Bulan Oktober tahun ini, Kementerian Tenaga Kerja Amerika Serikat (AS) mengatakan pekerja Uighur dipaksa untuk menanggung kondisi yang mengerikan dan menerima gaji kecil.
Mereka juga dilaporkan tidak diizinkan untuk pergi, dan memiliki komunikasi terbatas atau tidak sama sekali dengan anggota keluarga.
“Jika komunikasi dan kunjungan keluarga. diizinkan, mereka diawasi dengan ketat atau dipersingkat," demikian keterangan dari kementerian tersebut.
Tetapi pemerintah China telah menolak klaim ini. Menurut mereka, kamp itu adalah pusat pelatihan kejuruan yang dimaksudkan melawan ekstremisme, dan membantah semua tuduhan kerja paksa.
Selama konferensi pers di Beijing Selasa (15/12/2020), juru bicara kementerian luar negeri Wang Wenbin mengatakan, tidak ada kerja paksa yang dituduhkan oleh orang-orang tertentu dengan motif tersembunyi.
Baca juga: Perusahaan Mobil VW Bantah Ada Kerja Paksa Etnik Uighur di Pabrik Xinjiang
“Membantu orang dari semua kelompok etnis mencapai pekerjaan yang stabil sama sekali berbeda dengan kerja paksa,” tambahnya.
Wang mengatakan bahwa pekerja dari semua kelompok etnis di Xinjiang tidak didiskriminasi berdasarkan etnis, jenis kelamin, atau keyakinan agama.
Tetapi pemerintah AS telah menolak wilayah Xinjiang karena tuduhan kerja paksa.
Awal bulan ini, AS melarang impor kapas dari Xinjiang Production and Construction Corps. Perusahaan kapas besar itu mengelola hampir sepertiga kapas yang bersumber di wilayah tersebut.
RUU tambahan yang mengusulkan untuk melarang semua impor dari Xinjiang belum lolos ke Senat AS.
Merek pakaian internasional utama, termasuk Adidas, Gap dan Nike, dituduh menggunakan kerja paksa Uighur dalam rantai pasokan tekstil mereka awal tahun ini, menurut laporan oleh Institut Kebijakan Strategis Australia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.