Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[Biografi Tokoh Dunia] Waldemar Haffkine dan Perjuangan Melawan Skeptisme Vaksin

Kompas.com - 19/12/2020, 21:23 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

Sumber BBC

KOMPAS.com - Usaha memutus rantai penyebaran virus corona melalui vaksinasi sudah mulai dilakukan. Inggris sampai terbaru Amerika Serikat pada Jumat (18/12/2020), sudah memulai vaksinasi tahap pertama.

Perjuangan melawan wabah penyakit dengan vaksinasi bukan hal baru di planet ini. Beberapa kali gelombang epidemi dan pandemi telah mengancam kehidupan manusia di bumi.

Namun berkat ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan para ilmuwan, sekali lagi menawarkan jalan keluar dari masalah ini.

Vaksinasi sejak awal disebut menjadi salah satu kunci untuk mengendalikan wabah penyakit dari virus Covid-19 saat ini.

Jika tahun ini seluruh ilmuwan di dunia bisa berjibaku meramu vaksin yang ampuh untuk melawan virus corona, kondisi berbeda dialami Waldemar Haffkine.

Perjuangannya memberantas wabah kolera dimulai dalam perjalanan ke Kalkuta 1894. Tidak berbeda dengan kondisi saat ini, skeptisisme terhadap vaksin buatan Haffkine juga muncul sejak awal percobaannya.

Baca juga: Para Peneliti Vaksin Covid-19 Jadi Sasaran Serangan Siber

Penolakan datang dari beberapa lembaga medis Inggris dan juga masyarakat India. Terlebih mengingat latar belakangnya yang bukan seorang dokter tapi ahli zoologi.

Isu fasisme juga menyebar dalam dunia bakteriologi internasional pada masa itu. Kondisi ini memberi hambatan tambahan untuk temuan Haffkine. Tindakannya banyak dicurigai karena ia adalah seorang Yahudi Rusia.

Uji coba massal

Tapi pria berusia 33 tahun itu tidak gentar, meski banyak hambatan menghadang di lapangan. Masalahnya kondisi saat itu berbeda dengan zaman sekarang.

Vaksin kolera buatannya juga harus diberikan sebanyak dua dosis suntikan, dengan jeda pengulangan masing-masing seminggu. Namun tim milik Haffkine terkadang kesulitan menemukan subyek uji untuk memberikan suntikan kedua.

Terlepas dari penyebaran kolera yang luas di India, menemukan penyakit ini di tengah jumlah penduduk, wilayah yang besar, dan keterbatasan teknologi komunikasi jelas tidaklah mudah.

Baca juga: Pengembangan Vaksin Covid-19 di Australia Dihentikan Setelah Ditemukan Hasil HIV Positif Palsu

Haffkine menginokulasi sekitar 23.000 orang tahun itu di India utara. Namun menurut catatannya tidak ada kolera yang muncul di tengah-tengah mereka. Jadi dia tidak bisa membuktikan apakah vaksin itu bekerja atau tidak.

Pembuktian vaksinnya baru menemukan titik cerah saat dia diundang ke Calcutta. Petugas medis di sana memintanya mengidentifikasi bakteri kolera di tangki air di salah satu desa terpencil di pinggiran kota.

Keluarga yang tinggal di kawasan ini minum secara kolektif dari sumber air bersama. Kebiasaan itu membuat mereka rentan terhadap wabah kolera secara berkala.

Bagi Haffkine, penduduk desa ini jadi tempat uji yang ideal untuk vaksin baru buatannya.

Pada akhir Maret, dua orang meninggal karena kolera di desa Kattal Bagan, menandakan wabah baru. Haffkine pergi ke desa itu dan menginokulasi 116 dari 200 atau lebih penduduk.

Setelah itu, tim kecilnya mengamati 10 kasus lebih lanjut di sana. Tujuh kasus fatal yang ditemukan teryata berasal dari orang-orang yang tidak diinokulasi.

Baca juga: Muncul Rumor Trump Paksa Kepala BPOM-nya AS Setujui Vaksin Pfizer

Hasilnya cukup menggembirakan bagi petugas kesehatan Calcutta. Ia kemudian mendapat dana uji coba yang lebih luas, tetapi meyakinkan orang untuk divaksinasi lebih mudah diucapkan daripada dilakukan.

Program-program medis dari pemerintah Inggris telah menebarkan ketidakpercayaan di antara penduduk India. Bagi banyak orang konsep vaksinasi masih asing.

Membangun kepercayaan

Tidak kehilangan akal, Haffkine akhirnya bekerja sama dengan tim dokter dan asisten India, bukan dengan Inggris.

Dia juga menciptakan trik baru dalam dunia vaksinologi, yaitu dengan menyuntik dirinya secara terbuka untuk membuktikan bahwa vaksin aman digunakan.

Trik ini juga masih dilakukan untuk meyakinkan masyarakat terhadap vaksin sampai saat ini.

"Yang luar biasa, dan sering hilang dalam cerita, setelah awalnya mendapat perlawanan, orang mulai antre di daerah kumuh di Kalkuta untuk vaksin kolera Haffkine," kata Profesor Pratik Chakrabarti, Ketua Bidang Sejarah Ilmu Pengetahuan dan Kedokteran di Universitas Manchester kepada BBC.

Pekerjaan Haffkine di daerah kumuh Calcutta menempatkannya di antara sekelompok ilmuwan terpilih yang memelopori perubahan besar dalam cara memahami dan mengobati penyakit.

Baca juga: Disiarkan Langsung di TV, Wapres AS Mike Pence Terima Vaksin Covid-19

Namun berbeda dengan pendahulunya. Edward Jenner dan Jonas Salk, nama Haffkine tidak pernah benar-benar dikenal di publik, baik di India maupun di Eropa.

"Haffkine adalah orang pertama yang membawa obat laboratorium semacam itu ke negara tropis seperti India," kata Profesor Chakrabarti.

Haffkine lulus dalam bidang zoologi dari Universitas Odessa pada1884. Pada1888, Haffkine meninggalkan negara asalnya dan mengajar di Jenewa dan kemudian ke Paris.

Di sana dia mengambil posisi sebagai asisten pustakawan di institut Louis Pasteur, yang saat itu menjadi pusat penelitian bakteriologi terkemuka di dunia.

Berdasarkan karya Pasteur dan Jenner, Haffkine kemudian melakukan berbagai percobaan untuk dapat mengembangkan vaksin kolera.

Baca juga: Uni Eropa Sahkan Vaksin Pfizer/BioNTech, 27 Desember Vaksinasi Covid-19 Dimulai

Subyek uji coba

Sampai saat itu penyakit kolera masih belum ditemukan obatnya. Mereka yang terkena penyakit ini ditangani dengan apa yang disebut "pengobatan secara menyeluruh".

"Anda harus memandikan pasien dan mengukusnya sampai mereka setengah mati, atau menyemprotkan asam karbol di mana-mana," kata Profesor Chakrabarti.

Tetapi pekerjaan Haffkine dan ilmuan lainya memberikan titik fokus pada manajemen penyakit ini, yaitu dengan melemahkan virus atau bakteri yang ada di dalam tubuh.

Seminggu setelah kesuksesannya dengan marmut di Paris, Haffkine mereplikasi hasilnya dengan kelinci dan kemudian merpati. Baru kemudian dia siap mengujinya pada manusia.

Awalnya, pada 18 Juli 1892, Haffkine mempertaruhkan nyawanya dengan menyuntik dirinya sendiri dengan kolera yang dilemahkan. Dia menderita demam selama beberapa hari, tetapi kemudian sembuh total.

Baca juga: Perawat New York Penerima Pertama Suntikan Vaksin Covid-19 Pfizer di AS

Uji coba vaksin berikutnya dilakukan pada tiga teman Rusia dan kemudian beberapa sukarelawan lainnya. Ketika masing-masing tidak mengalami reaksi yang lebih buruk, Haffkine yakin dia memiliki vaksin yang layak untuk pengujian yang lebih luas.

Baru pada 1893, Lord Frederick Dufferin yang saat itu menjadi duta besar Inggris di Paris dan mantan Raja Muda India, mendengar tentang situasi Haffkine dan menyarankan agar dia pergi ke Bengal.

Setelah percobaan Haffkine di desa Calcutta pada tahun berikutnya membuahkan hasil yang menjanjikan, dia diundang oleh pemilik perkebunan teh di Assam untuk memvaksinasi pekerjanya.

Terkikis skandal

Haffkine melakukan uji coba skala besar di sana pada ribuan pekerja perkebunan, tetapi pada musim gugur 1895 ia terjangkit malaria dan terpaksa kembali ke Inggris untuk memulihkan kesehatan.

Menurut catatannya, pada saat itu dia telah menginokulasi hampir 42.000 orang untuk melawan kolera.

Baca juga: Vaksin Covid-19 Pfizer Timbulkan 2 Kasus Alergi, BPOM AS Revisi Lembar Fakta

Haffkine kemudian mencatat bahwa vaksinnya tampaknya memang mengurangi kasus, tapi vaksin itu tidak mengurangi kematian pada mereka yang terinfeksi.

Ketika dia kembali ke India pada 1896, dia berencana untuk mengatasi kekurangan ini dengan menguji formula kedua yang dia kembangkan.

Tapi ada masalah yang lebih mendesak di Bombay karena merebaknya wabah tetanus. Mencari vaksin untuk wabah baru ini, kemudian menjauhkan Haffkine dari kolera selamanya.

Karier peneliti dan penelitiannya meredup setelah penugasan terakhir melawan wabah tetanus itu diduga merenggut korban jiwa.

Pada 1902 di desa Mulkowal di Punjab, 19 orang meninggal karena tetanus setelah diinokulasi dengan vaksin Haffkine. Sebanyak 88 orang lainnya yang diinokulasi hari itu baik-baik saja.

Baca juga: Arab Saudi Umumkan Tiga Fase Pemberian Vaksin Covid-19

Semua bukti menunjukkan adanya kontaminasi fatal pada botol vaksin 53N, yang disiapkan 41 hari sebelumnya di lab Parel.

Empat tahun setelah kejadian Mulkowal, pemerintah India akhirnya menerbitkan penyelidikan lengkap dan menyatakan bahwa Haffkine bersalah.

Meski beberapa tahun setelahnya, WJ Simpson, seorang profesor di King's College London menentang putusan itu. Ia mengatakan bahwa bukti yang digunakan di Mulkowa terkontaminasi di tempat inokulasi di Punjab.

“Haffkine telah menjadi sasaran ketidakadilan yang parah,” tulis Simpson, menyimpulkan dalam suratnya. Kampanye Simpson yang mengangkat masalah tersebut di parlemen Inggris kemudian berhasil membebaskan Haffkine pada November 1907.

Sayangnya, Bencana Mulkowal telah tercetak di atasnya, dan membuatnya mengalami kerusakan abadi.

"Mulkowal adalah kisah akhirnya," kata Pratik Chakrabarti. "Itu mewarnai warisannya. Dia meninggalkan India dengan sedih dan dia bukan tokoh publik. Dia telah hilang dari sejarah."

Baca juga: [Biografi Tokoh Dunia] Paus Fransiskus dan Pandangan Progresifnya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com