Namun, beberapa jam setelah klaim tersebut dibuat oleh seorang pejabat China di sebuah program televisi Australia, Abdusalamu memposting foto istri dan anaknya di Twitter dengan catatan waktu setempat dan bertuliskan, "Saya ingin keluar dan bersatu dengan suami saya".
Pasangan itu harus menunggu enam bulan lagi sebelum akhirnya mendapatkan kabar yang telah mereka tunggu-tunggu.
Baca juga: Upaya China Pulihkan Nama atas Dugaan Pelanggaran HAM Uighur di Xinjiang
"Kami dikabari dua, tiga bulan lalu bahwa mereka akan bisa keluar," kata pengacara Michael Bradley kepada BBC.
Pada Jumat, keluarganya tiba setelah perjalanan 48 jam yang berbelit-belit yang telah membawa mereka melewati Shanghai, Hong Kong, Port Moresby lalu Brisbane sebelum akhirnya mencapai Sydney.
Abdusalamu berterima kasih kepada departemen luar negeri Australia atas pekerjaan luar biasa mereka, dan juga mengucapkan terima kasih kepada pengacaranya dan media.
"Saya tidak pernah berpikir hari ini akan datang dan saya sangat ingin berterima kasih kepada semua orang yang telah bekerja keras untuk menyatukan kami kembali," katanya.
"Impian saya adalah agar semua teman Uighur saya bisa bersatu kembali dengan keluarga mereka," tambah Abdusalamu.
Baca juga: Uni Eropa Desak China soal Akses Dagang, Uighur, Hong Kong, dan Covid-19
Kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM) mengatakan, China menahan sekitar satu juta orang Uighur dan Muslim lainnya di kamp-kamp penahanan.
Namun, China membantah melakukan kesalahan, dengan mengatakan mereka memerangi terorisme dan ekstremisme agama, dan menawarkan pendidikan ulang politik kepada mereka yang berada di kamp-kamp.
Pada Oktober, sebuah kelompok yang terdiri dari 39 negara - termasuk Australia, Inggris, AS dan beberapa negara Eropa - membacakan pernyataan di PBB yang mengatakan bahwa mereka sangat prihatin tentang situasi HAM di Xinjiang dan kamp-kamp tersebut.
"Kami telah melihat peningkatan jumlah laporan pelanggaran HAM berat," bunyi pernyataan itu.
Pernyataan itu mencantumkan sejumlah kekhawatiran termasuk pembatasan ketat atas kebebasan beragama, pergerakan, dan berekspresi orang Uighur dan budaya Uighur di daerah tersebut.
"Pengawasan yang meluas secara tidak proporsional terus menargetkan warga Uighur dan minoritas lainnya dan lebih banyak laporan bermunculan tentang kerja paksa dan paksaan metode kontrol kelahiran termasuk sterilisasi," sambung pernyataan itu.
Baca juga: Pria Ini Klaim Pemberitaan Media Barat soal Uighur Tidak Sesuai Kenyataan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.