Kepala asosiasi perdagangan Inggris produsen paket uji virus corona mengatakan bahwa "tidak pernah benar-benar ada kekurangan reagen kimia sebelumnya."
Baca juga: Cegah Kasus Impor Corona, Malaysia Larang WNI Masuk Mulai Minggu Depan
Dalam menghadapi pandemi virus corona ini, Doris-Ann Williams dari Asosiasi Diagnostik In Vitro Inggris berkata kepada The New York Times, "Semua negara besar di dunia menginginkan hal (reagen virus corona) yang sama pada waktu yang sama."
Untuk alasan apa pun, katanya, kebanyakan negara tidak menimbun banyak reagen, meski pun ada epidemi virus baru-baru ini, seperti SARS (2003), MERS (2012, 2015, 2018), Ebola (2014-16, 2019) dan Zika (2015-16).
Irlandia sempat mengalami perlambatan pengujian Covid-19 selama seminggu pada April lalu, menurut laporan Reuters pada (1/4/2020).
Menteri Kantor Kabinet Inggris Michael Gove pada Selasa, mengatakan bahwa kurangnya reagen, zat yang digunakan dalam analisis kimia, adalah "kendala kritis" pada kemampuan untuk meningkatkan kapasitas pengujian dengan cepat.
Irlandia sedang menguji sekitar 1.500 orang per hari untuk Covid-19, jauh di bawah target sekitar 15.000, kata Harris dalam wawancara dengan Radio Newstalk.
Indonesia juga salah satu negara yang memiliki pengujian virus corona rendah, yang diklaum karena reagen yang sulit terdistribusi ke seluruh wilayah Indonesia yang menjadi masalah utama.
Pakar medis mengkritik Indonesia karena tingkat pengujian virus corona rendah, yang berpotensi menutupi skala wabah Covid-19, dengan hanya sekitar 50 tes per 100.000 orang, dibandingkan dengan 2.500 per 100.000 di negara tetangga Singapura.
Presiden Joko Widodo mengklaim rendahnya pengujian virus corona itu karena adanya kesalahan distribusi reagen, dan terlalu sedikit laboratorium.
Otoritas kesehatan di provinsi paling timur Papua mengatakan ada kekurangan reagen dan sumber daya manusia yang terbatas, menurut catatan yang ditinjau oleh Reuters, dan dilansir pada Mei lalu.
Kemudian, Achmad Yurianto, pejabat senior kementerian kesehatan, membenarkan ada permasalah tersebut, bahwa dari 76 laboratorium yang ada, hanya 53 laboratorium yang mampu melakukan tes virus corona, karena masalah akses dan distribusi reagen.
Baca juga: 8 Bulan Bergulat dengan Virus Corona, Wuhan yang Dulu Menderita Kini Berpesta
"Dengan pembatalan penerbangan, distribusi reagen, obat-obatan, dan APD terhambat," kata Achmad.
Pada 2 pekan pertama Mei lalu, Indonesia melarang perjalanan udara dan laut untuk menahan penyebaran virus corona, meskipun kementerian perhubungan telah mengkonfirmasi bahwa penerbangan dan transportasi umum akan dilanjutkan dalam kondisi tertentu.
Dari awal pandemi Covid-19 kebutuhan alat pengujian hingga masker mengalami peningkatan permintaan, diikuti kenaikan harga yang melambung tajam, menurut laporan The New York Times pada April 2020.
Selain itu, para ilmuwan di Afrika dan Amerika Latin telah diberitahu oleh produsen bahwa pesanan untuk perangkat pengujian virus corona tidak dapat dipenuhi selama berbulan-bulan, karena rantai pasokan sedang dalam pergolakan dan hampir semua yang mereka produksi akan dikirim ke Amerika atau Eropa.
“Ada perang yang terjadi di balik layar, dan kami sangat khawatir tentang kerugian negara-negara yang lebih miskin,” kata Dr. Catharina Boehme, kepala eksekutif dari Foundation for Innovative New Diagnostics, yang bekerja sama dengan Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam membantu negara yang lebih miskin untuk mendapatkan akses tes Covid-19.
Di Afrika, Amerika Latin dan sebagian Asia, banyak negara sudah dirugikan, dengan sistem kesehatan yang kekurangan dana, rapuh dan seringkali kekurangan peralatan pengujian virus corona yang diperlukan.
Pengujian adalah pertahanan pertama melawan virus corona dan alat pengujian penting untuk menghentikan begitu banyak pasien yang berakhir di rumah sakit.