmar, 1 Februari lalu.
Kamis (11/2/2021), Presiden Joe Biden membekukan aset Tatmadaw senilai 1 miliar dollar AS di Amerika Serikat. Sementara Kementerian Keuangan memblokir setiap aset AS atau transaksi dengan 10 petinggi militer yang dinilai mendalangi kudeta.
Baca juga: Biden Ancam Bekukan Aset Para Jenderal Myanmar yang Lakukan Kudeta
Namun begitu, junta militer Myanmar diyakini masih bisa mengakses cadangan kekayaannya lewat jaringan konglomerat di dalam dan luar negeri, lapor kelompok anti-korupsi, Justice for Myanmar (JFM).
Melalui dua grup usaha, Myanmar Economic Holdings Limited (MEHL) dan Myanmar Economic Corporation (MEC), para jenderal mengontrol atau mengawasi setidaknya 133 perusahaan, menurut catatan JFM.
Kedua grup membawahi ragam unit usaha, mulai dari produsen bir, perkebunan tembakau, transportasi dan logistik, pabrik tekstil, hotel atau bank. Militer juga diyakini ikut berkecimpung dalam bisnis gelap perdagangan batu mulia.
Dua komoditas yang paling disorot adalah batu giok dan rubi. Myanmar merupakan produsen giok terbesar di dunia.
Perdagangan kedua batu berharga itu ditaksir bernilai miliaran dollar AS setiap tahunnya. Namun hanya sebagian kecil transaksi yang tercatat resmi. Sisanya diyakini diselundupkan ke China.
Baca juga: Demonstran Wanita Ditembak di Kepala Saat Demo Myanmar, Ini Fakta yang Terhimpun
Saat ini perusahaan yang mengantongi izin penambangan giok paling besar adalah Myanmar Imperial Jade Co Ltd yang menginduk kepada MEHL.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan