Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akibat Virus Corona, Pemakaman di Italia Diiringi Kekhawatiran dan Kesunyian

Kompas.com - 21/03/2020, 14:04 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber Aljazeera

ROMA, KOMPAS.com - Pemakaman menjadi dilema di Italia, karena jika menghadiri berisiko tertular virus corona, tapi jika tidak datang tak bisa memberi perpisahan pada yang tersayang.

Wilayah Lombardia di Italia Utara adalah salah satu yang dampaknya terparah akibat penyebaran virus corona Covid-19.

Akibatnya, peti mati jenazah harus diangkut truk-truk militer, karena saking banyaknya yang meninggal.

Baca juga: Angkut Jenazah Korban Virus Corona, Kota di Italia Minta Bantuan Militer

"Jika ini terus berlangsung selama enam bulan, kami harus menyiapkan tempat untuk kuburan massal," kata Carlo Rossini, seorang pekerja di Lembaga Pemakaman La Bergamasca, dikutip dari Aljazeera.

Italia adalah pusat penyebaran virus corona di Eropa, dengan lebih dari 47.000 kasus infeksi sampai Sabtu (21/3/2020).

Jumlah kematian di Negeri "Pizza" meningkat drastis, melampaui jumlah korban di China, tempat virus ini berasal.

Pada Jumat (20/3/2020) Italia mencatatkan angka kematian tertinggi dalam sehari, yakni 627 dalam 24 jam.

Baca juga: Korban Meninggal 3.405 Orang, Angka Kematian Virus Corona Italia Lampaui China

Kenaikan ini adalah yang tertinggi sejak virus masuk Italia pada akhir Februari, dan membuat jumlah korban menjadi 4.032 di negara pimpinan Giuseppe Conte tersebut.

Akan tetapi, jumlah korban tewas yang sebenarnya bisa jadi lebih tinggi dari laporan resmi.

"Ada sejumlah besar orang yang kematiannya tidak dikaitkan dengan virus corona, karena mereka meninggal di rumah atau panti jompo, sehingga mereka tidak di-swab," kata Giorgio Gori, Wali Kota Bergamo, dikutip dari Reuters.

Gori menunjukkan ada 164 kematian di kotanya dalam 15 hari pertama Maret tahun ini, yang 31 di antaranya disebabkan virus corona.

Baca juga: 50.000 Orang Didenda di Italia karena Langgar Aturan Lockdown

Ini jelas peningkatan drastis, karena di periode yang sama tahun lalu ada 56 kematian.

"Ada sekitar 25 jenazah yang perlu (dikubur) dan 25 yang harus dikremasi, setiap hari," kata Giulio Dellavita, Sekretaris Keuskupan Lokal.

"Bahkan dengan krematorium bekerja 24 jam, kita tidak mampu mengurus lebih dari 40 per hari," imbuhnya.

Baca juga: Tentara Italia Dikerahkan untuk Lockdown Daerah Paling Terdampak Virus Corona

Mereka yang disayang tiba-tiba "menghilang"

Rossini yang bekerja 10 tahun di La Bergamasca, mengatakan lembaga pemakaman ini menawarkan layanan di seluruh provinsi Bergamo.

Baik dia maupun rekan-rekannya yang lebih tua tidak pernah menyaksikan sesuatu yang serupa pandemi saat ini.

Sejak awal bulan Maret, Rossini telah mengubur 95 orang. Tidak ada ritual apa pun bagi mereka semua yang dimakamkan.

Baca juga: Stok Sarung Tangan Habis, Dokter di Italia Meninggal akibat Terinfeksi Corona

Sebab, aturan karantina telah diterapkan pemerintah Italia selama masa lockdown berlangsung sampai 3 April mendatang.

"Pemakaman menghadirkan risiko yang sama dengan pertemuan lainnya."

"Saya punya pasien yang tertular virus pada sebuah upacara di Puglia," kata Alessandro Grimaldi, Kepala Unit Penyakit Menular di Rumah Sakit L'Aquila.

Baca juga: Menilik Potensi Untung Rugi di Tengah Virus Corona

Ketika seorang pasien yang terinfeksi virus corona meninggal di rumah sakit, tubuhnya disegel langsung di dalam peti mati, dan dikuburkan.

Jika keluarga belum dikarantina, mereka bisa bergabung dengan pastor paroki setempat yang dilindungi dengan sarung tangan serta masker, dan mengucapkan doa singkat sebelum pemakaman.

Kalau tidak, mereka harus menunggu sampai krisis selesai dan lockdown dicabut, untuk mengucapkan perpisahan terakhirnya.

Baca juga: Dampak Virus Corona pada Bus Pariwisata, 85 Persen Order Batal

Di negara yang sangat Katolik seperti Italia, ini adalah gangguan signifikan dalam persepsi publik dan pribadi tentang kematian.

"Yang dicintai menghilang tiba-tiba, dan ini membuka luka psikologis yang dalam," kata pastor Giulio Dellavita.

Setelah kerabat dinyatakan positif corona, siapa pun yang pernah berkontak langsung harus dikarantina selama 15 hari dan memberi tahu otoritas kesehatan setempat.

Lalu jika kondisi pasien memburuk, mungkin tidak ada kesempatan lagi untuk bertemu mereka.

Baca juga: Selingkuh di Italia, Pria Ini Positif Virus Corona

"Bayangkan, Anda di rumah bersama ibu Anda, yang tiba-tiba merasa sakit. Ambulans lalu datang dan menjemputnya. Mulai sekarang, Anda tidak akan pernah melihat dan mendengarnya lagi, dan tiba-tiba Anda menerima alamat makamnya," ungkap Dellavita.

"Orang-orang mulai bertanya-tanya: Apa yang dia pikirkan, apa yang harus kukatakan? Anda tidak bisa mencerna kehilangan ini dengan benar."

Dellavita memiliki pengalaman langsung tentang fenomena baru dari kehilangan keluarga atau kerabat tercinta ini.

Baca juga: 40.000 Warga Italia Didenda karena Melanggar Aturan Karantina Corona

Dua minggu lalu salah satu saudara rohaninya jatuh sakit, dan ambulans membawanya ke rumah sakit setempat.

Dikarenakan semua saudara rohani tinggal bersama, Dellavita pun harus menjalani karantina 15 hari.

"Saat itulah aku memahami rasa sakit keluarga ini," ujarnya.

Baca juga: Mengapa Kasus Covid-19 di Italia Melonjak dan Angka Kematiannya Melebihi China?

"Kami adalah komunitasnya, dan semua orang harus berdoa untuknya sendiri, karena bahkan kita tidak bisa berkumpul di rumah untuk membayar upeti sama sekali," pungkas Dellavita.

Sama seperti semua korban lainnya, saudara laki-laki Dellavita baru bisa mendapat upacara pemakaman yang layak setelah pandemi virus corona hilang.

Hingga saat itu datang, tangisan, ibadah, dan kenangan, harus menunggu gilirannya untuk dilakukan.

Baca juga: Mengapa Isolasi dan Karantina Penting untuk Cegah Penyebaran Corona?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com