Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Lebih dari Setengah Juta Orang Uighur Diduga Dipaksa Memetik Kapas di China

Temuan itu dilaporkan oleh Center for Global Policy (CGP), sebuah lembaga think tank yang berbasis di Washington, pada Senin (14/12/2020).

Laporan itu mengatakan, 570.000 orang dari wilayah Uighur pada 2018 dikirim secara paksa untuk memetik kapas dengan tangan.

Hal itu dilakukan di bawah program tenaga kerja yang diyakini dimaksudkan untuk menargetkan kelompok minoritas.

Xinjiang adalah rumah bagi sekitar 11 juta orang Uighur, minoritas etnis Muslim-Turki. Mereka memproduksi 85 persen kapas China dan 20 persen dari pasokan global.

Menurut temuan CGP, jumlah total pekerja paksa yang memetik kapas di seluruh wilayah melebihi jumlah yang dilaporkan "beberapa ratus ribu".

Melansir Newsweek pada Selasa (15/12/2020), laporan tersebut merinci kondisi kerja yang berat disana. Para pekerja juga sangat diawasi oleh pejabat pemerintah dan polisi, dengan manajemen gaya militer dan doktrin politik.

Adrian Zenz, penulis penelitian tersebut, mengatakan jelas bahwa program kerja, yang diprakarsai pemerintah untuk meningkatkan pendapatan pedesaan, memiliki risiko kerja paksa yang sangat tinggi.

Menurutnya, beberapa dari kelompok minoritas ini mungkin menunjukkan tingkat persetujuan dalam kaitannya dengan proses ini. Terlebih mereka dapat memperoleh keuntungan secara finansial.

Namun Zenz menyoroti adanya ancaman penahanan di luar hukum. Maka penggunaan paksaan mungkin dilakukan oleh pemerintah.

Meski saat ini program pengentasan kemiskinan terlihat berjalan mulus. Akan sulit untuk kemudian menentukan hal ini dilakukan dengan sukarela atau paksaan.

Laporan tersebut dilakukan menanggapi keprihatinan internasional dan hak asasi manusia untuk kelompok minoritas tersebut.

Selama ini pemerintah China dituduh menempatkan lebih dari 1 juta orang Uighur dan minoritas Muslim lainnya ke kamp-kamp penahanan. Kemudian memaksa mereka bekerja di luar keinginannya.

Pada 2018, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan mereka memiliki bukti yang dapat dipercaya untuk menunjukkan China telah mengubah wilayah Uighur.

Wilayah itu dibuat menyerupai kamp interniran besar-besaran yang diselimuti kerahasiaan, semacam zona tanpa hak.

Bulan Oktober tahun ini, Kementerian Tenaga Kerja Amerika Serikat (AS) mengatakan pekerja Uighur dipaksa untuk menanggung kondisi yang mengerikan dan menerima gaji kecil.

Mereka juga dilaporkan tidak diizinkan untuk pergi, dan memiliki komunikasi terbatas atau tidak sama sekali dengan anggota keluarga.

“Jika komunikasi dan kunjungan keluarga. diizinkan, mereka diawasi dengan ketat atau dipersingkat," demikian keterangan dari kementerian tersebut.

Tetapi pemerintah China telah menolak klaim ini. Menurut mereka, kamp itu adalah pusat pelatihan kejuruan yang dimaksudkan melawan ekstremisme, dan membantah semua tuduhan kerja paksa.

Selama konferensi pers di Beijing Selasa (15/12/2020), juru bicara kementerian luar negeri Wang Wenbin mengatakan, tidak ada kerja paksa yang dituduhkan oleh orang-orang tertentu dengan motif tersembunyi.

“Membantu orang dari semua kelompok etnis mencapai pekerjaan yang stabil sama sekali berbeda dengan kerja paksa,” tambahnya.

Wang mengatakan bahwa pekerja dari semua kelompok etnis di Xinjiang tidak didiskriminasi berdasarkan etnis, jenis kelamin, atau keyakinan agama.

Tetapi pemerintah AS telah menolak wilayah Xinjiang karena tuduhan kerja paksa.

Awal bulan ini, AS melarang impor kapas dari Xinjiang Production and Construction Corps. Perusahaan kapas besar itu mengelola hampir sepertiga kapas yang bersumber di wilayah tersebut.

RUU tambahan yang mengusulkan untuk melarang semua impor dari Xinjiang belum lolos ke Senat AS.

Merek pakaian internasional utama, termasuk Adidas, Gap dan Nike, dituduh menggunakan kerja paksa Uighur dalam rantai pasokan tekstil mereka awal tahun ini, menurut laporan oleh Institut Kebijakan Strategis Australia.

https://www.kompas.com/global/read/2020/12/16/141806670/lebih-dari-setengah-juta-orang-uighur-diduga-dipaksa-memetik-kapas-di

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke