Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muslim, China, dan Aborigin adalah Kelompok Minoritas yang Jadi Target Rasisme

Kompas.com - 13/11/2020, 23:11 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Editor

"Kata-katanya terkadang menyesatkan. Hanya menceritakannya di judul, tanpa menjelaskan secara rinci," ujarnya.

Laporan "All Together Now" merujuk pada sebuah artikel opini yang mengejek masakan China dan mengaitkannya dengan masakan kelelawar dan pasar tradisional Wuhan, atau menyebut Tahun Tikus di China dan menghubungkannya sosok tikus yang pengkhianat.

Selama pandemi virus corona, angka tindakan rasisme terhadap komunitas Asia di Australia meningkat dan Jennifer mengatakan hal ini diperburuk oleh pemberitaan beberapa artikel di media.

"Sayangnya, rasisme di media secara sistematis diperkuat oleh wacana publik dan politik," katanya.

"Dan ada banyak bentuk rasisme struktural, sistemik, yang terbentuk, serta dianggap menjadi normal dalam masyarakat Australia."

Baca juga: Dapat Stigma akibat Teror di Perancis, Umat Islam Merasa Tertekan

Rasisme terselubung menjadi hal yang biasa

Jennifer dari "All Together Now" juga mengamati adanya "peningkatan bentuk rasisme terselubung yang mungkin lebih sulit untuk dideteksi".

Di antaranya dalam bentuk "dog whistling" yang memicu ketakutan pada kelompok rasial tertentu tanpa merujuk kelompoknya secara langsung, seperti saat menggambarkan warga Muslim, serta bentuk rasisme yang mengabaikan pernah adanya penjajahan di benua Australia dan penghancuran budaya asli warga Aborigin dan Penduduk Pribumi Selat Torres.

Rona Glynn-McDonald, seorang perempuan dari suku Kaytetye dari Alice Springs dan pendiri organisasi "Common Ground", mengatakan ada, "beberapa rasisme terselubung dan tidak dapat dipahami kecuali jika kita orang Aborigin atau bukan orang kulit putih."

"Mikroagresi rasial dan nada halus rasis yang ada di banyak laporan berita dan wawancara atau cara orang-orang menggambarkannya menunjukkan hal itu," ujar Rona.

"Warga Australia Non-Pribumi sangat tidak paham dengan kehidupan, sejarah dan budaya kami, dan saya pikir itu tercermin dalam cara pelaporan media dan ini menjadi cerminan masih adanya perpecahan di Australia," lanjutnya.

Rona juga mengatakan warga Aborigin sebagai korban "merusak" persepsi masyarakat umum dan "berbahaya" bagi kaum muda dalam aspirasi mereka untuk masa depan.

Baca juga: Demo Anti-Rasisme Terjadi 100 Hari Tanpa Henti di Portland AS

Kurangnya keberagaman dalam media di Australia

Jennifer juga mengatakan media Australia terus "didominasi oleh orang kulit putih" dan gagal mencerminkan keragaman budaya dan bahasa di Australia.

Ada 89 persen dari artikel bernada rasis ditulis oleh orang-orang dari latar belakang Anglo-Celtic atau Eropa, menurut laporan "All Together Now".

"Mulai dari jurnalis, presenter, produser dan hingga eksekutif di media, dan yang mengambil keputusan mungkin tidak menyadari jika mereka buta akan budaya," ujarnya.

"Beberapa rasisme mungkin berlanjut, meski mereka tidak berniat melakukannya."

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com