Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Derita Minoritas Uighur di Xinjiang, Ditahan dan Dipaksa Minum Obat Tradisional China

Kompas.com - 31/08/2020, 20:40 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

XINJIANG, KOMPAS.com - Seorang wanita yang enggan disebut namanya menceritakan bagaimana dia ditangkap saat puncak wabah virus corona di China dan dipaksa minum obat tertentu.

Dilansir the Associated Press, ketika polisi menangkap wanita yang ternyata beretnis Uighur itu, dia dimasukkan ke dalam sel tahanan bersama puluhan wanita lainnya.

Di sana, wanita itu dipaksa minum obat yang membuatnya merasa lemas dan mual. Sipir penjara bahkan mengawasi wanita itu untuk memastikan dia meminum obatnya.

Dalam sekali seminggu, wanita itu beserta tahanan lainnya juga harus menelanjangi diri mereka sendiri dan menutup wajah mereka saat penjaga penjara menyemprot mereka dengan cairan disinfektan.

Petugas itu menyemprot mereka "seperti petugas pemadam kebakaran," ujar wanita itu.

"Rasanya seperti mendidih," kata wanita itu melalui telepon dari Xinjiang. Dia enggan memberitahu namanya karena khawatir akan ditahan aparat. "Tangan saya rusak, kulit saya mengelupas."

Pemerintah China di wilayah Xinjiang, ujung barat laut China memang melakukan tindakan kejam untuk memerangi virus corona, demikian dikutip the Associated Press, Senin (31/8/2020).

Tindakan itu seperti mengunci secara fisik penduduk rumah, memberlakukan karantina lebih dari 40 hari dan menangkapi warga Xinjiang yang tidak patuh.

Menurut pakar medis, mereka juga melanggar etika medis dengan memaksa warganya meminum obat tradisional China.

Hal ini diketahui dari pemberitahuan pemerintah melalui media sosial dan wawancara dengan 3 orang di karantina Xinjiang.

Salah satu pengobatan herbal yang digunakan di Xinjiang, Qingfei Paidu berisi bahan-bahan yang dilarang dikonsumsi oleh pemerintah Jerman, Swiss dan Amerika Serikat (AS) juga negara lain karena memuat racun karsinogen tingkat tinggi.

Baca juga: Dari Pemerkosaan sampai Sterilisasi, Ini Pengakuan Muslim Uighur yang Berhasil Bebas

Penguncian atau lockdown diterapkan dengan keras di China, terutama di Wuhan Provinsi Hubei, tempat virus pertama kali terdeteksi.

Tapi, meski Wuhan bergulat dengan lebih dari 50.000 kasus dan Hubei dengan total 68.000, lebih banyak dari Xinjiang, penduduk di Wuhan tidak dipaksa minum obat tradisional.

Warga Wuhan juga diizinkan untuk keluar dari kompleks mereka untuk berolahraga atau mengirim bahan makanan.

Sebaliknya, lebih dari setengah dari 25 juta orang Xinjiang berada di bawah penguncian yang meluas ratusan mil dari pusat wabah di ibu kota, Urumqi, menurut tinjauan the Associated Press atas pemberitahuan pemerintah dan laporan media pemerintah.

Bahkan ketika Wuhan dan sebagian besar China telah kembali ke kehidupan normal, penguncian Xinjiang masih diawasi aparat dan mengubah wilayah itu menjadi wilayah yang diawasi secara digital oleh polisi.

Selama tiga tahun terakhir, otoritas Xinjiang telah menyapu satu juta atau lebih orang Uighur, Kazakh, dan etnis minoritas lainnya ke dalam berbagai bentuk penahanan, termasuk kamp interniran di luar hukum, di bawah tindakan keras keamanan yang meluas.

Setelah ditahan selama lebih dari sebulan, wanita Uighur itu dibebaskan dan dikunci di dalam rumahnya. Kondisinya sekarang lebih baik, tetapi dia masih diisolasi, meskipun tes rutin menunjukkan dia bebas dari virus.

Sekali sehari, katanya, petugas memaksakan obat tradisional dalam botol putih padanya, mengatakan bahwa dia akan ditahan jika tidak meminumnya.

Pihak Associated Press melihat foto-foto botol itu dan cocok dengan gambar dari penduduk Xinjiang lain dan serta gambar-gambar yang beredar di media sosial China.

Pihak berwenang mengatakan tindakan yang diambil adalah untuk kesejahteraan semua penduduk, meskipun mereka belum berkomentar mengapa tindakan tersebut lebih keras daripada yang diambil di tempat lain.

Pemerintah China telah berjuang selama beberapa dekade untuk mengontrol Xinjiang, terkadang bentrok dengan banyak warga asli Uighur di kawasan itu, yang membenci pemerintahan China yang kejam.

"Daerah Otonomi Xinjiang menjunjung tinggi prinsip manusia dan kehidupan yang utama... dan menjamin keselamatan dan kesehatan penduduk lokal dari semua kelompok etnis," kata Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian pada jumpa pers Jumat kemarin.

Baca juga: Muslim Uighur Diduga di Kamp Re-Edukasi Terancam Terjangkit Covid-19

Otoritas Xinjiang dapat melakukan tindakan keras, kata para ahli, karena aparat keamanan didanai dengan boros, yang menurut beberapa perkiraan, polisi di sana paling banyak dibanding wilayah mana pun di planet ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com