WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Setelah empat tahun masa jabatan Presiden Donald Trump, Amerika Serikat kini bersiap untuk menyambut kepemimpinan baru pada 20 Januari.
Kami mengumpulkan beberapa momen penting dari masa kepresidenannya, mulai dari pertemuan-pertemuan dengan para pemimpin dunia, jaket yang digunakan ibu negara Melania Trump, dengan tulisan "Saya tak peduli, apakah kamu peduli", hingga tamu-tamu selebriti di Gedung Putih.
Sekretaris Pers Gedung Putih, Sean Spicer, mengatakan kepada media bahwa massa saat itu adalah "jumlah penonton terbesar yang pernah menghadiri acara pelantikan, titik".
Presiden baru itu dilaporkan marah atas perbandingan yang tidak menguntungkan dengan foto-foto dari pelantikan Barack Obama pada tahun 2009 yang menunjukkan jumlah penonton yang jauh lebih besar.
Keesokan harinya, seorang perempuan meninggal dan 19 lainnya luka-luka ketika sebuah mobil menabrak kerumunan pengunjuk rasa balasan di kota itu.
Sebagai tanggapan, Presiden Trump mengecam kekerasan oleh "banyak pihak". Langkah itu mengundang banyak kritik karena tampak menyamakan antara supremasi kulit putih dan pengunjuk rasa anti-rasisme.
Baca juga: Deretan Kebijakan Trump yang Membuat AS Penuh Gejolak Selama 4 Tahun
Kemudian, dibutuhkan waktu 48 jam baginya untuk secara eksplisit mengecam ekstremis sayap kanan. Dia akhirnya menyebut "KKK, neo-Nazi dan supremasi kulit putih menjijikkan terhadap semua yang kita sayangi". Tetapi, bagaimana pun juga, kerusakan telah terjadi.
Tiga tahun kemudian, Joe Biden mengatakan keragu-raguan dan tanggapan tidak tegas dari presiden Trump terhadap tragedi itulah yang mendorong keputusannya sendiri untuk mencalonkan diri melawannya.
Mereka semua mengancam tindakan pembalasan dan keretakan-keretakan pada hubungan dengan sejumlah negara membayang-bayangi acara itu.
Presiden Perancis Emmanuel Macron terlibat dalam pertengkaran Twitter dengan Trump hanya beberapa jam sebelum KTT.
Foto-foto lain dari pertemuan tersebut menunjukkan hubungan yang lebih bersahabat antara para pemimpin itu, tetapi yang digambarkan di foto di atas dianggap oleh banyak orang sebagai cerminan ketegangan yang mendasari pertemuan tersebut.
Trump meninggalkan acara sebelum para pemimpin lainnya dan mengklaim bahwa Amerika "seperti celengan yang dirampok semua orang".
Baca juga: Berakhirnya Transisi Kekuasaan Damai AS di Tangan Donald Trump
Banyak spekulasi dan kritik luas atas pesan apa yang ingin dikirim oleh Trump dengan mengenakan jaket dalam perjalanan itu, terutama pada saat presiden mendapat kecaman karena kebijakannya memisahkan anak-anak dari orang tua mereka di perbatasan.
Juru bicara Trump mengatakan pada saat itu, "tidak ada pesan tersembunyi" di balik jaket itu.
Namun, Melania Trump kemudian mengakui bahwa itu adalah pesan "untuk orang-orang dan media sayap kiri yang mengkritik saya. Saya ingin menunjukkan kepada mereka bahwa saya tidak peduli. Anda bisa mengkritik apapun yang ingin Anda katakan. Tapi itu tidak akan menghentikan saya untuk melakukan apa yang saya rasa benar".
Ia melanggar protokol tradisional dengan tidak menunggu perkenalan dari Ketua DPR sebelum memulai pidatonya.
Banyak orang di media sosial mengira persaingan politik antara Ketua DPR dan presiden terekam dalam gambar ini. Foto yang disebut "tepuk tangan Pelosi" itu dengan cepat menjadi viral.
Baca juga: Trump Cetak Angka Kepuasan Terendah, Hanya 34 Persen Jelang Lengser
Terlepas dari hubungan antara kedua pemimpin itu yang tampak semakin akrab, kemajuan konkret pada negosiasi program nuklir Korea Utara tampak terbatas dan KTT kedua di Hanoi pada 2019 gagal setelah AS menolak tuntutan Pyongyang untuk pencabutan sanksi.
Bintang acara realitas televisi itu mendapat perhatian Trump saat mengkampanyekan perubahan pada sistem peradilan AS.
Pada 2018, dia melobi pemerintahan Trump atas nama seorang nenek yang dipenjara seumur hidup. Alice Johnson kemudian diberikan grasi dalam sebuah keputusan oleh Trump yang menarik banyak perhatian .
Presiden Trump telah memberikan pengampunan kepada 94 orang dan ada spekulasi dia mungkin akan memaafkan 100 orang lainnya sebelum dia meninggalkan jabatannya.
Baca juga: Trump Disebut Hanya Duduk Menonton TV Saat Kerusuhan di Capitol AS
Dia sebelumnya mengatakan dia berencana untuk "mendominasi jalanan" untuk mengakhiri kerusuhan sipil yang berjalan selama berminggu-minggu atas pembunuhan seorang pria kulit hitam tak bersenjata, George Floyd, oleh seorang petugas polisi kulit putih di Minneapolis.
Tindakannya memicu keterkejutan dan kemarahan dari banyak pemimpin agama, yang menuduhnya menggunakan agama untuk tujuan politik.
Mereka melanggar aturan debat bahwa semua penonton memakai masker - hal ini memicu kritik yang sama yang sering ditujukan pada ayah mereka karena bersikap angkuh terhadap virus corona.
Beberapa hari setelah debat, presiden dinyatakan positif Covid-19.
Dia menghabiskan tiga malam di rumah sakit untuk menerima perawatan sebelum kembali ke Gedung Putih dan menyatakan dia merasa "sangat baik" dan mendesak orang lain untuk tidak takut dengan virus itu.
Kejadian itu menyusul pidato 70 menit oleh presiden di mana dia mendesak mereka untuk berbaris menuju Kongres, di mana para politisi bertemu untuk mengesahkan kemenangan Demokrat Joe Biden.
Massa tersebut menggeledah Gedung Capitol dan berusaha memasuki ruangan tempat anggota parlemen bersembunyi.
Lima orang, termasuk seorang petugas polisi, tewas.
Trump sejak itu dimakzulkan, dan menjadi presiden pertama dalam sejarah yang dimakzulkan dua kali. Tapi dia menyangkal tuduhan bahwa dia menghasut massa untuk menyerang Capitol.
Baca juga: Serangan Terakhir Trump Jelang Lengser, Larang Huawei Pakai Prosesor Intel
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.