Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Sekte Akhir Zaman Uganda, Bakar Habis 700 Pengikutnya

Kompas.com - 17/03/2020, 21:05 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Editor

Sebelum penampakannya, Kibwetere telah menjadi orang yang sukses, dan anggota biasa dari komunitas Katolik Roma.

Topher Shemereza, sekarang seorang pejabat pemerintah setempat, melihatnya sebagai figur ayah.

"Dia adalah anggota masyarakat yang jujur dan pengusaha yang cerdas. Saya tidak memiliki pekerjaan ketika selesai kuliah, jadi dia menawari saya untuk mengangkut minuman keras ilegal, yang kami jual di distrik tetangga," jelasnya.

Beberapa tahun kemudian, Kibwetere memberi tahunya bahwa ia tidak akan lagi menjual alkohol.

Kibwetere dan sejumlah pemimpin sekter lain menghabiskan dua minggu di rumah yang ditempati Shemereza, sampai malam mereka berangkat ke Kanungu, di mana mereka akan mendirikan markas besar untuk gerakan itu.

"Itu terakhir kali saya melihatnya. Pria yang saya kenal bukan seorang pembunuh. Sesuatu pasti telah berubah dalam dirinya," katanya.

Baca juga: Sekilas Neturei Karta, Sekte Yahudi Ortodoks Anti-Israel dan Zionisme

Setelah berdirinya markas gerakan itu, kabar mengenai Kibwetere dan kelompoknya menyebar di barat daya Uganda dan sekitarnya.

Mereka tidak tertutup dari masyarakat yang lain, dan beberapa orang dalam posisi otoritas - termasuk polisi dan pejabat pemerintah daerah - mengetahui kegiatannya.

Tetapi hanya ada sedikit tindakan yang diambil terhadap sekte itu sebelum pembantaian terjadi.

Meskipun Interpol mengeluarkan pemberitahuan untuk penangkapan enam pemimpin sekte itu pada bulan April 2000, masih belum diketahui apakah ada di antara mereka yang tewas dalam kebakaran atau apakah mereka hidup dalam persembunyian.

Sebuah laporan polisi Uganda 2014 mengindikasikan bahwa Kibwetere mungkin telah meninggalkan negara itu. Tetapi yang lain ragu bahwa dia cukup sehat untuk melakukan itu.

Baca juga: 6 Anggota Sekte Aum Shinrikyo Pelaku Teror Tokyo Dieksekusi Mati

Tanpa peringatan

Gerakan spiritual itu memiliki ciri khas kultus Kanungu, di mana umat tidak ragu-ragu percaya pendeta dapat membangkitkan orang mati atau bahwa air suci akan menyembuhkan penyakit.

Daya tarik mereka jelas, menurut Dr Paddy Musana dari Departemen Agama dan Studi Perdamaian Universitas Makerere.

"Ketika ada ketegangan atau kebutuhan yang tidak dapat dengan mudah dipenuhi oleh lembaga yang ada, seperti kepercayaan tradisional atau pemerintah, dan seseorang muncul mengklaim memiliki solusi, ribuan orang akan berkumpul di sekitar mereka," katanya kepada BBC.

"Sekte Kanungu menunjukkan kejahatan saat itu ... dan mengkhotbahkan pembaruan atau komitmen kembali pada iman."

Musana menambahkan bahwa orang tidak perlu melihat terlalu jauh untuk menemukan utas serupa dalam pesan-pesan para nabi yang memproklamirkan diri saat ini.

Baca juga: Pemimpin Sekte Pelaku Aksi Teror di Tokyo 1995 Dieksekusi Mati

"'Industri Yesus' telah menjadi usaha investasi. Para pengkhotbah hari ini berbicara tentang kesehatan dan kesejahteraan, karena banyak penyakit, dan sistem kesehatan masyarakat yang nyaris tidak berfungsi," kata akademisi itu.

Dia berpendapat bahwa pemerintah perlu berbuat lebih banyak dalam mengawasi gerakan spiritual ini.

Dua dekade kemudian, tanah seluas 19 hektar di Kanungu itu sekarang digunakan sebagai perkebunan teh, tetapi pengusaha lokal Benon Byaruhanga mengatakan ia memiliki rencana untuk mengubah bagian-bagian tanah itu menjadi sebuah memorial.

Sejauh ini, orang mati di Kanungu tidak pernah secara resmi diingat. Mereka yang kehilangan anggota keluarga tidak pernah mendapat jawaban.

"Kami berdoa sendirian. Kami menanggung rasa sakit dalam kesunyian," kata Ariho, merefleksikan kematian ibu dan saudara-saudaranya.

Baca juga: Korupsi Kupon Makan Jemaatnya, Tokoh Sekte Poligami AS Dipenjara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com