WASHIINGTON DC, KOMPAS.com - Perwakilan Khusus Amerika Serikat untuk Iran, Elliott Abrams mengatakan bahwa Iran tidak mungkin melakukan apa pun yang dapat memancing kemarahan pemerintahan Joe Biden yang akan datang.
Adams mengatakan bahwa Republik Islam saat ini sangat terkepung dengan berbagai sanksi yang melumpuhkan negaranya, termasuk sanksi yang baru dijatuhkan pada akhir bulan lalu.
“Jika mereka menginginkan keringanan sanksi, mereka tahu bahwa mereka akan perlu melakukan semacam negosiasi setelah 20 Januari," ujar Adams seperti yang dilansir dari The Times of Israel pada Jumat (4/12/2020).
Menurutnya, akan ada pemikiran yang mengaharuskan mereka untuk tidak melakukan aktivitas apa pun antara sekarang hingga hari pelantikan Joe Biden, 20 Januari.
Jika melakukan tindakan gegabah yang memancing kemarahan pemerintah AS, "membuat keringanan sanksi semakin sulit didapat".
Baca juga: Trump Peringatkan Pejabat Luar Negeri AS untuk Tidak Memulai Perang Dunia III dengan Iran
Dia menambahkan bahwa AS dan Iran kemungkinan akan menegosiasikan kembali kesepakatan nuklir era Obama pada 2015 yang dimaksudkan untuk mengekang aspirasi Iran terhadap senjata nuklir, dengan imbalan keringanan sanksi.
Pada 2018 era pemerintahan Trump, AS keluar dari kesepakatan nuklir dan memilih posisi yang lebih hawkish.
Namun, Iran telah mengatakan tidak akan mempertimbangkan kesepakatan nuklir itu.
Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei pada Sabtu berapi-api menyerukan untuk "menghukum" mereka yang berada di balik pembunuhan ilmuwan nuklir top Iran, Mohsen Fakhrizadeh.
Saat pemakaman Fakhrizadeh pada Senin (30/11/2020), Menteri Pertahanan Iran Jenderal Amir Hatami menyatakan niat pembalasan dengan cara tertentu.
Baca juga: Israel Datangkan 7 Kapal Misil Baru, Bisa Lebih Kuat untuk Lawan Iran
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan