WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Selama Donald Trump menjabat sebagai orang nomor satu Amerika Serikat (AS), negara itu mengalami banyak gejolak.
Dari masa-masa kampanyenya pada 2015 hingga kekalahan dari Joe Biden tahun 2020, kekuasaan Trump di Gedung Putih membawa Amerika bagai roller coaster.
Ada momen-momen saat dia mendobrak tradisi, dijauhi sekutu, menindas siapa pun yang menentangnya, dan bermain dengan basis politik konservatifnya, meski ada juga kebijakan yang berbuah positif.
Baca juga: Trump Cetak Angka Kepuasan Terendah, Hanya 34 Persen Jelang Lengser
Dirangkum AFP pada Selasa (19/1/2021), berikut adalah deretan kebijakan Trump yang membuat "Negeri Paman Sam" penuh gejolak dalam 4 tahun kepemimpinannya.
Dalam janji kampanye ia menyebut tembok itu didanai Meksiko, tetapi akhirnya AS-lah yang membayar dan hanya beberapa ratus kilometer yang dibangun.
27 Januari 2017: Trump mengeluarkan perintah eksekutif lain yang melarang masuknya pendatang dari 7 negara mayoritas Muslim, yaitu Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Suriah, dan Yaman.
Mahkamah Agung mengesahkan perintah tersebut pada musim panas 2018, meski terjadi banyak penolakan di mana-mana.
1 Juni 2017: Trump menarik Amerika Serikat dari perjanjian iklim Paris.
Baca juga: Pada Hari Pelantikan, Biden Akan Ubah Aturan Trump Soal Larangan Masuk bagi Beberapa Negara Muslim
31 Mei 2018: AS menerapkan bea masuk pada baja dan alumunium dari Meksiko, Kanada, dan Uni Eropa.
15 Juni 2018: Trump melancarkan perang dagang dengan China, lewat penerapan bea masuk 25 persen pada barang-barang impor senilai 50 miliar dollar AS.
September 2019: Jumlah pengangguran mencapai level terendah dalam 50 tahun, yaitu 3,5 persen.
8 Mei 2018: AS menarik diri dari perjanjian nuklir internasional dengan Iran, dan menetapkan kembali sanksi terhadap negara Republik Islam tersebut.
30 Juni 2019: Trump menjadi Presiden AS pertama yang menginjakkan kaki di Korea Utara, kurang lebih setahun usai bertemu Kim Jong Un di Singapura guna membahas denuklirisasi.
27 Oktober 2019: Pengumuman tewasnya pemimpin ISIS Abu Bakr Al Baghdadi dalam serangan militer AS di Suriah.
3 Januari 2020: Jenderal Iran Qasem Soleimani tewas dalam serangan drone AS di Baghdad.
Baca juga: Iran Bersumpah Tak Akan Ada Tempat Aman di Bumi bagi Pembunuh Qasem Soleimani
28 Juli 2017: Senat batal mencabut Obamacare, rancangan perawatan kesehatan dari Demokrat yang dijanjikan Trump bakal dicabut.
6 November 2018: Demokrat berhasil merebut kendali DPR, tetapi Republik masih mempertahankan Senat.
Trump dikritik keras ketika dia menyatakan, ada orang-orang baik di kedua pihak yang berkonfrontasi.
14 Februari 2018: Seorang mantan pelajar berusia 19 tahun menembaki sekolah lamanya di Parkland, Florida, dan menewaskan 17 orang.
Penembakan massal ini memicu demo besar-besaran anak muda yang sebelumnya belum pernah terjadi. Mereka mendesak adanya aturan kepemilikan senjata api.
Namun sebaliknya, Trump dengan sepenuh hati mendukung hak-hak pemilik senjata.
25 Mei 2020: Pria Afro-Amerika George Floyd (46) tewas saat dibekuk polisi dan memicu demo nasional.
Trump yang menjunjung tinggi prinsip Law & Order menyebut para demonstran sebagai preman.
Baca juga: Bayi Trump yang Jadi Simbol Protes Dimuseumkan di London
Trump tidak terima disebut begitu, dan menyebut sangkaan itu seperti memburu penyihir.
18 April 2019: Laporan Mueller diterbitkan tanpa menuduh adanya konspirasi kriminal.
Akan tetapi disebutkan adanya kontak yang intens antara tim kampanye Trump dan tokoh-tokoh terkait Kremlin, yang ditemukan ikut campur dalam mendukung Trump.
Mueller juga menyebut banyak contoh saat Trump menghalangi penyelidikan.
18 Desember 2019: Trump dimakzulkan oleh DPR dengan tuduhan penyalahgunaan kekuasaan dengan mencoba menggandeng Ukraina untuk menyingkirkan Joe Biden, yang saat itu masih digadang kuat jadi penantangnya di pilpres AS 2020.
Meski begitu, Trump dibebaskan Senat yang dikuasai Republik pada 5 Februari.
Baca juga: 10 Kejahatan yang Bisa Membuat Donald Trump Dijebloskan ke Penjara
Larangan itu lalu diperluas ke negara-negara Eropa juga pada 14 Maret.
2 Oktober 2020: Setelah dinyatakan positif Covid-19 Trump dirawat di rumah sakit, tetapi tiga hari kemudian mengeklaim dia sudah kebal.
3 November 2020: Mayoritas warga AS memilih Joe Biden sebagai presiden berikutnya, namun Trump enggan mengakui kekalahan sampai dua bulan setelahnya.
Dia menyuarakan ada konspirasi di pemilu AS dan mengeklaim dirinyalah yang menang telak, tetapi tidak menyertakan bukti-bukti.
6 Januari 2021: Trump mengajak para pendukungnya menyerbu Kongres saat kemenangan Joe Biden diresmikan.
Massa yang membawa senjata menduduki Gedung Kongres AS tersebut, dan 5 orang tewas dalam insiden itu.
Seminggu kemudian Donald Trump menjadi presiden AS pertama yang dimakzulkan dua kali.
Kali ini DPR menuduh presiden ke-45 AS tersebut menghasut pemberontakan.
Baca juga: Berakhirnya Transisi Kekuasaan Damai AS di Tangan Donald Trump
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.