Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mesir dan Sudan Khawatirkan Terjadi Kekurangan Air Akibat Pengisian Bendungan GERD

Kompas.com - 28/07/2020, 23:18 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis


KAIRO, KOMPAS.com - Mesir dan Sudan mengkritik Ethiopia atas pengisian bendungan Nil Biru, Grand Ethiopia Renaissance Dam (GERD), secara sepihak pada Senin (27/7/2020), untuk mengatur aliran air dari proyek besar.

Sudan dan Mesir sama-sama khawatir bendungan pembangkit listrik tenaga air senilai 4 miliar dollar AS (Rp 58,3 triliun) di Nil Biru dapat menyebabkan kekurangan air di negara mereka.

 

Nil Biru adalah anak sungai Nil, yang mana 100 juta orang Mesir mendapatkan 90 persen pasokan air bersih dari sana.

Hampir satu dekade negosiasi panjang telah gagal menghasilkan kesepakatan untuk mengatur bagaimana Ethiopia akan mengisi reservoir dan mengoperasikan bendungan dengan tetap melindungi persediaan air bersih di Mesir yang langka.

Baca juga: Ayah di Mesir Lempar 3 Anaknya di Kereta yang Tengah Melintas

Bendungan GERD sedang dibangun sekitar 15 kilometer dari perbatasan dengan Sudan.

Pekan lalu, Ethiopia mengatakan mereka membutuhkan bendungan untuk menghasilkan pembangkit listrik bagi rakyatnya dan saat ini telah mencapai target tahun pertama untuk mengisi reservoir, berkat musim hujan yang deras.

Kementerian Irigasi Mesir mengatakan, Mesir dan Sudan menyayangkan tentang "pengisian sepihak" bendungan Nil Biru, yang mereka katakan "membayangi pertemuan itu dan mengajukan banyak pertanyaan tentang kelayakan proses negosiasi yang terjadi untuk mencapai kesepakatan yang adil."

Sudan mengatakan tindakan Ethiopia adalah "preseden yang berbahaya dan mengganggu dalam proses kerja sama antara negara-negara yang bersangkutan", menurut sebuah pernyataan dari Kementerian Irigasi.

Baca juga: Sengketa Bendungan Sungai Nil antara Mesir, Ethiopia, dan Sudan

Sementara itu, tidak ada tanggapan langsung dari Ethiopia.

Di antara masalah yang diperdebatkan dalam diskusi, yang dimediasi oleh Uni Afrika, adalah bagaimana bendungan akan beroperasi selama "tahun-tahun kering" berkurangnya curah hujan, dan apakah perjanjian dan mekanisme untuk menyelesaikan sengketa harus mengikat secara hukum.

Berdasarkan kesepakatan pada 1929 dan 1959 yang diteken antara Britania Raya sebagai kekuatan kolonial dan negara-negara di lembah Sungai Nil, Mesir berhak mendapatkan 55,5 miliar cm kubik air dari salah satu sungai terpanjang di dunia tersebut.

Sementara itu Sudan mendapat bagian 18,5 miliar cm kubik, sedangkan Ethiopia tidak kebagian satu cm kubik pun.

Baca juga: Parlemen Mesir Restui Rencana Pemerintah Kerahkan Tentara ke Libya

Pada Mei 2010, 5 negara hulu menandatangani perjanjian Cooperative Framework Agreement untuk mendapat bagian lebih besar. Ethiopia, Kenya, Uganda, Rwanda, dan Tanzania adalah 5 negara pertama yang meneken perjanjian itu, lalu disusul Burundi pada 2011.

Sungai Nil sendiri mengaliri 11 negara di Afrika, yakni Mesir, Ethiopia, Sudan, Uganda, Kenya, Tanzania, Burundi, Rwanda, Republik Demokratik Kongo, Eritrea, dan Sudan Selatan.

Bendungan GERD sudah dibangun sejak 2011, dan Duta Besa Ethiopia untuk Indonesia Admasu Tsegaye Agidew mengklaim bangunan pengendali air ini aman digunakan.

Dubes Admasu menerangkan, Bendungan GERD dapat menghasilkan 6.450 megawatt dan menampung 74 juta cm kubik air.

Nantinya, Bendungan GERD akan menjadi PLTA terbesar di Afrika dan salah satu yang terbesar di dunia.

"GERD tidak mengonsumsi banyak air, (sehingga) tidak membahayakan negara-negara hilir, tidak ada deforestasi," terang Dubes Admasu saat dihubungi Kompas.com via konferensi video pada Jumat (3/7/2020).

Baca juga: Ambisi Mesir: Seluruh Mobil Baru Harus Berbahan Bakar Gas

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Global
Israel Perintahkan Warga Palestina Mengungsi dari Rafah

Israel Perintahkan Warga Palestina Mengungsi dari Rafah

Global
[UNIK GLOBAL] Majikan Bunuh Diri, PRT Diwarisi Rp 43,5 Miliar | Karyawan Nekat ke Italia demi Makan Pizza Padahal Besok Kerja

[UNIK GLOBAL] Majikan Bunuh Diri, PRT Diwarisi Rp 43,5 Miliar | Karyawan Nekat ke Italia demi Makan Pizza Padahal Besok Kerja

Global
Tak Ada yang Bicara Perubahan Iklim di Pemilu India, Apa Sebabnya?

Tak Ada yang Bicara Perubahan Iklim di Pemilu India, Apa Sebabnya?

Global
Di Texas, Orangtua Bisa Dipenjara Jika Tinggalkan Anak Sendirian dalam Rumah

Di Texas, Orangtua Bisa Dipenjara Jika Tinggalkan Anak Sendirian dalam Rumah

Global
Turkiye Setop Berbisnis dengan Israel, Pakar: Akan Sulitkan Ankara

Turkiye Setop Berbisnis dengan Israel, Pakar: Akan Sulitkan Ankara

Global
Tentara Israel Diserang Ratusan Lebah di Gaza Selatan

Tentara Israel Diserang Ratusan Lebah di Gaza Selatan

Global
Kritikan Paling Keras AS untuk Israel, Dituduh Mungkin Langgar Hukum Internasional

Kritikan Paling Keras AS untuk Israel, Dituduh Mungkin Langgar Hukum Internasional

Global
Ukraina Evakuasi Ratusan Orang dari Kharkiv Usai Serangan Rusia

Ukraina Evakuasi Ratusan Orang dari Kharkiv Usai Serangan Rusia

Global
Sekitar 300.000 Warga Palestina Dilaporkan Mengungsi dari Rafah Timur

Sekitar 300.000 Warga Palestina Dilaporkan Mengungsi dari Rafah Timur

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com