Ini adalah temuan lembaga kebijakan publik The Australia Institute.
Lembaga tersebut mengatakan, masyarakat Australia membuang 7,6 juta ton makanan setiap tahunnya, sehingga rumah tangga sebenarnya rugi atau membuang uang hingga 19,3 miliar dollar AS (Rp 298,84 triliun) pada 2018-2019.
Studi Kelayakan Strategi Sampah Makanan Nasional tahun 2021 yang dikerjakan oleh lembaga ini menemukan, rata-rata rumah tangga di Australia membuang makanan senilai 2.000 dollar Australia, atau hampir Rp 20 juta sampai 2.500 dollar Australia (Rp 24,8 juta) setiap tahunnya.
Dalam laporannya yang dirilis September 2023 disebutkan, karena supermarket mendapat keuntungan dari pengolahan limbah makanan, mereka akhirnya menolak kebijakan menghapus tanggal kedaluwarsa pada produk makanan yang sebenarnya tidak memerlukannya.
Jajak pendapat Australia Institute juga menemukan, banyak yang mendukung agar dibuat kebijakan untuk mengurangi limbah makanan, di antaranya dengan mereformasi sistem pelabelan, pelonggaran standar kosmetik, dan pengumpulan sisa makanan di tepi jalan.
"Sudah saatnya pemerintah Australia mereformasi pelabelan makanan dan melakukan rekomendasi lainnya dari Studi Kelayakan Strategi Limbah Makanan Nasional," kata Matt Grudnoff, seorang ekonom senior.
"Mereka mengusulkan penghapusan tanggal kedaluwarsa bagi produk yang tidak memerlukannya, menghapuskan tanggal penjualan, dan memperpanjang tanggal kedaluwarsa untuk produk-produk yang berumur panjang."
Apakah aman?
Matt mengatakan, memperpanjang masa kedaluwarsa bukan berarti membuat makanan menjadi tidak aman dikonsumsi, namun melonggarkan standar keamanan pangan Australia yang ketat.
"Di Inggris, supermarket sudah menghapus tanggal kedaluwarsa bagi ratusan produk termasuk buah dan sayuran dalam kaleng, seperti apel, kentang, dan brokoli," katanya.
"Hal ini membuat pelanggan lebih punya kontrol untuk membuat keputusan sendiri daripada membuang makanan yang sudah melewati best before meski kondisinya masih bagus."
Lembaga tersebut mengatakan, dua jaringan supermarket Australia terbesar, Coles dan Woolworths, menyumbang limbah makanan setidaknya 70 persen dari penjualan bahan makanan dalam kemasan dan 50 persen penjualan produk segar.
Dilaporkan sekitar sepuluh persen limbah makanan berhubungan dengan standar yang diberlakukan pengecer terhadap petani.
Lembaga tersebut mengatakan, para petani melaporkan makanan yang sebenarnya masih bisa dimakan ditolak oleh supermarket hanya karena penampilannya.
Namun, mereka tidak berkata apa-apa karena takut kehilangan bisnisnya.
"Ada begitu banyak limbah makanan di tangan para petani," kata Matt.
"Mereka hanya diizinkan menjual produk yang memenuhi standar tertentu … (karena kalau tidak) merekalah yang harus menanggung biayanya."
Supermarket tidak menentang reformasi
Supermarket Woolworths mengatakan, pihaknya bekerja keras untuk mengurangi limbah makanan dan tidak menentang reformasi tanggal kedaluwarsa dalam produk.
"Sebagai pengecer, memperpanjang umur simpan produk yang kami jual sebenarnya dapat membantu kami," kata juru bicaranya.
"Kami tergabung dengan komite pengarah kelompok penelitian lintas industri yang berupaya memperbaiki sistem pelabelan tanggal dan penyimpanan untuk mengurangi limbah makanan.
"Kami mendukung reformasi label yang masuk akal untuk mengurangi limbah makanan dan menambah umur penyimpanan produk."
Sementara supermarket Coles mengatakan, perubahan praktik pelabelan perlu melibatkan pendekatan industri secara luas, termasuk pengajaran terhadap konsumen.
"Meskipun hal ini dapat dipertimbangkan, perubahan seperti ini memerlukan pendidikan pelanggan yang terencana dan terkoordinir, konsultasi peraturan dengan inisiatif limbah makanan yang relevan, dan persetujuan industri," kata juru bicara Coles.
Diproduksi oleh Natasya Salim dari laporan dalam bahasa Inggris.
https://www.kompas.com/global/read/2023/09/26/235800170/sampah-makanan-menumpuk-supermarket-di-australia-diminta-perpanjang-masa