Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inspirasi Energi: Konsumsi Batu Bara dan Pengembangannya ke Depan

Kompas.com - 26/10/2020, 12:52 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Dengan memperhatikan produksi batu bara Indonesia sebesar 558 juta ton dalam satu tahun, tanpa memperhatikan penemuan cadangan baru, batu bara Indonesia akan habis 71 tahun mendatang.

Perhitungan tersebut dikeluarkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melalui publikasinya yang berjudul Outlook Energi Indonesia 2019.

BPPT mencatat, cadangan terbukti batu bara di Indonesia pada 2018 sebesar 39,89 miliar ton dengan cadangan potensial sebesar 151,40 miliar ton.

Produksi batu bara diproyeksikan meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 1 persen per tahun. Sekitar 76 persen dari produksi batu bara diekspor ke luar negeri sedangkan sisanya digunakan untuk kebutuhan domestik.

Sebagian besar pasokan batu bara domestik digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar pembangkit listrik. Sisanya, sumber energi ini dipergunakan sebagai bahan bakar pada sektor industri.

Baca juga: Inspirasi Energi: Benarkah Biodiesel Ramah Lingkungan?

Kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik diproyeksikan akan meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 5,9 persen per tahun dari 83 juta ton pada 2017 menjadi 550 juta ton pada 2050.

Sementara itu, dalam periode waktu yang sama, kebutuhan batu bara untuk industri diprediksi terus tumbuh hingga 4,7 persen per tahun, atau meningkat dari 14 juta ton pada tahun 2017 menjadi 64 juta ton pada tahun 2050.

Jika melihat kapasitas terpasang pembangkit listrik di Indonesia, pada 2017 terdapat 61 gigawatt pembangkit listrik dari berbagai jenis pembangkit.

Dari jumlah tersebut, kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara masih mendominasi dengan pangsa sebesar 46 persen atau 28 gigawatt.

Sedangkan PLTU gas dan pembangkit listrik berbahan bakar minyak memiliki kontribusi sebesar 42 persen atau 25,6 gigawatt dari seluruh pembangkit listrik.

Baca juga: Inspirasi Energi: Tahukah Kamu? Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Makin Diminati di Seluruh Dunia

Sisanya, 12 persen atau 7,4 gigawatt dari seluruh pembangkit listrik, disumbang oleh pembangkit listrik dari energi baru dan terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB), pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), dan lain-lain.

Pada 2025, PLTU batu bara diperkirakan masih tetap mendominasi pembangkit listrik di Indonesia dengan pangsa mencapai 52 persen atau sekitar 55 gigawatt.

Di sisi lain, kebutuhan batu bara untuk sektor industri juga cukup tinggi. Batu bara sangat diperlukan untuk sektor industri di bidang pengolahan semen, kertas, dan tekstil.

Pertumbuhan konsumsi batu bara untuk sektor industri diperkirakan akan terus meningkat dengan laju pertumbuhan konsumsi rata-rata 5,8 persen per tahun. Selain menggunakan batu bara, sektor industri juga mengonsumsi energi listrik, minyak, dan gas.

Konsumsi batu bara, gas, dan listrik untuk kebutuhan industri diprediksi akan semakin meningkat menggantikan peran minyak karena harganya yang terus naik dan cadangan dunia yang terus menurun.

Baca juga: Jokowi Ingin Batu Bara Tak Lagi Diekspor, tetapi Diolah di Dalam Negeri

Pengolahan Batu Bara

Mengingat tingginya ekspor batu bara Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini mengungkapkan keinginannya agar batu bara bisa dimaksimalkan dikonsumsi dan diolah di dalam negeri.

"Saya ingatkan kita semua harus bergeser dari negara pengekspor bahan mentah, salah satunya batu bara, menjadi negara industri yang mampu mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau setengah jadi," kata Jokowi, Jumat (23/10/2020), sebagaimana diberitakan Kompas.com sebelumnya.

Oleh karena itu, Jokowi menginstruksikan jajarannya agar mengembangkan industri turunan batu bara, mulai dari industri peningkatan mutu, pembuatan briket batu bara, pembuatan kokas, pencairan batu bara, gasifikasi batu bara, sampai dengan campuran batu bara air.

Dengan demikian, Jokowi yakin Indonesia mampu mengurangi impor bahan baku yang dibutuhkan dalam negeri seperti industri baja dan industri petrokimia.

Baca juga: Inspirasi Energi: Tahukah Kamu? Efisiensi Energi Bisa Kurangi Pemanasan Global

Selain dimaksimalkan konsumsinya di sektor energi, batu bara juga bisa diserap ke sektor rumah tangga sebagai pengganti liquid petroleum gas (LPG).

BPPT mencatat, pemanfaatan dimetil ether (DME) sebagai pengganti LPG tengah dikaji. Batu bara dipilih sebagai sumber bahan baku DME karena ketersediaan yang melimpah.

Batu bara dikonversi menjadi gas sintetis dan bisa langsung dikonsumsi oleh sektor industri baik sebagai bahan bakar maupun bahan baku (pabrik pupuk dan petrokimia). Gas sintetis ini dapat juga diproses lebih lanjut menjadi DME.

Baca juga: Inspirasi Energi: Beda Cara Perusahaan Minyak Eropa dan AS Sikapi Perubahan Iklim

Batu Bara di Dunia

Dengan melambatnya perekonomian global dan meningkatnya kesadaran untuk beralih ke pembangkit listrik rendah karbon, konsumsi batu bara di dunia turun pada 2019.

International Energy Agency (IEA) mencatat bahwa Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, dan India menurunkan konsumsi batu bara mereka.

Sedangkan negara-negara di Asia seperti China dan Indonesia justru meningkatkan konsumsi batu bara mereka.

Total produksi batu bara dunia meningkat 1,5 persen pada 2019, setengah dari laju pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya.

Saat ini, Indonesia dan Australia memasok lebih dari setengah total ekspor pasokan batu bara global. Jika ditambah Rusia, ketika negara tersebut berkontribusi terhadap total dari duapertiga total ekspor batu bara global.

Baca juga: Inspirasi Energi: Pengembangan PLTB Turun Selama Pandemi, tetapi Masih Tetap Diminati

Pada 1990 Australia dan AS adalah eksportir utama batu bara global dengan kontibusi masing-masing sekitar seperlima dari seluruh ekspor batu bara global.

Namun sejak saat itu, ekspor batu bara dari AS menurun secara signifikan. Di pasar internasional, Indonesia sendiri menguasai hampir sepertiga pasar ekspor batu bara global.

Sementara jika dilihat dari kaca mata impor, China merupakan konsumen tertinggi batu bara dunia. Sekitar seperlima dari total ekspor batu bara dunia dikonsumsi oleh China. Padahal, pada 2000, impor batu bara China tidak begitu berarti di mata pasar global.

Di sisi lain impor dan konsumsi batu bara oleh Uni Eropa terus mengalami penurunan sejak 1990. Padahal sebelumnya, kawasan tersebut merupakan importir utama batu bara global.

Dari pangsa impor batu bara sekitar 35 persen pada 1990, Uni Eropa kini hanya mengimpor 10 persen batu bara global.

Vietnam adalah kejutan besar dalam 10 tahun terakhir. Negara tersebut beralih dari eksportir menjadi importir batu bara pada 2005. Vietnam juga meningkatkan permintaan batu baranya selama bertahun-tahun sejak saat itu.

Baca juga: Inspirasi Energi: Pengembangan PLTB Turun Selama Pandemi, tetapi Masih Tetap Diminati

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com