Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pria Ini Klaim Pemberitaan Media Barat soal Uighur Tidak Sesuai Kenyataan

Kompas.com - 04/09/2020, 22:04 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

XINJIANG, KOMPAS.com - Amerika Serikat (AS) meloloskan Undang-undang Kebijakan HAM Uighur tahun 2020 yang memberi sanksi kepada China untuk urusan Xinjiang.

Merespons hal itu, seorang pria warga negara Australia kelahiran Inggris, Jerry Grey mempertanyakan berapa banyak anggota Kongres yang pernah berkunjung ke Daerah Otonomi Xinjiang, melihat langsung nasib etnis Uighur di China.

"Jawabannya, tidak ada. Uni Eropa mencoba, AS keberatan; PBB mencoba - AS keberatan," ujar Grey di Twitter, bertanya, "Mengapa (AS) membuat Undang-undang tentang sesuatu yang tidak mereka ketahui?"

Kepada Global Times, Grey berkata, "Saya merasa ini adalah ketidakadilan yang parah, pertama-tama, AS tidak memiliki hak untuk melibatkan diri dalam urusan China dan kedua, jika mereka mengaku sebagai 'dinas polisi dunia' mereka pasti harus menghadiri 'tempat kejadian perkara' sebelum membuat keputusan tentang bagaimana menanggapinya."

Pensiunan berusia 62 tahun itu telah menarik kesimpulannya sendiri tentang wilayah tersebut setelah bersepeda sekitar 5.000 kilometer melintasi Xinjiang untuk aktivitas amal pada tahun 2019.

Dia mengatakan bahwa meskipun keamanan di sana mungkin berat, pemerintah Xinjiang memiliki setiap alasan untuk mengambil tindakan pencegahan sehingga rakyatnya merasa aman dan bisa menjalani hidup yang lebih baik.

Baca juga: Derita Minoritas Uighur di Xinjiang, Ditahan dan Dipaksa Minum Obat Tradisional China

Bersepeda di Xinjiang

Grey tinggal di Zhongshan, Provinsi Guangdong, China Selatan. Pada Agustus tahun lalu, Grey dan istrinya, Ann Liang Yuhua memutuskan untuk melakukan aktivitas amal dengan bersepeda dari Urumqi ke Zhongshan.

Mereka bersepeda bersama teman mereka, Bevan Cobbe dalam proyek amal "Bersepeda demi Cinta" yang akhirnya mengumpulkan dana untuk membantu orang dengan disabilitas di Zhongsan.

Mereka memulai perjalanan dari Urumqi dengan penerbangan dan dari sana mereka bersepeda.

“Jaraknya jauh tentunya. Sangat umum bagi saya untuk berkendara 70 kilometer dalam satu hari. Jadi kami keluar dari Urumqi selama tiga atau empat hari, lalu kami berhenti di Turpan. Kami menghabiskan siang dan malam di sana," katanya, berbicara tentang pengalamannya di Xinjiang.

Setelah Turpan, mereka kemudian menuju ke kota Hami. Setiap tiga atau empat hari mereka mengambil satu hari untuk istirahat. Iklim di Xinjiang "benar-benar ekstrim; lokasinya padang pasir dan agak bergunung-gunung."

Mengenai kesannya terhadap Xinjiang, Grey membagikan pengamatannya berdasarkan pengalamannya bekerja sebagai petugas polisi selama 10 tahun di London.

Merujuk pada kampanye pengeboman oleh Tentara Republik Irlandia (IRA) yang dia saksikan pada tahun 1970-an, Grey mengatakan dia tahu "seperti apa terorisme itu."

"Saya cukup realistis untuk mengetahui bahwa militer, polisi, pemerintah, mereka punya alasan untuk memasukkan orang ke dalam penjara. Jika seseorang membom warga sipil, jika seseorang ingin meletakkan bom di luar kantor polisi, orang itu pantas untuk ditahan di penjara. Itulah pendapatku," ungkap Grey.

Ketika dia bekerja sebagai petugas polisi, dia melihat kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh bom terhadap pejalan kaki dan orang-orang di pusat perbelanjaan, jadi dia tidak ingin melihatnya lagi.

"Jika pemerintah China mengatakan 'ini cara kami untuk menghentikannya,' saya cukup senang dengan itu."

"Hal pertama yang terjadi ketika kami tiba di Xinjiang adalah kita benar-benar melalui (pemeriksaan) keamanan," kata Grey, yang menurutnya hal itu sebagai sesuatu yang tidak biasa.

“Karena biasanya begitu turun pesawat sudah (otomatis) melewati pemeriksaan dan langsung masuk ke kota (tujuan). Tapi (di Xinjiang) kita datang kemudian harus diperiksa lagi,” ujarnya.

"Ketika sampai di hotel, kita akan melalui detektor logam. Bagi kami, itu agak aneh, tapi saya mengerti," katanya, menjelaskan pemikirannya tentang keamanan tingkat tinggi.

"Ini adalah tingkat keamanan yang tidak membuat saya merasa sangat nyaman karena saya tidak menyukainya. Saya tidak terbiasa, tetapi saya tidak merasa tidak aman karenanya. "

Grey bertanya kepada warga apa pendapat mereka tentang semua pemeriksaan itu.

"Ketika saya berbicara dengan orang-orang dan mengajukan pertanyaan… jika mereka tidak senang dengan hal itu, saya akan dapat memahami dan melihat bahwa mereka tidak bahagia. Tetapi setiap orang yang saya ajak bicara mengatakan hal yang sama; 'Kami merasa aman, ini lebih baik dari sebelumnya," jelas Grey.

Baca juga: Dari Pemerkosaan sampai Sterilisasi, Ini Pengakuan Muslim Uighur yang Berhasil Bebas

Melihat berarti percaya

Grey mengatakan apa yang dilihatnya secara langsung di Xinjiang terdapat perbedaan dengan apa yang selama ini dikabarkan media Barat.

"Saya dengar dan lihat bahasa yang sangat hidup. Mereka bicara bahasa lokal mereka. Dan di setiap toko, setiap menu, setiap restoran mereka punya bahasa lokal tertulis di sana, jadi ketika saya membaca (di media Barat) bahwa bahasa lokal mereka dimusnahkan, saya tidak setuju."

Di media Barat, budaya lokal Xinjiang juga dikabarkan dimusnahkan oleh pemerintah China, "tapi ketika kami pergi ke restoran, di mana mereka punya beberapa penari. Ini bukan restoran turis, hanya restoran lokal biasa. Mereka menyanyi dan menari. Itulah cara Uighur untuk bersuka ria."

Lebih penting lagi, Grey bersaksi bahwa dia tidak menjumpai bukti kamp konsentrasi selama perjalananny di Xinjiang.

"Tidak ada polisi yang berkata, 'boleh kulihat kameramu, boleh kulihat foto apa saja yang kau ambil'. Dengan kata lain, mereka tidak takut siapapun mengambil foto di mana pun. Jika mereka takut, mereka akan menghentikan saya lebih dulu, jika saya pergi ke sana tanpa izin, mereka tentu ingin memeriksa hasil jepretan saya, tapi tak seorang pun melakukan itu. Itu artinya, mereka tidak mencoba menyembunyikan sesuatu."

Di Twitter, Grey cukup membuka perdebatan dan menanyakan pertanyaan-pertanyaan ketika netizen berargumen kepadanya soal Xinjiang.

Jika didebat, Grey akan bertanya, "Pernahkah Anda ke Xinjiang?". "Anda harus lihat langsung untuk mengetahui sesuatu," catat Grey.

"Jika Anda berbicara tentang Turkistan yang bebas di China, polisi akan datang untuk menangkap Anda. Hal serupa terjadi di Inggris, jika orang mulai bicara tentang pembebasan Irlandia Utara, Anda akan punya masalah dengan polisi. Jika seseorang di Alaska ingin punya kemerdekaan dari Amerika Serikat (AS), FBI tentu akan mengetuk pintu rumah mereka, jadi tak akan ada bedanya."

Baca juga: Muslim Uighur Diduga di Kamp Re-Edukasi Terancam Terjangkit Covid-19

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com