Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ingin Hukum China soal Covid-19, Trump Berniat Larang TikTok

Kompas.com - 08/07/2020, 19:34 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber AFP

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Presiden AS Donald Trump menyatakan, dia berniat melarang aplikasi TikTok sebagai cara menghukum China terkait wabah Covid-19.

Aplikasi berbagi video itu menjadi obyek dari perseteruan dua negara, di mana Washington menuduh dipakai sebagai alat memata-matai lawan.

"(Pelarangan) jelas adalah sesuatu yang kami pertimbangkan," jelas Trump dalam wawancara televisi Selasa (7/7/2020), dikutip Bloomberg.

Baca juga: Setelah India, AS Berniat Blokir TikTok dan Aplikasi Lain asal China

Presiden 74 tahun itu menuding China bertanggung jawab atas mewabahnya Covid-19 tidak hanya di AS, tapi juga di seluruh dunia.

Kepada Gray Television, bagaimana pun, dia tidak menjabarkan detil apa pun, dan hanya menyatakan pelarangan TikTok adalah satu dari sekian pilihan yang dipertimbangkan.

Dilansir AFP Rabu (8/7/2020), juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, langsung memberikan komentar keras mengenai pernyataan Trump.

"Pernyataan yang disampaikan oleh sejumlah politisi di AS benar-benar tidak berdasar dan pengalihan isu yang keji," kecam Zhao.

Dalam konferensi pers, Zhao berkilah Beijing selalu meminta perusahaan untuk mematuhi hukum dan peraturan di negara tempat mereka beroperasi.

Ucapan presiden ke-45 AS itu terjadi sehari setelah Menteri Luar Negeri, Mike Pompe0, juga menuturkan Washington berniat memblokir sejumlah aplikasi.

Saat ini, TikTok merupakan aplikasi paling populer dengan jumlah penggunanya di seluruh dunia diprediksi mencapai satu miliar.

Baca juga: TikTok Berhenti Beroperasi di Hong Kong, Mengapa?

Meski sangat populer, aplikasi tersebut sumber perseteruan, dengan tudingan Beijing menggunakannya sebagai alat untuk memata-matai.

ByteDance selaku perusahaan induk sampai harus mengeluarkan bantahan, di mana mereka sama sekali tak membagi informasi kepada Beijing.

Juru bicara aplikasi kepada Bloomberg menerangkan, tudingan itu jelas tak berdasar karena saat ini CEO mereka merupakan warga AS.

Selain itu karyawan dan para pemimpin kunci di bidang keamanan, produk, dan kebijakan publik juga berbasis di Negeri "Uncle Sam".

"Kami sama sekali tidak memberikan data pengguna kepada pemerintah China. Bahkan jika kami mendapat permintaan," tegas juru bicara.

Aplikasi itu menjadi sorotan setelah India melarangnya bersama puluhan aplikasi lainnya, buntut konflik di perbatasan Kashmir pada Juni lalu.

Kemudian pada Senin (6/7/2020), TikTok mengumumkan mereka akan menarik diri dari Hong Kong buntut UU Keamanan Nasional yang disahkan Beijing.

Baca juga: AS Sambut Baik Keputusan India Larang Aplikasi TikTok

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Terkini Lainnya

China Mulai Latihan Perang di Sekitar Taiwan, Uji Kemampuan Rebut Kekuasaan

China Mulai Latihan Perang di Sekitar Taiwan, Uji Kemampuan Rebut Kekuasaan

Global
Motif Penembakan PM Slovakia Akhirnya Terungkap

Motif Penembakan PM Slovakia Akhirnya Terungkap

Global
Implikasi Geopolitik Timur Tengah Pasca-Kecelakaan Helikopter Presiden Iran

Implikasi Geopolitik Timur Tengah Pasca-Kecelakaan Helikopter Presiden Iran

Global
Kebakaran di Apartemen Hanoi, 14 Orang Tewas

Kebakaran di Apartemen Hanoi, 14 Orang Tewas

Global
Putri Remajanya Marah, Ayah Ini Berlutut Minta Maaf Tak Mampu Belikan iPhone

Putri Remajanya Marah, Ayah Ini Berlutut Minta Maaf Tak Mampu Belikan iPhone

Global
Rangkuman Hari Ke-820 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Izinkan Penyitaan Aset AS | Polandia dan Yunani Serukan UE Ciptakan Perisai Pertahanan Udara

Rangkuman Hari Ke-820 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Izinkan Penyitaan Aset AS | Polandia dan Yunani Serukan UE Ciptakan Perisai Pertahanan Udara

Global
Saat Ratusan Ribu Orang Antar Presiden Iran Ebrahim Raisi ke Tempat Peristirahatan Terakhirnya...

Saat Ratusan Ribu Orang Antar Presiden Iran Ebrahim Raisi ke Tempat Peristirahatan Terakhirnya...

Global
Arab Saudi Setop Keluarkan Izin Umrah untuk Berlaku Sebulan

Arab Saudi Setop Keluarkan Izin Umrah untuk Berlaku Sebulan

Global
Kerusuhan dan Kekerasan Terjadi di Kaledonia Baru, Apa yang Terjadi?

Kerusuhan dan Kekerasan Terjadi di Kaledonia Baru, Apa yang Terjadi?

Global
[POPULER GLOBAL] 20 Penumpang Singapore Airlines di ICU | Israel Kian Dikucilkan

[POPULER GLOBAL] 20 Penumpang Singapore Airlines di ICU | Israel Kian Dikucilkan

Global
 Pertama Kali, Korea Utara Tampilkan Foto Kim Jong Un Beserta Ayah dan Kakeknya

Pertama Kali, Korea Utara Tampilkan Foto Kim Jong Un Beserta Ayah dan Kakeknya

Global
Penumpang Singapore Airlines Dirawat Intensif, 22 Cedera Tulang Belakang, 6 Cedera Tengkorak

Penumpang Singapore Airlines Dirawat Intensif, 22 Cedera Tulang Belakang, 6 Cedera Tengkorak

Global
Krisis Kemanusiaan Gaza Kian Memburuk, Operasi Kemanusiaan Hampir Gagal

Krisis Kemanusiaan Gaza Kian Memburuk, Operasi Kemanusiaan Hampir Gagal

Global
Nikki Haley, Saingan Paling Keras Trump Berbalik Arah Dukung Trump

Nikki Haley, Saingan Paling Keras Trump Berbalik Arah Dukung Trump

Global
Rusia Serang Kharkiv, Ukraina Evakuasi 10.980 Orang

Rusia Serang Kharkiv, Ukraina Evakuasi 10.980 Orang

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com