Di London, "pejuang serigala" China adalah Ma Hui, orang nomor tiga di Kedubes China di Inggris. Nama akunnya di Twitter mengandung kata warhorse dan ia bisa dikatakan sebagai orang yang tangguh dan produktif.
Salah satu twit-nya mengatakan: "Beberapa petinggi di AS sangat merendahkan dirinya untuk bohong, menyebarkan informasi yang salah, menyalahkan, dan menstigmatisasi [China]. Ini sangat tercela, tapi kami tidak akan menurunkan standar, atau ikut balapan mereka ke level dasar. Mereka tidak peduli terhadap moralitas, integritas, tapi kami peduli. Kami juga bisa melawan kebodohan mereka."
Hal-hal seperti ini terdengar familiar bagi siapa pun yang aktif di media sosial. Namun untuk China, hal ini sangat baru. Menurut data dari lembaga riset German Marshall Fund, jumlah pejabat China yang memiliki akun resmi di Twitter naik 300% dalam satu tahun terakhir, dan jumlah konten mereka naik empat kali lipat.
Baca juga: Trump Sebut Virus Corona sebagai Wabah dari China
Kristine Berzina, periset senior di GMF, mengatakan: "Ini sangat berbeda dari ekspektasi kita soal China. Di masa lalu, wajah publik China biasanya citra positif dari negeri itu. Banyak dorongan untuk berteman dengan China. Video panda yang lucu biasanya lebih mudah ditemukan ketimbang bantahan lantang soal kritik terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Jadi ini sangat berbeda."
Langkah ini jelas disetujui oleh pemerintah China. Mereka bisa saja memusatkan kampanye informasinya ke apa yang disebut "diplomasi masker," terutama soal donasi dan penjualan alat pelindung diri ke seluruh negara di dunia.
Ini berpotensi mempromosikan soft power China di saat negara lain tengah kesulitan. Namun niat baik pemerintah yang terlihat dalam "jalur sutra kesehatan" nampaknya telah digantikan oleh agresi para "pejuang serigala."
Baca juga: CIA Yakin China Halangi WHO Umumkan Virus Corona sebagai Wabah
Duta besar China di Australia, Cheng Jingye, telah beberapa kali terlibat dalam debat panas dengan pejabat di sana. Ketika pemerintah Australia mendukung investigasi internasional independen soal asal muasal virus, Cheng seolah-olah mengatakan China akan memboikot produk-produk Australia.
"Mungkin rakyat biasa akan berkata, 'kenapa kita harus minum anggur Australia atau makan daging sapi Australia?" katanya kepada Australian Financial Review.
Kabinet Australia melihatnya sebagai ancaman "pemerasan ekonomi." Pejabat Departemen Urusan Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) memanggil Cheng untuk menjelaskan apa maksud perkataannya. Ia merespon dengan menerbitkan detail percakapan di situs Kedubes China, di mana ia mendesak Australia untuk berhenti "bermain politik."
Baca juga: China Ancam Boikot Australia jika Didesak soal Investigasi Asal Usul Covid-19
Minggu ini China menerapkan larangan impor bagi beberapa produsen daging sapi Australia dan mengancam akan menerapkan tarif untuk barley dari Australia.
Di Paris, duta besar China di sana Lu Shaye dipanggil oleh kementerian luar negeri untuk menjelaskan komentarnya di situs Kedubes China yang mengatakan bahwa Perancis telah menelantarkan warga manula sampai mati karena Covid-19 di panti-panti jompo.
Kritik lebih keras terhadap diplomat China datang dari Afrika, di mana sejumlah duta besar-—dari Nigeria, Kenya, Uganda, Ghana, dan Uni Afrika-—dipanggil oleh negara masing-masing dalam beberapa minggu terakhir untuk menjelaskan perlakuan diskriminatif dan rasis yang dialami oleh warga Afrika di China.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Nigeria, Femi Gbajabiamila, mengunggah video dirinya protes kepada duta besar China.
Today I met with the Chinese???????? Ambassador to Nigeria on the disturbing allegation of ill treatment of Nigerian citizens in China. I showed him the video clip that had made the rounds. He promised to look into it and get back to my office on Tuesday. pic.twitter.com/9SUxH0rI7X
— Femi Gbajabiamila (@femigbaja) April 10, 2020
Dalam sebuah artikel di majalah Foreign Affairs, Kevin Rudd, mantan Perdana Menteri Australia, mengatakan bahwa China sedang membayar strategi barunya ini: "Apa pun yang dilaporkan generasi baru diplomat 'pejuang serigala' China ke Beijing, kenyataannya posisi China telah dirugikan (ironinya, para pejuang serigala ini yang memperburuk keadaan, bukan memperbaikinya).
"Reaksi anti-China terhadap penyebaran virus ini, sering kali berbau rasis, telah dilihat di negara-negara seperti India, Indonesia, dan Iran. Soft power China berisiko rusak."