Dalam sebuah pertemuan, ia secara khusus diminta mengumpulkan informasi tentang Kementerian Perdagangan AS. Ia juga diminta membuat laporan mengenai produk kecerdasan buatan terbaru AS dan perang dagang antara China dan AS.
Bilahari Kausikan, mantan sekretaris tetap di Kementerian Luar Negeri Singapura, yakin bahwa Dickson sebenarnya secara sadar bekerja untuk badan intelijen China.
Yeo, kata dia, adalah bukan orang bodoh yang tanpa disadari berguna untuk orang lain.
Yeo menghubungi target pentingnya dengan melalui LinkedIn. Situs ini adalah jejaring kerja dan karier yang digunakan lebih dari 700 juta orang.
Baca juga: Pria Singapura Mengaku Jadi Mata-mata China di AS
Dalam dokumen pengadilan, LinkedIn disebut sebagai situs jaringan profesional biasa. Namun Washington Post mengkonfirmasi bagaimana Yeo memanfaatkannya.
Banyak mantan pegawai atau kontraktor pemerintah dan lembaga militer yang tanpa malu mengunggah secara detail sejarah pekerjaan mereka di LinkedIn. Tujuan mereka mendapatkan pekerjaan baru di sektor swasta.
Tren penggunaan LinkedIn itu menjadi tambang emas bagi badan intelijen asing.
Pada 2018, pimpinan badan kontra intelijen AS, William Evanina, memperingatkan aksi China di platform milik Microsoft yang disebutnya sangat agresif.
Platform milik Microsoft itu merupakan salah satu dari beberapa situs media sosial buatan negara Barat yang tidak diblokir di pemeirntah China.
Kevin Mallory, mantan agen CIA dipenjara selama 20 tahun Mei lalu karena mengungkap rahasia militer AS kepada seorang agen China. Mallory pertama kali menjadi target di LinkedIn.
Pada tahun 2017, badan intelijen Jerman menyebut agen spionase China menggunakan LinkedIn untuk mendapatkan informasi dari setidaknya 10.000 orang Jerman.
LinkedIn belum menanggapi permintaan wawancara untuk berita ini. Namun sebelumnya, mereka menyatakan perlu mengambil sejumlah langkah strategis untuk menghentikan penyalahgunaan situs mereka.
Yeo meminta beberapa target yang dia temukan di LinkedIn untuk menulis laporan kepada firma konsultasinya. Yeo memberi nama perusahaannya serupa dengan sebuah firma terkemuka.
Laporan dari para targetnya itulah yang kemudian dia kirim ke China.
Salah satu orang yang dia hubungi bekerja dalam program jet tempur F-35 Angkatan Udara AS. Orang ini mengaku memiliki masalah finansial.
Target Yeo yang lain adalah seorang perwira militer yang bertugas di Pentagon alias Kementerian Pertahanan AS.
Baca juga: Dituduh Mata-mata oleh AS, Diplomat China Ini Sempat Bertugas di Australia
Dia mendapat bayaran US$ 2.000 (sekitar Rp29 juta) untuk laporan tentang bagaimana penarikan pasukan AS dari Afghanistan berpotensi mempengaruhi China.
Untuk menemukan kontak targetnya itu, Yeo, yang selama beberapa waktu pada tahun 2019 tinggal di Washington DC, dibantu algoritma LinkedIn.
Setiap kali Yeo melihat profil seseorang, LinkedIn akan menyarankan kontak baru dengan pengalaman serupa yang mungkin menarik baginya. Yeo mengaku menerima saran 'tanpa henti' dari LinkedIn.
Menurut dokumen pengadilan, atasan Yeo memintanya bertanya kepada para target soal ketidakpuasan dengan pekerjaan maupun persoalan keuangan yang mereka alami.
William Nguyen, alumnus kampus Lee Kuan Yew asal AS yang ditangkap pada sebuah demonstrasi di Vietnam tahun 2018 menyebut Yeo berusaha menghubunginya beberapa kali.
Kejadian itu, kata Nguyen dalam unggahan di akun Facebook miliknya, terjadi setelah ia dibebaskan dari penjara dan kasusnya menjadi berita utama di seluruh dunia.