Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ribuan Petani di India Bangkit Melawan PM Narendra Modi

Kompas.com - 06/12/2020, 11:36 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

NEW DELHI, KOMPAS.com - Teriakan 'Inquilab Zindabad' bergema di bagian utara ibu kota India. Teriakan bermakna 'Hidup Revolusi' itu digaungkan oleh ribuan petani yang memakai berbagai serban berwarna-warni, khas dengan janggut panjang menjuntai.

Ribuan petani memasuki perbatasan kota New Delhi, lapor Associated Press (AP), Jumat (4/12/2020). Mereka memadati jalan raya dalam demonstrasi besar-besaran melawan Undang-Undang Pertanian Baru yang mengeksploitasi.

Selama lebih dari seminggu, mereka berbaris menuju ibu kota dengan traktor dan truk seperti tentara, menyingkirkan barikade polisi beton sambil menantang gas air mata, pentungan, dan meriam air.

Baca juga: Guru di India Menang Hadiah Pengajar Global Inggris Senilai Rp14,1 Miliar

 

Sekarang, di pinggiran New Delhi, mereka yang bersiap dengan makanan dan pasokan bahan bakar yang bisa bertahan berminggu-minggu mengancam akan mengepung ibu kota jika pemerintah India, Perdana Menteri Narendra Modi tidak memenuhi tuntutan mereka untuk menghapus UU tersebut.

“Modi ingin menjual tanah kami kepada perusahaan,” kata salah satu dari mereka, Kaljeet Singh (31) yang melakukan perjalanan dari kota Ludhiana di Punjab, sekitar 310 kilometer bagian utara New Delhi.

“Dia tidak bisa memutuskan jutaan orang yang selama beberapa generasi telah memberikan darah dan keringat mereka ke tanah yang mereka anggap lebih berharga daripada nyawa mereka.”

Baca juga: Foto Viral Polisi Pukul Petani Tua dalam Aksi Protes di India

Pada malam hari, para petani tidur di dalam truk, di bawah truk, meringkuk dengan selimut mereka melawan dinginnya musim dingin.

Siang harinya mereka berdesakan dalam kendaraan dikelilingi karung beras, sayur mayur yang kemudian mereka olah dalam dapur darurat, menggunakan panci besar dengan adukan berbahan kayu seukuran dayung kano.

Anmol Singh (33) petani yang menghidupi 6 anggota keluarganya mengatakan UU tersebut adalah bagian dari rencana besar Modi untuk menyerahkan tanah petani kepada perusahaan besar dan membuat mereka kehilangan hak kepemilikan tanah mereka.

Baca juga: Pria di India Diarak Telanjang karena Tuduh Saudara-saudaranya Berbuat Kriminal di Facebook Live

“Modi ingin petani miskin, mati kelaparan agar bisa mengisi perut teman-temannya yang kaya,” kata Singh. "Kami di sini untuk melawan keputusan brutalnya dengan damai."

Dia berhenti, lalu menambahkan, “Sebenarnya, biar saja dia dan para menterinya menghadapi kami. Kami akan buat hidung mereka berdarah."

Kebanyakan petani yang memprotes berasal dari Punjab utara dan Haryana, dua negara bagian pertanian terbesar di India. Dan, mayoritas dari mereka adalah Sikh.

Baca juga: Alasan Para Sikh Mengkritik Keras Turban Gucci

Mereka khawatir UU yang disahkan pada September itu akan membuat pemerintah berhenti membeli biji-bijian dengan harga jaminan minimum dan mengakibatkan eksploitasi perusahaan yang menekan harga.

Aturan baru juga akan menghilangkan agen yang bertindak sebagai perantara antara petani dan pasar grosir yang diatur pemerintah.

Padahal, menurut para petani, agen adalah roda penggerak penting ekonomi pertanian dan jalur kredit utama mereka, menyediakan dana cepat untuk bahan bakar, pupuk, dan bahkan pinjaman jika terjadi keadaan darurat keluarga.

Baca juga: Di India, Robot Bantu Tangani Pasien Covid-19, Seperti Apa Tugasnya?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Menhan Rusia Ingin Negara Sekutunya di Asia Tingkatkan Latihan Militer

Menhan Rusia Ingin Negara Sekutunya di Asia Tingkatkan Latihan Militer

Global
Korea Utara Tuduh AS Politisasi Masalah HAM

Korea Utara Tuduh AS Politisasi Masalah HAM

Global
Rangkuman Hari Ke-794 Serangan Rusia ke Ukraina: Warga Latvia Diminta Siapkan Tempat Berlindung | IOC Bicara Rusia dan Israel

Rangkuman Hari Ke-794 Serangan Rusia ke Ukraina: Warga Latvia Diminta Siapkan Tempat Berlindung | IOC Bicara Rusia dan Israel

Global
 Hubungan Sesama Jenis di Irak Dapat Dihukum 15 Tahun Penjara

Hubungan Sesama Jenis di Irak Dapat Dihukum 15 Tahun Penjara

Global
Video Detik-detik Sopir Mobil Gagalkan Penjabretan di Pinggir Jalan, Pepet Motor Pelaku

Video Detik-detik Sopir Mobil Gagalkan Penjabretan di Pinggir Jalan, Pepet Motor Pelaku

Global
Afrika Selatan Peringati 30 Tahun Apartheid, Kemiskinan Masih Jadi Isu Utama

Afrika Selatan Peringati 30 Tahun Apartheid, Kemiskinan Masih Jadi Isu Utama

Global
Polisi Bubarkan Perkemahan dan Tangkap 192 Demonstran Pro-Palestina di 3 Kampus AS

Polisi Bubarkan Perkemahan dan Tangkap 192 Demonstran Pro-Palestina di 3 Kampus AS

Global
[UNIK GLOBAL] Perempuan 60 Tahun Menang Miss Buenos Aires | Diagnosis Penyakit 'Otak Cinta'

[UNIK GLOBAL] Perempuan 60 Tahun Menang Miss Buenos Aires | Diagnosis Penyakit "Otak Cinta"

Global
Hamas Rilis Video 2 Sandera yang Desak Pemerintah Israel Capai Kesepakatan

Hamas Rilis Video 2 Sandera yang Desak Pemerintah Israel Capai Kesepakatan

Global
Hezbollah Tembakkan Peluru Kendali ke Israel

Hezbollah Tembakkan Peluru Kendali ke Israel

Global
Menlu Turkiye Akan Kunjungi Arab Saudi untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Menlu Turkiye Akan Kunjungi Arab Saudi untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Global
Vatikan dan Vietnam Akan Menjalin Hubungan Diplomatik Penuh

Vatikan dan Vietnam Akan Menjalin Hubungan Diplomatik Penuh

Internasional
New York Kembalikan 30 Artefak yang Dijarah ke Indonesia dan Kamboja

New York Kembalikan 30 Artefak yang Dijarah ke Indonesia dan Kamboja

Global
Salah Bayar Makanan Rp 24 Juta, Pria Ini Kesal Restoran Baru Bisa Kembalikan 2 Minggu Lagi

Salah Bayar Makanan Rp 24 Juta, Pria Ini Kesal Restoran Baru Bisa Kembalikan 2 Minggu Lagi

Global
Saat Jangkrik, Tonggeret, dan Cacing Jadi Camilan di Museum Serangga Amerika...

Saat Jangkrik, Tonggeret, dan Cacing Jadi Camilan di Museum Serangga Amerika...

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com